Malam minggu ini Tuhan berbaik hati menunjukan kepadaku sebuah kecantikan. Gerimis yang turun tipis-tipis pun tak bisa menutupi pesona yang terpancar dari wajah putih bersih, hidung bangir, senyum bibir berselimut lipstik tipis dari cewek yang kini berada sekitar 50 meter di depanku.
Cewek yang aku taksir berusia 25 tahun itu sedang menunggu sesuatu di bibir jalan yang ramai lancar. Sesekali tatapan beningnya diedarkan jauh-jauh ke ujung jalan. Sepertinya dia mencari lampu taksi yang bernyala.
Pesona itu serasa menarikku untuk segera mendekat lalu mencari tahu bagaimana cara mendekatinya. Ah, aku kan punya kamera DSLR. Aku pun mengeluarkannya dari tas punggungku dan segera bertingkah polah layaknya seperti seorang turis lokal.
“Mbak, aku ambil fotonya boleh ya?”
Itu kalimat pertama yang muncul. Nafas setengah tersengal karena aku sedikit berlari menyusuri trotoar untuk segera mendekat. Aku takut kehilangan momentum.
Bibir itu gadis membulat dan air mukanya berubah.
“….jangan salah sangka dulu. Aku.. aku sedang liburan disini dan aku mau promosi ke temen-temen di Jakarta kalau cewek disini juga cantik-cantik…,” aku berusaha segera mengenyahkan ekspresi anti orang asing itu dari wajahnya.
…dan sepertinya berhasil. Kini wajahnya mulai menghangat, aku juga bisa melihat rona memerah di kedua pipinya. Sedikit malu mungkin.
Dia pun mengangguk.
Yess…!! Pekikku dalam hati. Aku pun mundur beberapa langkah dan mulai mengambil sudut jepret bak fotografer profesional. Gelang-gelang fokus kamera diatur sedemikian rupa untuk mendapat hasil gambar yang maksimal.
“Senyumnya dilebarin dong. Mbak cantik kok kalau tersenyum…!” pintaku. “Nah, begitu…. Lebih pas dengan latarnya yang semarak…”
Aku segera mengampil beberapa jepretan. Wah, sepertinya jurus pertama berjalan mulus, sekarang jurus berikut… Oh, tidak! Sebuah taksi berjalan lambat di sisi kiri jalan sehingga cewek itu berhasil menahannya. Tatapannya memberi isyarat kalau dia harus segera pergi.
“Aku… aku boleh minta nomor kamu?!”
Sambil membuka pintu taksi gadis itu menoleh padaku lalu menyahut, “Maaf ya, mas. Eike sedang buru-buru nih. Kalau enggak, situ ta’ ladeni habis-habisan…..!!” dengan suara bas menggelegar.
Aku hampir shock dibuatnya. Begitu mengangkat kaki jenjangnya ke atas taksi, nampaklah bulu-bulu lebat bersembunyi disitu di balik gaun malamnya.
“Daaah, mas cakepp…!!” serunya dari balik jendela taksi saat taksi itu bergerak menjauh.
Aku bergidik ngeri. Lalu dengan lesu aku kembali memasukkan kamera ke dalam tas.
____________________________________
ilustrasi gambar dari: www.123rf.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H