Pada pucuk pinus yang menyapa rembang petang
Hujan menuliskan butir-butir emas bening
bak penyair yang melukis seloka
.
Di ujung pancaroba
dia menulis kedalaman telaga rasa
tentang rembulan
tentang hari-hari yang telah terhitung
tentang kerinduan.
.
“Dari balik kabut gunung Bawakaraeng
Aku datang untuk mencintaimu lagi,
mencumbu setiap gurat tubuhmu
dan memeluk setiap helai erat.
Aku akan terus disini,
Sampai matahari kemarau memanggilku pulang.
Tapi aku akan terus mencintaimu
sampai pucuk-pucukmu mengering dan hanyut dibawa angin lembah.”
Demikian ikrar suci dituliskan.
.
Pada pucuk pinus yang mengharu pasrah
hujan merangkai kepingan cintanya.
_________________________________________
Malino, 15 November 2014
Gambar dari: http://pixabay.com/en/needles-drip-raindrop-tree-pine-356070/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H