Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengukur Toleransi

6 Januari 2015   23:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:41 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada suatu siang yang hangat, di salah satu bilik kereta api yang melaju kencang, terjadilah kisah singkat ini.

Seorang ibu tua sedang sibuk mengunyah sirihnya, sesekali meludah ke luar jendela dan seorang bapak berpenampilan necis di depannya sedang menyusuri tulisan-tulisan koran pagi sambil merokok dengan nikmat. Masing-masing terdiam nampak asyik dengan kesukaannya. Mulai-mula tidak terjadi masalah. Tapi lama-kelamaan si ibu tua ini mulai terganggu dengan asap rokok bapak di depannya. Dengan sopan dia meminta bapak itu mematikan rokoknya sebentar.

Tapi bapak itu keberatan dan mengatakan tidak ada tanda larangan merokok di sekitar situ. Ibu tua pun terdiam.

Tapi keheningan itu cuma sebentar. Tak lama kemudian ibu tua itu menyepah air sirih kemerahan dari mulutnya ke lantai kereta.  Sepatu licin bapak di depannya nampaknya ikut terkena cipratan ludah sirih itu. Si bapak necis pun terkejut dan sontak melotot ke arah ibu tua itu.

Bukannya menghentikan aksinya, ibu tua kembali meludah ke lantai kereta api, ke tempat duduk, bahkan sampai ke koran yang dipegang si bapak.

“Apa yang anda lakukan? Itu jorok tahu!!” hardik si bapak.

“Tidak ada tanda larangan meludahkan air sirih disekitar sini,” sahut ibu tua tanpa merasa berdosa.

“Tapi air sirih itu mengotori kereta api ini!! Lihat, kemejaku sampai ikut kecipratan! Aku rasa aku harus melaporkan ulah bodoh anda ini ke petugas kereta api..”

Si bapak necis berdiri dengan marah.

“Saya baru dua menit mengganggu kenyamanan anda, anda sudah marah setengah mati. Padahal saya mencoba bertoleransi selama setengah jam, membiarkan asap rokok anda mengganggu kenyamanan anda dan membiarkan asap rokok anda mengotori paru-paru saya. Noda di kemeja licin itu itu bisa hilang dalam deterjen, tapi bagaimana dengan noda dalam paru-paru saya? “

Bapak itu terdiam, cukup lama. Lalu minta maaf dan pergi ke gerbong lainnya. (PG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun