Setiap kali tahun baru datang, tidak seperti kebanyakan orang, saya selalu melewatkan nya dengan tiduran. Bukan karena saya jomblo, (sebenarnya saya juga sudah menikah), tapi karena menurut saya setiap detik, menit dan jam adalah sesuatu yang baru. Merayakan satu hari habis-habisan dalam satu tahun dan tidak menyadari setiap waktu adalah kebaruan adalah hal yang lucu bagi saya.
Tahun ini, saya serasa punya teman. sama-sama melewatkan tahun baru ini dengan sunyi. Jalan-jalan lenggang, tidak ada kerumunan pesta pora apalah gitu, tidak ada jingkrak-jingkrak, pokoknya mantep lah, kebanyakan orang merayakan nya di rumah saja.
Sejak kemunculannya di media pada Maret 2020 tahun lalu, corona menjadi primadona bagi dunia. Berita nya menjadi trending topic di media sosial, media masa cetak maupun online. Hingga saat melewati tahun baru kemarin ini, korban tidak sedikit yang meninggal. Belum ada obatnya.Â
Bahkan hari ini, virusnya bermutasi menjadi varian baru. Meskipun vaksin sudah ditemukan, tapi penerapannya saya yakin tidak sebentar. Kata Mentri Kesehatan RI yang baru (Pak Budi G. Sadikin), butuh 3,5 tahun untuk Vaksinasi Covid 19.[1]
Menurut media online yang saya baca, penularannya bahkan menjadi sangat cepat dibanding corona pada awal kemunculannya.[2] Segala bentuk kehidupan yang tadi nya ramai, berkerumun, kumpulan masa di ruang publik, akhirnya berakhir di rumah saja menjaga jarak dalam kesunyian. Â
Masalah sunyi ini, saya teringat dengan Metode Keraguan ala Rene Descartes dengan jargon yang sangat terkenal dalam dunia filsafat "Cogito Ergo Sum" = "Saya berpikir maka saya ada". Dalam menemukan argument tersebut, Rene Descartes menyingkirkan semua hal yang ada dengan meragukan kalau itu semua tidak ada.
Sampai pada kesimpulan meragukan semua hal, ternyata tinggal dirinya yang meragukan itu ada. Akhirnya, munculah "Cogito Ergo Sum". Jadi intinya adalah menghancurkan segala pemikiran, asumsi, pendapat, lalu membangun ulang untuk makna yang lebih baik. Dalam kata lain Menghancurkan bangunan lama, kemudian menyusunnya kembali dengan bentuk baru yang lebih bagus dan kokoh. Sebuah dekonstruksi.
Seperti prinsip penghancuran di atas, Kesunyian yang datang melalui corona ini, menghancukan segala kehirukpikukan hidup dan mencoba menemukan ulang tujuan hidup kita di dunia. Kali ini berbeda dalam hidup, kita dipaksa menjauh-dari-berdekatan dengan orang-orang, dan itu memaksa kita untuk hidup dalam sunyi.
Di masa sunyi inilah, kita menyusun ulang makna hidup kita terhadap orang lain. Apakah memang selama ini kita banyak menghabiskan waktu berkumpul hanya untuk menyombongkan apa yang sudah kita peroleh, atau justru makna itu bisa ditemukan walau tanpa harus berada dalam keramaian, yaitu di lingkungan keluarga.
Bukankan kesunyian ini memaksa kita untuk melihat ke dalam diri? Berkontemplasi dengan diri sendiri. Sebuah hal yang tak mungkin di lakukan saat berada dalam keramaian. Â