Mohon tunggu...
Phoenixius Kenneth Ryuta
Phoenixius Kenneth Ryuta Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Student

Saya suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Kecanduan Dunia Maya, Harga yang Harus Dibayar Kesehatan Mental!

9 November 2024   02:10 Diperbarui: 9 November 2024   02:28 507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ironi HOAX di sosmed (colomnist)

Hidup di era digital dapat kita ibaratkan seperti hidup di tengah pesta tanpa akhir. Gempita koneksi tanpa batas, informasi berlimpah, dan kemudahan komunikasi menjadi daya tarik utama yang tak bisa dielakkan. Media sosial, internet, dan teknologi membuat kita merasa lebih terhubung dari sebelumnya. Namun, di balik kemudahan ini, ada harga mahal yang harus dibayar, terutama oleh kesehatan mental kita.

 Kehidupan digital yang serba cepat dan instan ini membawa dampak yang tak kasatmata pada emosi dan kesejahteraan jiwa, yang perlahan tapi pasti semakin sulit diabaikan. Masalah-masalah ini harus segera diatas agar meminimalisir kerusakan pada mental kita. 

Fenomena FOMO dan Tekanan Sosial yang Terus Meningkat 

Masyarakat modern kini tak hanya berkejaran dengan waktu, tetapi juga menghadapi ancaman dari fenomena Fear of Missing Out (FOMO) atau takut kehilangan terhadap sesuatu, entah itu informasi ataupun trend baru. Setiap hari, kita dibanjiri unggahan media sosial yang menampilkan keberhasilan, kebahagiaan, dan kehidupan serba sempurna orang lain.

 Tanpa disadari, banyak dari kita yang kemudian merasa cemas, sehingga kita mulai mempertanyakan makna hidup kita sendiri dan kita membandingkan kehidupan kita dengan orang lain yang lebih sukses maupun yang kurang sukses. Ketika melihat pencapaian dan momen bahagia orang lain, perasaan iri dan cemas kerap menyelinap. Hidup kita tiba-tiba terasa kurang berarti, sementara media sosial terus memaksa kita untuk bersaing dan mencari pengakuan.

Tekanan mental untuk terus eksis di media sosial bukan hanya soal kecemasan, tetapi juga soal harga diri seseorang. Media sosial telah menjadi panggung besar di mana kita merasa harus tampil sempurna setiap saat. Dalam pencitraan yang tak putus, kita dipaksa untuk menunjukkan sisi terbaik, bahkan ketika kenyataan jauh dari kesempurnaan. Ini dapat dilihat dari postingan ratusan influencer sosial media yang hanya memposting hal-hal baik tentang diri mereka, tetapi sebenarnya terkena kasus seperti penggunaan narkoba dan lain semacamnya. 

Sayangnya, ini membawa kita pada masalah yang lebih serius, yaitu depresi dan ketidakpuasan terhadap hidup sendiri. Setiap unggahan penuh kesempurnaan hanya menambah daftar panjang standar ideal yang tak mungkin tercapai. Paparan berlebihan terhadap kehidupan yang idealistis di media sosial bisa menimbulkan perasaan rendah diri, terutama bagi kaum muda yang tengah mencari jati diri.

Doomscrolling (clearspace.com)
Doomscrolling (clearspace.com)

Kehilangan Fokus dan Produktivitas dalam Kehidupan Nyata

Tak hanya memengaruhi emosi, dunia digital juga telah menjadi musuh terbesar bagi produktivitas kita. Berbagai notifikasi dan konten menarik membuat kita terjebak dalam lingkaran kecanduan, sehingga akhirnya melemahkan fokus dan konsentrasi kita dalam melakukan aktivitas lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun