Mohon tunggu...
Uda D
Uda D Mohon Tunggu... -

berbuat yang terbaik buat Republik

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Lumpuhnya Hukum Pajak

9 Maret 2011   00:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:57 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 23 Februari 2011 memvonis salah Maruli Manurung (mantan atasan Gayus), ketika menangani proses hokum keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) membuat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) resah.

Keresahan sesungguhnya bukan saja di pihak Kadin dan Ditjen Pajak, tetapi sudah menjadi keresahan di bidang hukum pajak pada khususnya. Oleh karena putusan tersebut, hukum pajak seakan menjadi lumpuh tanpa bisa berdiri tegak sedikit pun.

Dunia hukum (khususnya hukum pajak) yang selama ini menjadi acuan dan literatur dalam mempelajari hukum pajak, seakan menjadi tidak ada artinya, karena “dimandulkan” oleh proses penegakan hukum yang tidak tepat. Hukum pajak sebagai bagian dari hukum administrasi yang memiliki proses hukumnya sendiri, dikalahkan oleh hukum pidana.

Padahal, hukum pajak tegas-tegas menyebutkan bahwa pegawai pajak tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana, apabila dalam melaksanakan tugasnya dilakukan dengan itikad baik dan sesuai perundang-undangan pajak (vide Pasal 36A ayat 5 UU KUP No 16 Tahun 2009).

Keanehan timbul ketika alasan tidak cermat dan tidak teliti yang dituntut jaksa diterima hakim. Kalau kasus Maruli menjadi benar dan menjadi acuan atau yurisprudensi terkait proses hukum administrasi pajak, maka disimpulkan tidak ada artinya ketika literatur menegaskan bahwa hukum pajak adalah hukum administrasi yang tunduk pada proses hukum administrasi.

Keanehan putusan hakim sekan membuat hukum pajak menjadi lumpuh. Hakim seakan-akan tidak memperhatikan ketentuan yang tegas diatur dalam Pasal 36A Ayat (5) UU KUP. Padahal, dari sisi asas hukum lex specialis derogat lex generalis pun, sepantasnya hukum pajak (UU Pajak) menjadi acuan pula.

Ketika Maruli memproses keberatan ketetapan pajak PT Surya Alam Tunggal (PT. SAT), terlihat tidak ada bukti adanya pemberian uang. Tuduhan kepada Maruli alasannya adalah tidak cermat dan tidak teliti. Alasan tidak cermat dan tidak teliti sebenarnya bukan ranah hukum pidana sepanjang tidak ada bukti pemberian uang dan merugikan negara.

Akan tetapi hakim tetap memutus dan menyatakan Maruli bersalah. Tuduhan tidak cermat dan tidak teliti dalam menangani keberatan PT SAT tampaknya menjadi kata paling mudah dituduhkan kepada seseorang. Kalau itu yang terjadi, hukum pajak bukan lagi menjadi bagian dari hukum administrasi, tetapi sudah menjadi bagian dari hukum pidana.

Tuduhan tidak cermat dan tidak teliti bisa menimpa seluruh pegawai pajak. Tidak cermat dan tidak teliti adalah sifat lemah seseorang. Namun, bukan karena kurang cermat dan kurang teliti lalu seseorang dengan mudahnya dipidana.

Sungguh kurang arif bila kurang cermat dan kurang teliti menjadi dasar pertimbangan memidana seseorang. Perbedaan menafsirkan proses pemeriksaan dalam keberatan pajak adalah hal biasa. Jika terjadi tuduhan kurang teliti dan kurang cermat, proses hukum administrasi yang harus dikedepankan untuk menyelesaikannya. Bukan dengan tuduhan pidana.

Administrasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun