Mohon tunggu...
Phiodias M
Phiodias M Mohon Tunggu... Arsitek - Alumni arsitektur gandrung isu pencerdasan bangsa

Pensiunan korporasi perminyakan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Debat Gagasan IKN, Isu Konstitusi dan Logika Terbalik (Bagian 4)

26 Oktober 2021   01:14 Diperbarui: 26 Oktober 2021   01:31 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagian 4 merupakan kelanjutan dari tulisan Bagian 1, Bagian 2 dan Bagian 3 sebelumnya. Rangkaian tulisan ini membahas tentang debat pembangunan IKN baru antara Prof. Emil Salim dan Juru Bicara Presiden M. Fadjroel Rachman pada 26 September 2021 di Kompas TV yang menarik perhatian publik. 

Bagian 1 telah membahas sub-subjek berikut: Subtopik I - Pendahuluan. Subtopik II - Isu Konstitusi.

Bagian 2 telah membahas sub-subjek berikut: Subtopik III - Logika Terbalik; 3.1 Dana pembangunan IKN baru tidak mengganggu program pemerintah lainnya, karena jumlahnya kecil yang berasal dari APBN; 3.2 Pembangunan IKN baru akan menjadi pusat pengembangan sains, teknologi, seni dan budaya kelas dunia; 3.2.1 Eksistensi kota identik dengan rumah dan bangunan untuk fasilitas publik; 3.2.2 Apakah pembangunan IKN baru akan menjadi katalisator penentu berkembangnya sains dan teknologi?; 3.2.3 Apakah program pengembangan SDM pemerintah saat ini sudah dapat dijadikan role model keberhasilan agar dapat dilanjutkan oleh pemerintahan atau generasi berikutnya?

Bagian 3 ini telah membahas sub-subjek berikut: 3.2.4 Konsekuensi keekonomian pembangunan IKN baru; 3.3 Mendorong pemerataan pembangunan nasional dan pertumbuhan wilayah Indonesia Tengah dan Timur; 3.4 Pertimbangan pembangunan IKN baru sepenuhnya isu teknis bukan isu politis.

Bagian 4 akan membahas sub-subjek berikut: Subtopik IV - Apatisme Intelektual; Subtopik V - Solusi Jalan Tengah. 

Subtopik IV - Apatisme Intelektual

Berdasarkan pada pengamatan penulis atas perjalanan bangsa pada periode 43 tahun lalu saat terbitnya kebijakan NKK, situasi diskursus isu nasional saat ini ada kemiripannya. Walaupun resminya pemerintahan otoriter sudah berlalu sejak 23 tahun lalu, namun trauma apatisme intelektual yang membuat rasionalitas berpikir bangsa seolah terkunci masih terasa. Ungkapan itu juga penulis sampaikan pada artikel bersambung berjudul: "Gejala Apatisme Intelektual, Apa Kabar Para Cendekiawan?". Ditulis pada blog Jurnalisme Publik Indonesiana.

Sepintas situasi apatisme itu menguntungkan posisi penggagas pembangunan IKN baru, seolah rasionalitas gagasan itu telah memenuhi asas kepatutan keintelektualitasan dan diterima publik. Karena sepinya masukan atau kritik atas gagasan itu. Padahal gagasan itu telah bergulir cukup jauh, telah terselesaikannya pembangunan infrastruktur penunjang, pradesain pembangunan lingkungan dan gedung. Kabar terakhir, telah diserahkannya RUU Ibu Kota Baru ke DPR.

Penulis menaruh respek tinggi kepada Prof. Emil Salim atas tampilnya pada perdebatan itu. Mudah-mudahan ini pertanda bahwa kalangan intelektual mulai turun gunung menyoroti dan menilai bagaimana berjalannya mekanisme check and balance rasionalitas masalah bangsa saat ini. Apalagi Prof. Emil Salim langsung pasang call tinggi terkait cita-cita proklamasi. Semoga demokrasi kita semakin matang dan berkualitas. Dengan demikian berharap agar suasana tone l'tat c'est nous: negara adalah kita, lebih mengemuka daripada suasana l'etat c'est moi: saya adalah negara. Seolah-olah yang boleh bicara tentang negara hanyalah pejabat atau politisi.

Setelah perdebatan Prof. Emil Salim dan Juru Bicara Presiden M. Fadjroel Rachman itu dan diserahkannya RUU tersebut ke DPR, isu pembangunan IKN baru memasuki babak baru, yaitu dimensi politik.

Subtopik V - Solusi Jalan Tengah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun