Mohon tunggu...
Phiodias M
Phiodias M Mohon Tunggu... Arsitek - Alumni arsitektur gandrung isu pencerdasan bangsa

Pensiunan korporasi perminyakan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Debat Gagasan IKN, Isu Konstitusi dan Logika Terbalik (Bagian 4)

26 Oktober 2021   01:14 Diperbarui: 26 Oktober 2021   01:31 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu niat baik pemerintahan Jokowi-Ma'ruf tentang implikasi pembangunan IKN akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia Tengah dan Indonesia Timur sangat dihargai. Sebenarnya hal itu dapat dilakukan tanpa harus mempertaruhkan terlanggarnya prinsip keutamaan dalam perjalanan bangsa. Mengutamakan yang utama pembangunan SDM dalam menggapai terwujudnya cita-cita proklamasi tentang pencerdasan bangsa. Cukuplah hanya krisis 97/98 yang pernah terjadi dan menjadi pembelajaran berharga bagi perjalanan bangsa. Pemerintahan kala itu, tidak menjadikan pembangunan SDM sebagai prioritas pembangunan. Dan mengabaikan prinsip mengutamakan yang utama dalam tahapan pembangunan. Mendahulukan penguasaan teknologi canggih tetapi mengenyampingkan penguasaan teknologi dasar abad 19. Sehingga sampai saat ini kita masih defisit dengan ketersediaan komoditas besi baja, permesinan dan kimia dasar. Juga pemerintahan saat itu mengabaikan pembangunan jati diri bangsa, termasuk hadirnya kesadaran kebangsaan, tegaknya etika kebangsaan dan kuatnya mentalitas bangsa. Kita tidak perlu lagi berdebat tentang periode yang terjadi lebih dari 23 tahun lalu itu. Sang waktu sudah membuktikan apa yang sudah terjadi. Tidak ada gunanya kita menggunakan frasa "jika seandainya" untuk membahas masa lalu itu. Saatnya sekarang kita harus berani menarik garis tegas "mengutamakan yang utama, pembangunan pencerdasan bangsa" yang merupakan titah peradaban itu.

Penulis kuatir jika gagasan pembangunan IKN baru itu tetap diteruskan ditengah terbatasnya kemampuan negara. Berarti pemerintahan Jokowi-Ma'ruf mengambil tanggung jawab dan mempertaruhkan resiko masa depan generasi anak-cucu terkait depan pembangunan SDM ditangan pemerintahannya. Dan mengekalkan tradisi skema utang negara gali lubang tutup lubang. Tanpa pernah jeda memikirkan meningkatnya kapasitas bangsa agar mampu membayar kembali utang negara tersebut. Jika demikian keputusan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, penulis memperkirakan krisis 97/98 jilid ke-2 akan terjadi. Diperkirakan akan terjadi sesudah 2034, 10 tahun setelah selesainya pembangunan IKN baru. Saat mulai jatuhnya temponya utang negara. Krisis itu akan berdampak lebih berat dari krisis 97/98 jilid pertama. Saat ini saja pendapatan negara dari SDA kurang dari 5% PDB. Era Orba pendapatan negara dari SDA pernah mencapai lebih dari 30% PDB. Itupun kita masih terjebak dengan skema utang yang dahsyat.

Hendaknya pengalaman pembangunan Brasilia, ibu kota Brasil dijadikan pelajaran berharga. Beberapa tahun setelah selesainya pembangunan itu, negara itu terperangkap dalam skema utang gali lobang tutup lobang. Pada 2020 utang negara itu senilai 98,94% dari PDB. 

Hendaknya kita belajar pada krisis 97/98. Pelajaran berharga dari krisis itu adalah bahwa kebijakan politik harus berdasarkan pemikiran yang probabilitas keberhasilannya tinggi. Probabilitas tinggi itu bisa tercapai berdasarkan pada kajian-kajian ilmiah yang selama ini mempunyai tingkat pembuktian yang tinggi. Keberpihakan kebijakan pada pembangunan SDM termasuk pada probabilitas tinggi. Sejauh ini menurut pengamatan penulis, rencana pembangunan IKN baru mendapat dukungan dari partai politik koalisi pendukung pemerintah. Namun melihat lemahnya argumentasi yang terbangun, dukungan itu bisa jadi dukungan semu. Bisa berputar arah ketika angin politik berubah. Seperti peristiwa politik yang terjadi 23 tahun lalu.

Pada dasarnya penulis menilai bahwa gagasan pembangunan IKN baru ditengah terbatasnya anggaran keuangan negara, tidak sesuai dengan prinsip mengutamakan yang utama pembangunan SDM. Gagasan itu mempunyai rasionalitas yang lemah dan berpotensi akan mengganggu tercapainya cita-cita proklamasi. Mengusung gagasan itu berpotensi akan terjadinya delegitimasi politik. Pandangan itu, penulis uraikan dengan cukup detail pada bagian penjelasan Juru Bicara Presiden yang penulis anggap sebagai penjelasan dengan logika terbalik. Mulai pada butir 3.1 sampai dengan butir 3.4. 

Agar terpenuhinya concerned pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, namun tetap diutamakannya pembangunan SDM, penulis menawarkan solusi jalan tengah. Yakni dikembangkannya kawasan produktif pada area di luar radius 200 - 300 km dari titik nol rencana IKN baru. Nantinya wilayah ini akan menjadi kota penyangga IKN baru. Diperkirakan 20 - 30 tahun kemudian pembangunan IKN baru akan dilaksanakan, sambil dilakukannya konsolidasi kebijakan bangsa yang perlu ditata ulang. Seperti uraian penulis pada bagian 3.2.3 tersebut di atas. Karena kawasan itu dirancang sebagai wilayah produktif, pengembangannya menjadi bagian dari investasi. Akan mendorong terjadinya peningkatan kapasitas ekonomi, terhindar dari pemborosan dari suatu rencana yang masih bisa ditunda. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun