1) Kondisi perekonomiannya kuat, aktivitas bangsanya mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.
2) Telah terpenuhinya kewajiban utama negara tersebut dalam menunaikan kewajiban peradaban, yaitu mencerdaskan kehidupan warga negaranya.Â
3) Pertimbangan pembangunan IKN baru, bobotnya akan lebih berat pada pembangunan citra suatu negara. Jika sudah terpenuhinya ke-2 kondisi di atas dan tidak adanya faktor yang dapat dianggap membahayakan keselamatan dan keberlangsungan hidup suatu negara pada IKN lama.
4) Rencana anggaran pembangunan IKN baru sebesar Rp 466 triliun sampai tahun 2024 seperti diungkap oleh Bung Fadjroel Rachman itu dapat dinilai sebagai pemborosan uang negara. Tidak menambah kapasitas dan nilai manfaat perekonomian nasional karena pengeluaran yang dilakukan oleh subjek ekonomi dengan aktivitas, nilai manfaat dan daya ekonominya tidak berubah. Apalagi mengingat terbatasnya keuangan negara dan belum adanya urgensi pemindahan IKN yang dapat dianggap membahayakan keselamatan dan keberlangsungan hidup negara. Keikutsertaan swasta malah berpotensi terjadinya ketidakseimbangan keuangan negara di kemudian hari. Seperti yang kita alami pada krisis 97/98.Â
Terkesan gagasan IKN baru itu lebih ditujukan pada pembangunan citra bahwa Indonesia telah menjadi negara maju. Namun data perkembangan ekonomi, pembangunan SDM dan penguasaan sains teknologi belum mendukung citra itu. Mirip seperti gagasan pembangunan ibu kota Brasilia dimana Brasil pada 2020 menanggung utang sebesar 98,94% dari PDB.
3.3 Mendorong pemerataan pembangunan nasional dan pertumbuhan wilayah Indonesia Tengah dan Timur. Ini pertimbangan lain perlunya membangun IKN baru menurut Juru Bicara Presiden tersebut. Menurut penulis, untuk mencapai tujuan itu, ditengah-tengah terbatasnya keuangan negara, tidak harus membangun IKN baru. Seperti penjelasan bagian 3.4 di bawah ini dan Subtopik V - Solusi Jalan Tengah (akan dibahas pada Bagian 4).
3.4 Pertimbangan pembangunan IKN baru sepenuhnya isu teknis bukan isu politis. Berdasarkan rilis Bappenas 20 Agustus 2019, ada 4 pertimbangan pembangunan IKN baru, yaitu: penduduk Jawa terlalu padat, kontribusi ekonomi terhadap PDB, krisis ketersediaan air, konversi lahan di Jawa mendominasi. Ke-4 hal tersebut adalah isu teknis. Solusinya tidak harus membangun IKN baru. Pengembangan pusat-pusat ekonomi baru di luar Jawa bisa mengatasi isu itu. Bahkan tanpa adanya resiko terganggunya agenda perjalanan bangsa. Dalam jangka menengah, solusi teknis masih dapat dilakukan.
Sejauh ini pendorong munculnya gagasan pembangunan IKN baru itu disebabkan sejumlah isu teknis, seperti tidak terkendalinya pengembangan ibu kota, semakin meningkatnya isu lingkungan (kemacetan lalin, penurunan tanah, intrusi air laut, banjir, polusi, pemukiman padat, seringnya kebakaran, terbatasnya air minum) dan urbanisasi.Â
Sejauh ini menurut penulis keadaan itu tidak pada taraf mengganggu keselamatan dan keamanan negara. Tidak pada keadaan terganggunya peran dan fungsi Jakarta sebagai ibu kota negara. Seperti tidak kondusifnya keamanan secara umum. Atau terjadinya suatu keadaan dimana para pejabat negara beserta seperangkat lembaga kelengkapannya tidak dapat melaksanakan tugas kesehariannya. Sehingga terganggunya tugas pelayanan publik atau terhambatnya pembuatan kebijakan publik.
Seperti disampaikan oleh Prof. Emil Salim, mengingat terbatasnya keuangan negara dan masih tertinggalnya kondisi pengembangan SDM nasional, maka isu kondisi ibu kota saat ini seyogianya masih bisa di atasi secara teknis. Dengan biaya jauh di bawah Rp 466 triliun (alokasi anggaran pembangunan IKN baru). Dengan membuat kebijakan negatif dari kondisi teknis tersebut. Misalnya dilakukannya pembekuan sementara ijin pembangunan atau usaha jika memang diperlukan.
Penulis melihat justru pembangunan IKN baru akan berpotensi mengubah isu teknis itu menjadi isu politis. Wajar saja akan munculnya anggapan publik bahwa dengan terpatrinya dana pembangunan bangsa (pemerintah + swasta) selama 20 tahun ke depan di bidang pembangunan fisik, maka pembangunan SDM menjadi tujuan sampingan. Bukan lagi tujuan utama. Padahal pembangunan SDM menjadi bagian dari agenda pencerdasan bangsa, cita-cita proklamasi. Tercantum pada Pembukaan UUD45.