Mohon tunggu...
Phiodias M
Phiodias M Mohon Tunggu... Arsitek - Alumni arsitektur gandrung isu pencerdasan bangsa

Pensiunan korporasi perminyakan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Debat Gagasan IKN, Isu Konstitusi dan Logika Terbalik (Bagian 1)

6 Oktober 2021   16:30 Diperbarui: 6 Oktober 2021   16:34 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini juga membahas tentang isu apatisme intelektual yang berpengaruh pada perkembangan gagasan pembangunan IKN baru tersebut. Sepinya kritik dari kalangan intelektual, membuat progresnya berjalan mulus seolah tidak adanya catatan. Namun turun gunungnya Prof. Emil Salim, membuat apatisme itu mencair.

Di bagian akhir, penulis menawarkan solusi jalan tengah.
Tulisan ini merupakan artikel bersambung, terdiri dari 4 bagian.


Subtopik II - Isu Konstitusi


Terpantiknya isu konstitusionalitas itu ketika Prof Emil Salim menyampaikan keprihatinannya bahwa ditengah-tengah terbatasnya dana pembangunan, pemerintah menjadikan pembangunan IKN baru sebagai proyek prioritas strategis. Sementara itu, menurut Prof. Emil Salim, keadaan pengembangan SDM kita tertinggal. "Investasi tidak menyangkut human resources. Investasi yang ditanam adalah bangunan, barang mati, infrastruktur, macam-macam. Bukan otak yang dikembangkan. Bukan sains teknologi. Jadi missallocation of scarce resources. Itu kata kuncinya", ujar Prof Emil Salim.
Dalam bahasa konstitusi apa yang menjadi keprihatinan beliau bahwa pemerintah tidak mengutamakan pembangunan pencerdasan bangsa yang menjadi amanah proklamasi. 

Tercantum pada Pembukaan UUD45 menjadi salah satu misi eksistensi NKRI. Frasa pencerdasan bangsa tersebut senada dengan semangat humanisme gerakan the Enlightenment di Eropah.

Berdasarkan interpretasi penulis atas sejarah perkembangan peradaban, kecerdasan manusia berperan meningkatkan kapasitas peradaban mempunyai posisi sentral bagi kemajuan peradaban². 

Tema 9 fase kebangkitan peradaban Barat/modern³, memperkuat argumentasi ini. Ini sudah menjadi titah peradaban, tidak ada satu kekuatan politik apapun yang mampu mengingkari kewajiban ini⁴. Berdasarkan fakta empiris,  terjadinya krisis 1997/1998 adalah akibat pengingkaran kewajiban itu⁵.


Konsekuensi pemaknaan posisi sentral bagi kemajuan peradaban itu, maka berlakulah salah satu dari 5 kaidah perkembangan peradaban, yaitu: "keutamaan"⁶.

Kembali pada konteks perdebatan tersebut, apakah dengan demikian bisa ditafsirkan bahwa pemerintahan Jokowi-Ma'ruf bisa dianggap tidak menjalankan amanah konstitusi? Nah, pada titik inilah munculnya isu konflik pemahaman konstitusionalitas tersebut. Di satu sisi ada amanah konstitusi tentang pencerdasan bangsa pada Pembukaan UUD45. 

Namun di sisi lain tafsir implementasinya bisa dikatakan sangat terbatas berdasarkan teks konstitusi saat ini. Inilah yang dimaksud dengan isu konflik pemahaman konstitusi tersebut. 

Adanya ketidakjelasan antara definisi pencerdasan bangsa pada Pembukaan UUD45 dengan ketentuan operasionalisasinya pada Batang Tubuh UUD45. Padahal menurut hirarki konstitusi, ketentuan-ketentuan yang ada pada Pembukaan UUD45 sebagai subjek historis yang harus diejawantahkan pada ketentuan-ketentuan pada Batang Tubuh UUD45 sebagai objek pelakunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun