Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

"Berburu" Peluang Bisnis Wisata di Tengah Erupsi Gunung Agung

11 Desember 2017   16:31 Diperbarui: 11 Desember 2017   16:40 708
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berpostur kurus dan berkulit sawo matang, siapa sangka seorang pria ini memiliki hobi trekking. Pria yang biasa disapa Mudi ini memiliki bisnis atau usaha wisata alam dengan jargon The True Bali Experience. Meskipun tidak hanya melayani wisata di seputaran Gunung Agung, Mudi mempunyai program wisata di kawah Ijen yang berada di Jawa. Bisnis dengan nama Mudi Goes to the Mountain ini dirintisnya sejak 23 tahun lalu tiba-tiba terhenti seketika saat Gunung Agung bergejolak dengan aktivitias vulkanik.

Mudi pun terus memutar otak untuk menemukan peluang bisnis di tengah kondisi yang sulit saat ini. Gunung Agung yang terletak di Kabupaten Karangasem, Bali mengalami erupsi sejak 27 November 2017 lalu. Sebelum erupsi pertama terjadi, gunung sempat berada pada tingkat tertinggi atau level IV. Level turun sesaat, lalu pada akhirnya level IV ditetapkan hingga terpantau letusan abu vulkanik keluar dari kawah Gunung Agung.

Salah satu sahabatnya yang berasal dari Swiss pernah menanyakan mengenai keberlanjutan bisnis yang terhambat karena aktivitas vulkanik. Pertimbangan yang dilontarkan sang teman kepada Mudi merujuk pada suatu solusi berkelanjutan, seperti mengenai lokasi bisnis, aktivitas apa yang dapat menghasilkan profit, maupun rintisan usaha yang baru dan inovatif.

Di saat situasi masih tidak menentu, Mudi, ikut 'jalan-jalan' dengan aktivitas Orari yang membantu penanganan darurat erupsi Gunung Agung. Dia ingin melihat situasi dan peluang untuk pengembangan bisnis baru, dan menurutnya, itu mungkin setelah recoverydengan usaha biking atau wisata jeep.

"Kalau melihat saat ini, mungkin tamunya takut. Ya kita lihat dari jauh. Mungkin trekking tapi yang soft trekking dan melihat Gunung Agung dari jauh, seperti asap."

Sembari ikut terlibat dalam penanganan darurat, Mudi terus memonitor melalui radio komunikasi atau handy talky (HT). Pada awal terjadi pengungsian, pria yang memiliki dua putra itu aktif untuk berkoordinasi melalui HT hingga menginap di Posko Tanah Ampo.

Terpuruknya bisnis wisata ini tidak hanya dialami oleh Mudi, tetapi juga oleh rekan-rekan lain yang bergerak di bidang yang sama. Mudi yang juga aktif di Orari atau Organisasi Amatir Radio Indonesia menyampaikan apa yang dia dengar dari teman sesama praktisi pariwisata yang memiliki usaha restoran di Amed.

"Banyak restoran di Amed tutup dan ada yang menerapkan 15 hari kerja. Dan ada hotel yang tidak menerima tamu tapi merenovasi hotel aja." 

"Aktivitas praktisi seperti sopir, guide, sementara dari 15 hari itu nol, saya tanya. Walaupun sopir ke pangkalan tapi tak ada kerja." 

Menurutnya, berita-berita di media asing ikut berkontribusi untuk memperburuk situasi, seolah-olah Bali sangat tidak aman karena ancaman erupsi Gunung Agung. Media memberitakan bahwa Gunung Agung sangat berbahaya. Berawal dari berita tersebut, banyak dari turis asing yang pernah difasilitasi selama trekking dan dekat dengan dia menanyakan kondisi Mudi melalui email, messenger, Wa (Whatsapp), telepon, "Are you safe?" Di sisi lain, banyak juga calon konsumen yang membatalkan niatnya berwisata di Gunung Agung.

"Kalau untuk yang membatalkan, ada 15 reservasi, dan biasanya udah rame yang booking."

Pengalaman Mumpuni di Wisata Alam

Bisnis wisata ini sebetulnya digeluti dengan sangat serius. Dilatarbelakangi hobi saat muda, Mudi muda mengembangkan bisnis wisata alam hingga menjadi salah satu referensi pemandu yang diperhitungkan oleh para turis asing dan juga perusahaan jasa travel lain.

Di samping itu, Mudi sangat mengenal medan seputar Gunung Agung. Pria yang lahir 43 tahun lalu itu tumbuh di Desa Dukuh, Kecamatan Kubu, yang berjarak sekitar 5 km dari kawah atau berada pada kawasan rawan bahaya (KRB) III.

Mudi mengatakan bahwa ada 4 jalur utama menuju Gunung Agung. Salah satu dari keempat jalur itu dibuka oleh dirinya. Mudi sebetulnya tidak hanya seorang pemandu, tetapi dia juga mendesain untuk trekking. Dia telah membuat dua trek, satu di desanya dan satu lagi yang menjadi bagian dari keempat jalur utama tadi, yaitu melalui Yah Kurin di Desa Bebandem.

"Satu jalur melalui Besakih, satu jalur lagi Pasarangeng Sebudi, kemudian KATA atau Yah Kurin dan Berbes."

Melalui jalur yang didesain olehnya, Mudi dan rekan sebisnis kemudian membentuk KATA. ini merupakan kepanjangan Karangasem Trekker Association yang juga melibatkan kelompok pemuda dari desa yang berada di sekitar gunung. Dia memberdayakan beberapa pemuda untuk menjadi guidedan bergerak di bisnis ini.

Bisnis wisata alam memberikan kesejahteraan yang selalu disyukuri oleh Mudi. Penghasilannya cukup lumayan, untuk satu paket perjalanan per orang dikenakan biaya sekitar 85 dolar Amerika. Kala itu, setiap harinya dia dengan tim selalu dipenuhi pesanan perjalanan wisata alam. Pria yang hobi mengkonsumsi ikan ini dibantu oleh 4 sopir dan 4 pemandu dalam menjalankan bisnis wisata alam. Mereka merupakan pegawai freelance dan menjadi orang kepercayaan Mudi.

Hal yang menarik mengenai bisnis wisata yang dijalankan, khususnya dengan tujuan Gunung Agung, Mudi menjadi teman diskusi untuk memahami konteks budaya dan religi setempat. Dia sangat paham betul mengenai konteks budaya setempat karena dia memang berasal dari lereng Gunung Agung.

Dia pun memahami bahwa Gunung Agung memiliki kekuatan magis sehingga ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh siapa saja yang ingin mendaki Gunung Agung.  Mudi mencontohkan apabila ada yang melanggar Cuntaka atau Sebel, orang itu tidak akan mampu berjalan. Mereka yang diwajibkan mengikuti acara adat, atau perempuan yang sedang mengalami masa haid, membawa makanan babi atau sapi tidak diperkenankan selama mendaki.  Mudi selalu memberitahukan beberapa hal tadi kepada para turis yang dipandunya.

Awal Mula Gabung dengan Orari

Ketertarikan ke dunia radio komunitas diawali ketika dia mengetahui seorang turis yang berasal dari Rusia tersesat di Gunung Agung. Mudi menceritakan bahwa turis tadi telah menghubungi salah satu teman sebelum akhirnya hilang kontak. Informasi segera tersebar dan Mudi mendapati informasi itu sehingga terdorong untuk ikut terlibat dalam operasi pencarian.

Dia bergegas menuju ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karangasem untuk mendaftarkan diri sebagai sukarelawan. Berbekal penguasaan medan di Gunung Agung, dia meminta sebuah perangkat HT kepada petugas BPBD. Petugas BPBD akhirnya memberinya sebuah HT. Mudi tidak tahu bagaimana mengoperasikan radio tersebut. Petugas BPBD tadi lantas memberikan penjelasan singkat penggunaannya.

Setelah dilengkapi dengan perangkat komunikasi, Mudi dan seorang teman segera mencari turis Rusia tadi. "Sekitar 200 personel yang melakukan pencarian, dan kami yang akhirnya menemukan turis itu," ujar Mudi. Lantas dia menghubungi BPBD untuk penyerahan turis.

Sejak saat itu, Mudi melihat pentingnya komunikasi melalui perangkat radio. Mudi yang saat ini sebagai wakil sekretaris Orari Kabupaten Karangasem mendukung komunikasi dengan memasang rig dan melengkapi radio HT kepada tim yang memandu turis selama menikmati wisata alam. Mudi mengakui pemanfaatan radio dalam konteks pariwisata dan penanggulangan bencana sangat bermanfaat.

'Berburu' untuk Terus Berkarya

Masih ingat di dalam benak pikiran, terakhir kali Mudi mencapai puncak Gunung Agung. Saat itu pada 12 September 2017 Mudi naik dan mendirikan tenda di ketinggian. Selang dua hari, Gunung Agung dinyatakan 'Awas' dan ditutup untuk segala aktivitas baik bagi warga setempat maupun pengunjung. Seiring dengan kenaikan aktivitas vulkanik, wisata alam mulai terpuruk ke titik seperti pascaledakan bom Bali yang terjadi beberapa tahun lalu. Ini termonitor dari salah satu sukarelawan melalui radio komunitas Pasebaya yang terus memberitakan perkembangan gunung dan penanganan darurat Gunung Agung.

Meskipun kondisi sangat sulit, Mudi tetap bersyukur dan mengambil sisi positif dari peristiwa ini. Dia memaknai gejolak alam sebagai tanda untuk lebih mendekatkan diri pada alam, masyarakat dan Tuhan. Dia dan keluarganya beradaptasi dengan kondisi sulit tersebut.

"Yang penting kita sehat dan makan secukupnya."

Terus berjuang untuk menjalankan bisnis wisata alam, Mudi tetap membuka pemesanan untuk para turis yang ingin berwisata. Dia sangat berharap krisis Gunung Agung dapat segera berakhir. Namun dirinya sangat realistis ketika mengetahui sejarah letusan 1963 yang berlangsung hingga satu tahun.

Melihat kenyataan wisata alam yang terpuruk memang menjadi tantangan utama di Pulau Dewata. Banyak orang mengandalkan bisnis wisata di pulau yang menjadi destinasi tidak hanya turis lokal tetapi juga mancanegara. Dukungan dan promosi positif Bali perlu terus digaungkan untuk mengembalikan bisnis wisata alam yang memberikan penghidupan bagi masyarakat Bali.

Para pelaku bisnis wisata, khususnya Bali, sangat bergantung dari moda transportasi penghubung ke pulau seluas 5.636 km. Dukungan pemerintah terhadap sarana dan prasarana moda transportasi menjadi elemen yang berpengaruh terhadap kunjungan wisata, seperti rute penerbangan dan moda transportasi alternatif untuk menjangkau Bali, seperti kapal. Bali aman, dan memang sebagian wilayah saja yang terancam dampak erupsi Gunung Agung. Informasi yang lengkap, misal lokasi yang potensial terdampak atau wilayah berbahaya, potensi bahaya apabila erupsi, langkah-langkah penyelamatan, sumber-sumber informasi resmi terkait penanganan darurat erupsi, juga dapat membantu para pelancong untuk merencanakan wisata di tengah aktivitas vulkanik Gunung Agung yang masih tinggi. Namun demikian semua pihak tentu dapat berkontribusi untuk membangun kembali bisnis wisata alam yang mampu menghidupi masyarakat setempat.

Perjalanan Mudi di saat Gunung Agung mengancam adalah secuil kisah yang mungkin dialami oleh pelaku bisnis wisata lain. Sebagai gambaran yang lebih besar, pariwisata Bali ditaksir mengalami kerugian hingga lebih dari Rp 200 milyar per hari. Di samping itu, Bali menyumbang Rp 70 trilyun setiap tahun atau 40% devisa negara dari sektor pariwisata. Kita semua berharap krisis Gunung Agung cepat berakhir dan sektor pariwisata kembali pulih. Jargon Bali aman harus terus digaungkan karena hanya sebagian Bali yang terdampak potensi ancaman erupsi Gunung Agung. Masih banyak sisi lain Bali yang dapat dieksplor oleh para turis baik domestik dan mancanegara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun