Mohon tunggu...
Philosophy Talks
Philosophy Talks Mohon Tunggu... Freelancer - Let's Think Let's Talk This is Philosophy Talks

Ruang diskusi dan konten digital seputar ilmu filsafat

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menelusuri Jejak Pariwisata

4 Juli 2020   00:58 Diperbarui: 4 Juli 2020   01:41 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyoal jejak pariwisata bukan perihal yang rumit dan membingungkan. Pariwisata adalah kegiatan paling menyenangkan bagi setiap individu manusia, terutama mereka yang bertujuan untuk mencari hiburan.

Perlu diketahui bahwa dalam kamus pariwisata, manusia merupakan makhluk yang bergerak sesuai dengan kodratnya. Bergerak, berpindah, dan berjalan serta kegiatan lainnya yang jauh dari istilah 'membosankan'. Oleh karena itulah manusia memiliki nama lain, yaitu wisatawan.

Seiring berkembangnya zaman, kecanggihan teknologi membantu para wisatawan lebih dipermudah untuk mengakses beberapa tempat wisata yang ingin dikunjungi.

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, bahwa pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.

Pariwisata merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh manusia baik secara perorangan maupun kelompok di dalam wilayah negara lain. Kegiatan tersebut menggunakan kemudahan, jasa dan faktor penunjang lainnya yang diadakan oleh pemerintah dan atau masyarakat, agar dapat mewujudkan keinginan wisatawan. 

Mungkin ada yang belum tahu definisi wisata dan pariwisata, sama atau beda sih? Secara definitif, wisata dan pariwisata memiliki perbedaan struktur bahasa; wisata dalam bahasa Inggris disebut travel, sedangkan pariwisata dalam bahasa Inggris tour dan dalam bahasa Sanksekerta terdiri dari dua suku kata - pari dan wisata yang artinya perjalanan yang berulang-ulang.

Dalam "The Ecotourism Society" pariwisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat. Akan tetapi, secara makna dua istilah tersebut memiliki persamaan yaitu perjalanan dengan tujuan untuk kesenangan.

Berbicara pariwisata, ada hal yang jarang diketahui oleh orang-orang di luar circle disiplin keilmuan pariwisata. Ilmu pariwisata dikukuhkan sebagai suatu disiplin ilmu sejak tahun 1995 yang merupakan gabungan dari beberapa ilmu lainnya, seperti ilmu sosial, ekonomi, budaya, dsb. 

Dalam pembahasan pariwisata terdapat dua faktor yang mempengaruhi diadakannya kegiatan pariwisata, yaitu faktor mendorong dan faktor menarik. Faktor mendorong berdasarkan sebab atau keinginan untuk melakukan pariwisata, seperti keinginan berlibur dari kesibukan di kantor, keinginan berkumpul bersama keluarga di suatu tempat yang jauh dari keramaian, dll.

Sedangkan faktor menariknya lebih cenderung dilekatkan kepada objek wisata yang menjadi tempat tujuan para wisatawan - wisata alam, budaya, dan wisata khusus.

Pada dasarnya terdapat beraneka ragam wisata berdasarkan objek wisata yang dijadikan tujuan oleh para wisatawan, khususnya wisata khusus. Yang menariknya, dalam wisata khusus ada Islamic Tourisme yang berawal dari munculnya wisata religi (ziarah) dan wisata halal.

Berbicara mengenai wisata religi tentunya identik dengan kegiatan berwisata yang menjadikan tempat-temat beribadah sebagai objek wisata. Berbagai tempat ibadah religi ternyata cukup menarik untuk menjadi destinasi wisata, mulai dari kekayaan nilai sejarah, keindahan arsitektur, dan tentunya nilai religi dari tempat tersebut bisa membuat pengalaman liburan menjadi anti-mainstream.

Sedangkan, wisata halal dikutip dari studipariwisata.com, Pariwisata/wisata halal adalah bagian dari industri pariwisata yang ditujukan untuk wisatawan Muslim. Pelayanan wisatawan dalam pariwisata halal merujuk pada aturan-aturan Islam.

Contoh konsep wisata halal seperti setiap produk dan jasa dirancang untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan muslim. Mulai dari restoran halal (tidak menjual makanan/minuman non-halal), penginapan halal, dan sebagainya.

Tidak terlepas dari Islamic Tourisme, anjuran pariwisata yang sesuai dengan etika dan moralitas Islam terletak dalam ayat 137 surah Ali Imran. “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunah-sunah Allah; Karena itu, berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” Berdasarkan ayat tersebut, sektor pariwisata erat kaitannya dengan ibadah mu'amalah yang mubah (dibolehkan). Dalam hal ini pariwisata juga dapat dikatakan sebagai media manusia mengenal alam dan lingkungan serta sangat terbuka untuk dikembangkan selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ajaran Islam.

Pada dasarnya, Islamic Tourisme bukan untuk melabeli produk Islam atau biasanya dianggap sebagai proyek Islamisme. Melainkan sebagai upaya pengenalan budaya Islam yang lebih mengedepankan etika dan moral dalam berwisata, dari pengelolaannya hingga pelaksanaannya.

Jika muncul anggapan seperti ini, pastinya cara berpikir yang demikian sudah jauh dari orientasi objek wisata yaitu mengenalkan budaya. Sederhananya, jikalau kita sebagai wisatawan berkunjung ke Eropa, Inggris, Amerika, dan daerah Barat lainnya, maka kita akan lebih mengenal peradaban Barat yang identik dengan simbol kemajuan peradaban, industrialisasi, dan mungkin kita akan mengetahui gaya hidup mayoritas masyarakat non-muslim.

Hal ini mengingatkan penulis kepada perkataan Muhammad Abduh selama tinggal di Prancis, beliau melihat negara yang sangat rapi, bersih, dan disiplin, berbeda halnya dengan negara tempat kelahirannya, yaitu Mesir. Beliau berkata, "Aku pergi ke negara Barat, aku melihat Islam, namun tidak melihat orang muslim. Dan aku pergi ke negara Arab, aku melihat orang muslim namun tidak melihat Islam."

Dari pernyataan tersebut, penulis mengambil kesimpulan bahwa dalam proses perjalanan atau kegiatan wisata sekiranya justru memberikan kepada kita arti dari pembelajaran budaya, seperti yang dikatakan Toety Heraty - seorang pakar budaya dan antropologi - bahwa budaya menekankan proses dinamik, yaitu pembelajaran. Oleh karena itu, orientasi pariwisata yang termasuk di dalamnya prinsip berwisata adalah proses pengenalan dan pembelajaran budaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun