Mohon tunggu...
Bambang Wahyu
Bambang Wahyu Mohon Tunggu... Dosen - Suka musik blues, filsafat, dan karya sastra bermutu

The Dancing Wu Li Master

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Psikonanalisa: Antara Freud dan Lacan

7 Oktober 2021   13:20 Diperbarui: 7 Oktober 2021   13:22 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Psikoanalisa: Antara Freud dan Lacan

Gagasan elementer psikoanalisa yang pertama adalah liberasi Diri: merdeka dari psikoneurosis , dari simpton psikis, dari identitas sosial budaya dan ideologi serta kungkungan lainnya. Sigmund Freud membedah beban psikis masa lalu pasien dengan cara mengeksplorasi alam ketaksadarannya sehingga terbebaskan dari trauma. Jacques Lacan memperluas pembahasannya ke liberasi Diri dari ideologi dan budaya. Merdeka dari citra orang lain atau lingkungan sama dengan kelahiran Diri yang baru (the genesis of "I").

Gagasan kedua adalah ketaksadaran. Psikoanalisa menyebutkan ranah ketaksadaran ini dominan pada diri. Bagi Freud, Diri secara tegas dipertontonkan oleh skema Id, Ego , dan Superego . Ego (kesadaran) adalah "prinsip realitas" (reality principle): kita menyadari sesuatu. Sementara Id (ketaksadaran) merupakan "prinsip kesenangan" (pleasure principle) sebagai dorongan instingtif individu yang membutuhkan pemuasan.

Pemuasan ini bertentangan dengan prinsip realitas tadi sebagai norma sosial (tidak boleh telanjang di muka umum, dll) Walaupun ranah ketaksadaran dinormalisasi oleh kode-kode sosial tapi akan selalu menyeruak dalam kesadaran diri (keseleo lidah, latah, mengigau, dll). Atas dasar itu, liberasi Diri adalah mengintegrasikan dorongan Id ke dalam harmonisasi Ego.

Bagi Freud, jika prinsip kesenangan melalui obyek pemuasannya tidak terpenuhi maka manusia menarik diri dari prinsip realitas dengan cara berkhayal atau halusinasi.

Jacques Lacan memperluas gagasan Freud tentang Id, Ego, Superego menjadi perkembangan psikis Diri dalam 3 fase, yaitu: the Imaginary, the Symbolic dan the Real. Sederhananya, Diri mengidentifikasi diri melalui figur ibu dan orang lain pada fase imajiner. Pada fase simbolis, Diri memisahkan dirinya dengan yang lain melalui bahasa (melalui penyebutan nama, dll). Adapun fase Yang Nyata mengarah pada pemahaman baru tentang Diri dalam konteks “the genesis of I” tadi.

Jika Freud berusaha memerdekakan Diri dari kungkungan depresi mental maka Lacan tetap mempertahankan dimensi kekurangan dalam Diri tersebut. Alih-alih menganggapnya sebagai generator pemahaman diri yang utuh. 

Ketika Diri menyadari kekurangannya sebagai the lackness subject, eksistensi diri berkelindan sedemikian rupa menambal kekurangan itu. Diri menjadi Diri karena keretakannya, karena kekurangannya. 

Dengan demikian, pada Lacan dimensi kesadaran dan ketaksadaran berkelindan membentuk identitas Diri.

Ranah ketaksadaran bukan hal yang terpisah dalam fase. Pada fase imajiner, ketaksadaran menyeruak dalam Oedipus Complex (mengiblatkan Diri pada orang lain). Pada fase simbolis, ketaksadaran bersembunyi dalam bahasa. Bahasa menghubungkan Diri dengan ketaksadaran. Malah bahasa menjadi prakondisi tindak menjadi sadar.

Melalui bahasa, ketaksadaran membeberkan sesuatu yang berbeda dengan penampakannya (jalan lurus yang semakin mengecil, sendok bengkok dalam gelas berisi air, dll). Sementara pada fase yang Nyata, ketaksadaran menyeruak sebagai entitas penjamin eksistensi diri supaya terus mengenal dirinya. Misalnya berdoa dengan harapan dikabulkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun