Mohon tunggu...
Philipus Dellian Agus Raharjo
Philipus Dellian Agus Raharjo Mohon Tunggu... lainnya -

Seorang yang ingin menjadi kawan seperjalanan anda.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Belajar Aksara Jawa (2)

7 Mei 2012   19:08 Diperbarui: 4 April 2017   17:48 23254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yen ora panen, ya kuwi merga tingkah lakune dhewe. Lemahe kudu diajeni, kudu dimulyaake, kaya ibu sing nglairake. Lemah kuwi Ibu Pertiwi, sing nglairake urip sing ndadekna kecukupan kawit jamane nenek moyang nganti dina iki." Demikian kalimat dalam bahasa Jawa yang tertulis di dalam KOMPAS, Jumat, 4 Mei 2012 halaman 1, kolom 6, pada tulisan berjudul Sedulur Sikep Merawat Bumi, ditulis oleh Maria Hartiningsih. Kalimat tersebut sudah ditulis dengan bahasa Jawa yang benar. Saya menduga penulis adalah orang yang memahami bahasa Jawa dan aturan penulisannya. Pada tulisan terdahulu telah saya sampaikan tentang 20 aksara Jawa yang disebut Aksårå Carakan. Ada baiknya saya sajikan kembali gambar dari ke-20 aksara tersebut.

[caption id="attachment_175970" align="aligncenter" width="300" caption="Aksara Jawa/Aksara Carakan"][/caption]

Dengan menggunakan ke-20 aksara tersebut, Anda sudah dapat membuat beberapa kata sederhana dalam bahasa Jawa, misalnya: [h]ana (ada), sawa (ular sanca/piton), sada (lidi), dasa (sepuluh), gana (anak lebah), naga (ular naga), sata (tembakau), sanga (sembilan), rasa (rasa), sarana (sarana), wanara (kera), pawana (angin, udara), pawaka (api), dan sebagainya.

Lalu bagaimana bila Anda ingin menulis kata yang mengandung bunyi vokal selain /a/ dalam bahasa Jawa? Atau bagaimana bila Anda ingin menulis kata lainnya yang lebih kompleks? Agar Anda dapat melakukannya, Anda harus mengenal sandhangan. Di dalam aksara Jawa terdapat 3 macam sandhangan, yaitu sandhangan swårå, sandhangan sêsigêg, dan sandhangan wyanjånå. Mari kita kenali masing-masing sandhangan melalui gambar berikut:

[caption id="attachment_175978" align="aligncenter" width="300" caption="Sandhangan Swara"]

1336407915269031879
1336407915269031879
[/caption] Sandhangan swårå berjumlah 5 buah, yang diberi nama wulu, suku, taling, taling tarung, dan pêpêt. Wulu digunakan bila Anda ingin membuat kata yang memiliki bunyi vokal /i/, misalnya siti (tanah), risi (geli, rasa kurang senang), bithi (tonjok, pukul), minthi (anak itik), sisi (membuang ingus), dan sebagainya. Suku digunakan bila Anda ingin membuat kata yang memiliki bunyi vokal /u/, misalnya kuku (kuku), tuku (membeli), suku (kaki), dhuku (buah duku), dudu (bukan), sunu (anak laki-laki), dan sebagainya. Taling digunakan bila Anda ingin membuat kata yang memiliki bunyi vokal /é/ atau /è/, misalnya kéré (kere, gelandangan), dhéwé (sendiri, sendirian), réné (ke sini), dhéré (ayam yang hampir jadi induk), dan sebagainya. Taling tarung digunakan bila Anda ingin membuat kata yang memiliki bunyi vokal /o/, misalnya soto (soto), loro (dua), coro (kecoak), mono (begitu, demikian), tholo (sejenis kacang-kacangan), dan sebagainya. Pêpêt digunakan bila Anda ingin membuat kata yang memiliki bunyi vokal /ê/, misalnya sêpå (tawar, tidak berasa), kênå (boleh, terkena), rêcå (patung), dan sebagainya.

[caption id="attachment_175981" align="aligncenter" width="300" caption="Sandhangan Sesigeg"]

13364083681931102088
13364083681931102088
[/caption] Sandhangan sêsigêg berjumlah 3 buah, yaitu wignyan, layar, dan cêcak. Ada juga yang memasukkan pangkon ke dalam jenis sandhangan ini. Saya hanya akan menyinggung sedikit tentang pangkon dalam tulisan ini, pada contoh gambar mengenai pemakaian sandhangan wyanjånå. Saya akan membahas mengenai pangkon lebih terperinci secara terpisah, pada tulisan yang akan datang.  Wignyan digunakan bila Anda ingin menulis kata yang suku katanya mengandung bunyi "desah", misalnya panah (panah), sirah (kepala), gênah (terang, jelas, mapan), bêdhah (jebol, robek, ambrol), cihnå (tanda, lambang, bukti, nyata), wahyu (wahyu, anugerah), dan sebagainya. Layar digunakan bila Anda ingin menulis kata yang yang suku katanya mengandung bunyi /r/, misalnya sabar (sabar), pacar (pacar), tutur (kata, kata-kata), parså (gunung), warså (tahun), garwå (isteri, suami), garbå (rahim, kandungan), dan sebagainya. Cêcak digunakan bila Anda ingin menulis kata yang mengandung bunyi sengau /ng/, misalnya lawang (pintu), cawang (cabang, bakal, calon), bångså (bangsa), bånggå (memberontak, melawan, membangkang), dan sebagainya.

[caption id="attachment_175984" align="aligncenter" width="300" caption="Sandhangan Wyanjana"]

13364106911395019057
13364106911395019057
[/caption] Sandhangan wyanjånå berjumlah 3 buah, yaitu cåkrå, cåkrå kêrêt, dan péngkal. Ada juga yang menambahkan panjingan wa dan panjingan la dalam jenis sandhangan ini sehingga jumlahnya menjadi 5 buah dan disebut sebagai penanda gugus konsonan. Akan tetapi untuk sekarang, saya akan membahas 3 buah sandhangan yang telah disebut di depan. Cåkrå digunakan untuk membuat kata yang mengandung "sisipan" bunyi /r/, misalnya prahårå (prahara), prasåpå (amanat, pesan, ajaran), cåkrå (senjata cakra), cåtrå (payung, perlindungan, pengayoman), bråtå (bertapa, semedi), dan sebagainya. Cåkrå kêrêt digunakan untuk membuat kata yang mengandung "sisipan" bunyi /rê/, misalnya prêlu (perlu), patrêm (sejenis keris kecil), krêtu (kartu), dan sebagainya. Péngkal digunakan untuk membuat kata yang mengandung "sisipan" bunyi /y/, misalnya kya[h]i (kyai), dyåså (sirna, musnah), dyånå (jaksa, anugerah, pujian), dan sebagainya.

Bila Anda perhatikan pada ketiga gambar sandhangan di atas, saya menempatkan kotak-kotak bergaris merah. Di dalam kotak-kotak itulah aksårå carakan atau aksara Jawa ditempatkan. Kotak-kotak itu hanya sebagai penanda imajiner karena bila Anda menulis aksara Jawa yang diberi sandhangan, Anda tidak perlu menyertakan kotak-kotak tersebut. Perhatikan gambar berikut:

[caption id="attachment_175989" align="aligncenter" width="300" caption="Pemakaian Sandhangan Swara"]

13364133681098007337
13364133681098007337
[/caption] Dari gambar di atas Anda dapat melihat perubahan susunan aksara dan di mana posisi sandhangan swårå ditempatkan. Arti dari kata-kata di atas: bathårå (dewa), bathari (dewi), kålå (waktu, batara Kala), kali (sungai), dhådhå (dada), dhadhu (dadu),  såkå (dari, tiang), suku (kaki), dåwå (panjang), déwå (dewa), såtå (tembakau), sétå (putih), lårå (sakit), loro (dua), cårå (cara), coro (kecoak), kånå (sana, dia), kenå (terkena), kårå (sejenis sayuran, kacang kara), kêrå (kurus). [caption id="attachment_175993" align="aligncenter" width="300" caption="Pemakaian Sandhangan Sesigeg"]
13364149092003522109
13364149092003522109
[/caption]

Dari gambar di atas Anda dapat melihat perubahan susunan aksara setelah sandhangan sesigêg dirangkai pada suku kata. Arti kata-kata di atas: såwå (ular sanca/piton), sawah (sawah), kålå (waktu, batara Kala), kalah (kalah), cåyå (cahaya, raut wajah), cahyå (cahaya, sinar), ulå-ulå (tulang belakang), ular-ular (nasihat, petuah), tutu (tumbuk), tutur (tutur), kåyå (seperti), kóyór (koyor), sawang (sarang laba-laba), lårå (sakit), larang (mahal), lurung (lorong), pågå (para-para), panggah (tetap).

[caption id="attachment_175994" align="aligncenter" width="300" caption="Pemakaian Sandhangan Wyanjana"]

13364162281520008095
13364162281520008095
[/caption] Dari gambar di atas Anda dapat melihat perubahan susunan aksara sesudah suku kata dirangkai dengan sandhangan wyanjånå. Arti kata-kata di atas: pånå (paham, mengerti), prånå (perasaan, hati, nafas, kehidupan), sudå (kurang, berkurang), sudrå (kasta sudra, orang miskin-papa), kaså (musim pertama dalam agrometeorologi Jawa), kråså (terasa, merasa), kêtêg (detak jantung, denyut nadi), krêtêg (jembatan), palu (palu), prêlu (perlu), måtå (mata), mrêtå (rendah hati, sabar), lågå (perang, laga, pertempuran), lagyå (sedang, baru saja), tas (tas), tyas (hati), sadånå (uang, dana, harta), syadånå (kereta). Pada kata tas dan tyas terdapat sandhangan pangkon yang diletakkan pada akhir kata. Bila pangkon tidak diletakkan sesudah suku kata terakhir, maka bunyinya adalah tasa, bukan tas maupun tyas. Dengan demikian pangkon berfungsi untuk "mematikan" atau melenyapkan bunyi vokal /a/ pada suku kata "sa".

Nah, demikian sedikit ulasan mengenai aksara Jawa yang dirangkai dengan ke-3 jenis sandhangan. Semoga dapat dipahami dan dapat bermanfaat. Anda dapat mulai mencoba menulis aksara Jawa di atas kertas. Selamat mencoba!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun