Pada tanggal 26 Juni 1963, Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy berdiri menyampaikan pidato di hadapan penduduk Berlin Barat. Pidato tersebut, yang terkenal dengan kutipan "Ich bin ein Berliner", selain menegaskan dukungannya terhadap kebebasan dan demokrasi di Jerman Barat, juga efektif meredakan kegelisahan masyarakat Jerman yang terbelah dua oleh Tembok Berlin.
Konon, dalam perjalanannya ke Berlin Barat, Kennedy memesan Fanta jeruk di dalam pesawatnya. Ini diungkapkan oleh sekretaris pribadinya, Evelyn Lincoln, dalam "Notes of the President, June 26, 1963".(1) Pada waktu itu, Fanta telah menjadi minuman populer di Jerman dan Amerika Serikat.
Tiga puluh tahun sebelumnya, Hitler mulai naik ke puncak pemerintahan Jerman. CocaCola, salah satu perusahaan besar Amerika, baru saja memasuki pasar Jerman, dipimpin oleh Max Keith.
Ia mendirikan beberapa fasilitas produksi di Jerman; sebuah pabrik botol di Frankfurt dan gudang produk akhir di Cologne. Pasukan salesman-nya menjejali jalanan setiap akhir pekan, menyebar pamflet dan poster agar semua orang Jerman mengenal CocaCola.
Melalui metode pemasaran yang agresif, ia menghasilkan sebuah pencapaian yang luar biasa. Ia berhasil mengubah tradisi minum bir selama berabad-abad menjadi minum soda. Teknologi menolong mewujudkan hal itu. Berkat penemuan kulkas pada dekade 30-an, minuman CocaCola sekarang dapat dinikmati dalam keadaan dingin setiap saat.
Insting Keith sangat tajam. Untuk mengantisipasi gejolak antiasing, dengan cermat ia menyembunyikan fakta bahwa CocaCola adalah produk Amerika. Ia mendaftarkan pabriknya di Jerman dan mengklaim bahwa CocaCola Amerika hanya memasoknya dengan resep minuman.
Keith begitu sukses di Jerman sehingga perusahaan induknya memercayakan 7 dari 9 bahan utama CocaCola diproduksi di sana.
Namun, setelah Jerman menginvasi Polandia, Hitler mulai melindungi industri dalam negeri. Pasokan bahan dasar dari Amerika sangat dibatasi. Itu akhirnya benar-benar terhenti ketika Amerika terjun ke kancah Perang Dunia II. Gelombang nasionalisasi besar-besaran menyapu negeri Jerman. Perusahaan-perusahaan asing diakuisi oleh Nazi.
Untungnya, Keith memiliki koneksi yang kuat dengan Menteri Kehakiman Nazi yang kemudian menunjuknya mengepalai Kantor Properti Musuh. Dengan posisi tersebut, Keith tidak hanya berhasil mengamankan pabrik-pabriknya di Jerman, tetapi bahkan semua pabrik CocaCola di Eropa. Ia mengambil alih pabrik di Norwegia, Belgia, dan Belanda.
Namun, semua pabrik itu tentu akan sia-sia jika ia tidak memiliki 2 bahan baku CocaCola yang tidak dimilikinya. Keith harus menemukan bahan baku itu atau perusahaannya akan bangkrut.
Ahli-ahli kimianya mulai bereksperimen dengan bahan baru dari sisa-sisa produksi, termasuk serat-serat apel sisa pemerasan, Â dan dadih susu. Kadang-kadang bahan tersebut mengandung anggur dan lemon, tergantung apa saja yang dapat ditemukan. Lahirlah sebuah minuman baru berwarna buram yang rasanya aneh.
Awalnya, banyak orang Jerman memakai minuman itu untuk mengencerkan sup. Meski begitu, Ketih berhasil membuat produk yang bisa dijual agar pabrik-pabriknya tetap beroperasi.
Ia tidak sempat memikirkan nama produk sementara tersebut. Maka, ia berpesan kepada para salesman-nya untuk memakai imajinasi (Jerman: fantasie) mereka. Lucunya, itu justru menjadi nama produk tersebut, yang akhirnya disingkat menjadi Fanta.
Keberuntungan memihak kreativitas. Waktu produksi minuman CocaCola benar-benar terhenti akibat kehabisan bahan baku tahun 1943, minuman Fanta justru terjual 3 juta krat per tahun. Dua tahun kemudian Nazi Jerman runtuh.
Ketika pasukan Sekutu menemukannya, Keith langsung meminta bantuan untuk mengirim telegraf ke kantor pusat CocaCola di Amerika. Ia mengirim pesan bahwa CocaCola Gmbh. masih dapat melanjutkan operasi. Segera, sepasukan ahli dikirim untuk memulihkan semua pabrik CocaCola di Eropa.
Resep Fanta terus mengalami pengembangan. Di Indonesia kita mengenalnya sebagai minuman perona lidah berasa stroberi. Di kota-kota tertentu, minuman tersebut wajib disediakan oleh tuan rumah pada hari-hari raya. Semua berkat seorang direktur yang bersikeras terus membuat minuman asing di negara fasis Hitler.
Apakah Anda suka meneguk Fanta? Ich bin ein Fantaner.
(1) John F. Kennedy Presidential Library and Museum, Boston, Massachusetts.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H