Mohon tunggu...
Philip Manurung
Philip Manurung Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

lahir di Medan, belajar ke Jawa, melayani Sulawesi, mendidik Sumatera; orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Ich Bin Ein Fantaner

25 September 2023   19:09 Diperbarui: 25 September 2023   19:16 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Coca-Cola collaborated with the Nazis in the 1930s, and Fanta is the proof | by New Visions | Timeline 

Awalnya, banyak orang Jerman memakai minuman itu untuk mengencerkan sup. Meski begitu, Ketih berhasil membuat produk yang bisa dijual agar pabrik-pabriknya tetap beroperasi.

Ia tidak sempat memikirkan nama produk sementara tersebut. Maka, ia berpesan kepada para salesman-nya untuk memakai imajinasi (Jerman: fantasie) mereka. Lucunya, itu justru menjadi nama produk tersebut, yang akhirnya disingkat menjadi Fanta.

Coca-Cola collaborated with the Nazis in the 1930s, and Fanta is the proof | by New Visions | Timeline 
Coca-Cola collaborated with the Nazis in the 1930s, and Fanta is the proof | by New Visions | Timeline 

Keberuntungan memihak kreativitas. Waktu produksi minuman CocaCola benar-benar terhenti akibat kehabisan bahan baku tahun 1943, minuman Fanta justru terjual 3 juta krat per tahun. Dua tahun kemudian Nazi Jerman runtuh.

Ketika pasukan Sekutu menemukannya, Keith langsung meminta bantuan untuk mengirim telegraf ke kantor pusat CocaCola di Amerika. Ia mengirim pesan bahwa CocaCola Gmbh. masih dapat melanjutkan operasi. Segera, sepasukan ahli dikirim untuk memulihkan semua pabrik CocaCola di Eropa.

Resep Fanta terus mengalami pengembangan. Di Indonesia kita mengenalnya sebagai minuman perona lidah berasa stroberi. Di kota-kota tertentu, minuman tersebut wajib disediakan oleh tuan rumah pada hari-hari raya. Semua berkat seorang direktur yang bersikeras terus membuat minuman asing di negara fasis Hitler.

Apakah Anda suka meneguk Fanta? Ich bin ein Fantaner.

(1) John F. Kennedy Presidential Library and Museum, Boston, Massachusetts.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun