Mohon tunggu...
Philip Manurung
Philip Manurung Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

lahir di Medan, belajar ke Jawa, melayani Sulawesi, mendidik Sumatera; orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Lagu Rakyat yang Mempromosikan Rokok, Ada Kok

29 Agustus 2019   17:01 Diperbarui: 29 Agustus 2019   17:30 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau mau jujur, bangsa kita masih ambivalen dalam menanggapi isu rokok. Benci tapi perlu, suka tapi jengkel. Kegamangan ini adalah buah dari ketegangan pro dan kontra terhadap rokok.

Di sisi yang satu berdiri kubu pro-kesehatan. Mereka berkeyakinan bahwa rokok adalah racun masyarakat. Empat ribu lebih senyawa kimia dalam sebatang rokok cukup untuk menimbulkan kerusakan otak dan sel-sel tubuh lain tanpa bisa diperbaiki. Bahayanya tidak cukup dijelaskan dengan kata-kata sehingga cukup dirangkum dalam satu kalimat peringatan: "Merokok membunuhmu."

Di sisi yang lain adalah kubu pro-ekonomi. Menurut mereka, industri rokok harus dipertahankan demi kontribusinya yang amat besar bagi perekonomian, secara makro maupun mikro. Pada tahun 2018 saja, cukai rokok menyumbang Rp 153 triliun ke kas negara. Iuran ini telah diaplikasikan ke dalam berbagai program pemerintah untuk mensejahterakan rakyat.

Seperti kisah Daud melawan Goliat, kubu pro-ekonomi tampak jauh lebih kuat. Kampanye anti-rokok selama puluhan tahun seakan tak berdaya menumbangkan raksasa-raksasa perusahaan rokok. Dan, perjuangan itu sepertinya semakin berat bila rakyat justru mempromosikan produk rokok.

Itu saya ketahui dari pengalaman saya waktu bekerja di Nias.

Tahun 2010 saya diutus perusahaan untuk mengepalai operasi marketing di pulau tersebut, dan seluruh wilayah yang dulunya disebut keresidenan Tapanuli. Tugas saya: meracuni generasi muda dengan rokok. (Saya tidak bangga dengan masa lalu ini.)

Suatu kali di kantor cabang tersebut diadakan sebuah acara syukuran dalam rangka launching produk baru. Tim Nias berinisiatif merekam sebuah video yel-yel untuk menunjukkan ke kantor pusat semangat mereka dalam mensukseskan launching tersebut. Di dalam video pendek tersebut mereka menyanyikan sebuah lagu daerah sambil membawakan tari Maena.

Berikut adalah lirik lagunya.

Mi fo lala sa laoda

(Silakan mempelai laki-laki)

Wa mube'e rokoda roko si saribu sara

(Untuk memberi rokok, rokok yang harga seribu sebatang)

L ma bedu na piase, ha Surya Gudang Garam da zomasi ddma

(Kami tidak suka rokok murahan, Surya Gudang Garam-lah yang kami mau)

Sebagai kepala, tidak terbilang rasa bangga saya kepada tim Nias. Betapa kreatifnya mereka menyisipkan identitas perusahaan ke dalam lagu daerah mereka. Namun, kemudian saya diberitahu bahwa itu adalah lirik asli dari lagu rakyat di sana.

Lagu tersebut katanya biasa dinyanyikan dalam upacara seserahan adat Nias.


Dalam kebudayaan Nias---maafkan jika saya keliru--semua kewajiban adat dalam seremoni pernikahan ditanggungkan kepada keluarga calon mempelai pria. Semakin tinggi kedudukan keluarga mempelai wanita, semakin besar pula hak-hak adatnya.

Kepala keluarga yang berstatus pejabat atau kepala kaum akan meminta mahar (böwö) yang lebih besar bila putrinya dipinang orang. Begitu pula bila sang gadis berpendidikan tinggi atau berstatus pegawai negeri. Nilai böwö dapat mencapai puluhan juta rupiah.

Di samping itu, böwö juga berarti "seserahan" yang, sekali lagi, nilainya disesuaikan dengan status sosial pihak mempelai wanita. Wujudnya bisa macam-macam dan dikombinasikan: uang, emas, babi, beras, dan lain-lain. Rokok adalah salah satunya. Konon, sampai berbal-bal jumlahnya. Sebagian dari böwö itu akan digunakan untuk menjamu para tamu undangan dalam pernikahan.

Tulisan ini tidak akan berpanjang lebar; sekadar menginformasikan keunikan budaya dari salah satu pulau paling Barat di Indonesia itu.

Saya tidak tahu apakah tradisi tersebut masih lestari sampai sekarang. Sudah tujuh tahun saya meninggalkan pulau yang penuh kenangan itu.

Baru-baru ini seorang teman saya dari Nias mengonfirmasi bahwa lagu tersebut masih dinyanyikan dalam acara-acara pernikahan. Sampai sekarang ia belum menemukan jodoh, mungkin ada kaitannya dengan böwö yang mahal itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun