Wa mube'e rokoda roko si saribu sara
(Untuk memberi rokok, rokok yang harga seribu sebatang)
L ma bedu na piase, ha Surya Gudang Garam da zomasi ddma
(Kami tidak suka rokok murahan, Surya Gudang Garam-lah yang kami mau)
Sebagai kepala, tidak terbilang rasa bangga saya kepada tim Nias. Betapa kreatifnya mereka menyisipkan identitas perusahaan ke dalam lagu daerah mereka. Namun, kemudian saya diberitahu bahwa itu adalah lirik asli dari lagu rakyat di sana.
Lagu tersebut katanya biasa dinyanyikan dalam upacara seserahan adat Nias.
Dalam kebudayaan Nias---maafkan jika saya keliru--semua kewajiban adat dalam seremoni pernikahan ditanggungkan kepada keluarga calon mempelai pria. Semakin tinggi kedudukan keluarga mempelai wanita, semakin besar pula hak-hak adatnya.
Kepala keluarga yang berstatus pejabat atau kepala kaum akan meminta mahar (böwö) yang lebih besar bila putrinya dipinang orang. Begitu pula bila sang gadis berpendidikan tinggi atau berstatus pegawai negeri. Nilai böwö dapat mencapai puluhan juta rupiah.
Di samping itu, böwö juga berarti "seserahan" yang, sekali lagi, nilainya disesuaikan dengan status sosial pihak mempelai wanita. Wujudnya bisa macam-macam dan dikombinasikan: uang, emas, babi, beras, dan lain-lain. Rokok adalah salah satunya. Konon, sampai berbal-bal jumlahnya. Sebagian dari böwö itu akan digunakan untuk menjamu para tamu undangan dalam pernikahan.
Tulisan ini tidak akan berpanjang lebar; sekadar menginformasikan keunikan budaya dari salah satu pulau paling Barat di Indonesia itu.