(IV)
Butet, haru patibu ma magodang ale butet
(Butet, cepatlah kau besar, ya Butet)
Asa adong da palang merah ale butet
(Agar ada yang menjadi Palang Merah, ya Butet)
Da palang merah ni negara ale butet
(Palang Merah untuk negara, ya Butet)
I doge doge doge i dogei doge doge
I doge doge doge i dogei doge doge
[Ekspresi kesedihan]
Dari lirik tersebut, kita segera mendapat kesan bahwa lagu "Butet" diciptakan pada atau segera sesudah masa kemerdekaan. Haruslah demikian, mengingat kedekatan yang kuat antara konteks pendengar dengan kisah yang disampaikan. Namun, mengenai penciptanya, tidak ada yang tahu secara pasti.
Asal Muasal Lagu
Beberapa sumber mengajukan teori menyangkut asal muasal lagu "Butet". (Sumber)
Dalam biografinya, Maraden Panggabean, Pangab dalam era Soeharto (1973-1978), sedikit menyinggung tentang asal muasal lagu "Butet". Ia mengingat pada waktu agresi militer Belanda yang pertama, rakyat mengungsi menyelamatkan diri mengikuti tentara Republik yang harus mundur. Diperkirakan sejuta orang mencari suaka di hutan-hutan pedalaman Tapanuli.
Menurutnya, untuk mengenang peristiwa tersebut, seorang seniman mengarang lagu yang menyayat hati tersebut. Penggubah lagu yang misterius itu hendak melukiskan betapa pahitnya penderitaan dan pengorbanan seorang ibu yang ditinggalkan suaminya bergerilya melawan Belanda.
Imajinasi ini diperkuat oleh Edisaputra, seorang wartawan senior, yang mengatakan bahwa dalam gelombang pengungsian tersebut, banyak perempuan yang hamil tua melahirkan bayinya secara darurat dalam perjalanan. Risiko kematian akibat persalinan tentu amat besar. Selesai melahirkan, ibu-ibu muda itu harus berangkat lagi meneruskan perjalanan.
Penderitaan semakin terasa sebab para suami tidak dapat mendampingi mereka demi melanjutkan pertempuran.
Lain lagi pendapat Jason Gultom, pula wartawan senior. Menurutnya, terciptanya lagu Butet berkaitan dengan perjuangan percetakan Oeang Republik Indonesia Tapanuli (ORITA) di desa Sitahuis, 16 km dari Sibolga, Tapanuli Tengah.
Di sana ia menemukan lagu "Butet" menjadi semacam pengantar tidur (lullaby) yang liriknya sedikit berbeda. Menurut para tetua di Sitahuis lirik aslinya berkata, "Butet, di Sitahuis do amang mu ale Butet // Da mancetak hepeng ORITA ale Butet." Artinya, "Butet di Sitahuislah papamu, ya Butet // Mencetak uang ORITA, ya Butet."