Sebuah pesawat Dakota Garuda Indonesia Airways lepas landas meninggalkan bandara. Beberapa saat berselang, pramugari melakukan rutinitasnya melayani penumpang. Ada kalanya ia memberi pengumuman lewat interkom.
Adegan beralih ke darat. Pertama, digambarkan suasana dalam sebuah teater operasi. Sejumlah undangan menonton tim dokter-perawat yang sedang membedah. Setelah itu, seorang wanita keluar dari sebuah bank. Lalu, seluruh adegan pembuka itu ditutup di sebuah asrama yang menjadi judul dari film tersebut: "Asrama Drama".
Mimpi Usmar Ismail Menjadi Raja
Film "Asrama Drama" disutradarai oleh Usmar Ismail, legenda perfilman tanah air. Melalui film tersebut, bung Usmar hendak mempromosikan Indonesia yang modern di kancah internasional.Â
Pada waktu itu, Republik kita baru berumur 13 tahun. Para sineas Indonesia bekerja siang dan malam untuk menghasilkan film-film berkualitas yang setara dengan buatan Hollywood. Dorongan ini lebih merupakan suatu kebutuhan daripada sekadar ambisi.
Pada dekade itu, film-film aksi Hollywood mendominasi bioskop-bioskop Indonesia dan film-film musikal dari India dan Mesir meledak di pasaran. Usmar ingin agar film Indonesia menjadi raja di negeri sendiri.
Dan, ia berhasil.
Pada tahun 1960 film berdurasi 125 menit tersebut diganjar penghargaan kategori Penyuntingan Terbaik (Best-Editing) dalam Pekan Apresiasi Film Nasional.
Banyak yang mengatakan, "Asrama Dara" merupakan mahakarya film Indonesia; lebih baik dari "Tiga Dara", meski disutradarai orang yang sama.
Feminisme Terpimpin dalam Sebuah Asrama
Sebagaimana judulnya, "Asrama Dara" berkisah tentang dinamika kehidupan dan interaksi di antara para penghuni dalam sebuah asrama khusus wanita.
Asrama tersebut dikelola oleh seorang wanita paruh baya bernama bu Siti (diperankan Fifi Young). Di dalamnya, setiap tokoh utama meniti persoalannya masing-masing. Beberapa menghadapi krisis Siti Nurbaya.
Seorang mahasiswi bernama Tari (Aminah Chendrakasih) jatuh cinta pada seorang laki-laki yang seumuran ayahnya. Sedangkan, Rahimah (Chitra Dewi), yang merupakan calon dokter, dipaksa menikah di kampung, tetapi kemudian ditolong oleh Nasrul (Bambang Irawan).
Mereka yang sedang meniti karir menghadapi dilema percintaan. Pramugari Maria (Baby Huwae), yang menaruh hati pada Broto (Rendra Karno), diam-diam disukai co-pilot Imansyah (Bambang Hermanto). Broto sendiri menaksir seorang guru tari bernama Sita (Nun Zairina).
Persoalan di antara orang dewasa tersebut dibumbui tingkah-polah dua gadis remaja bernama Ani (Nurbani Jusuf) dan Ina (Suzanna) yang centil. Ina dititipkan pada bu Siti karena orangtuanya yang sibuk berpolitik telah bercerai.
Lagu dan Tema Saling Menguatkan
Tema kesetaraan gender dan hak perempuan kerap diangkat oleh Usmar Ismail di tahun 50-an. Melalui film ini, khususnya, ia menyiratkan agar perempuan memilih jalan hidupnya sendiri dan berani menyuarakan haknya. Namun, ia juga mengingatkan bahwa rumah tangga bisa hancur bila seorang perempuan mengutamakan karir.
Usmar Ismail menyelesaikan semua ketegangan dalam "Asrama Dara" dengan jenaka, diselingi lagu-lagu yang terlalu jadul untuk dilewatkan. Saya menganjurkan agar Anda mengencangkan volum suara di gawai Anda ketika para artis mendendangkan "Suami Istri Bahagia", "Trem & Bis Kota", "Puspa Jelita", atau "Rindu Lukisan". (Lagu yang terakhir dikarang oleh Ismail Marzuki.)Â
Selain memanjakan telinga, lagu-lagu ini terasa sangat pas dalam menyampaikan pada setiap babak.
Komentar dari Mereka yang Telah Menonton
Ada banyak unsur yang menjadikan "Asrama Dara" sebuah mahakarya. Terlalu banyak untuk diceritakan melalui tulisan yang singkat ini. Namun, bila Anda belum tergugah juga untuk menontonnya, mungkin komentar-komentar dari youtube berikut dapat menggerakkan hati Anda.
Hadi : "Sumpah dialognya enak banget didengernya, ternyata film tahun 1958 sebagus ini. Gue yang tadinya iseng doang ngeklik jadi nonton sampe abis."
Fa Kon Euw Yong : "Dialognya tetap pakai bahasa Indonesia, gak dicampur Inggris hanya untuk klihatan pintar & trendy. Seharusnya Film ini menjadi teladan bagi Pembuat Film yg memang benar-benar mau menghasilkan karya seni bermutu."
Mahyaruddin Hanifa Official : "Film Ini sangat berkualitas dan natural banget . . . Dialog nya Tidak seperti di buat-buat . . . film ini seperti nyata . . . Acting Para pemain nya sangat bertalenta. . . Ini thn 1958 lohh kok bisa sehebat ini film nya . . . yang jangan kan jauh dari gadjet atau dunia Internet seperti sekarang berkomunikasi jarak jauh pun masih surat menyurat.!!! Film zaman sekarang pun boleh di hitung jari yang sebagus film ini. . . Apik banget!!!"
Hari Sasongko : "Gila keren banget!!! Â Dahsyat!!! Thn 50an seniman kita udah bisa bikin film kyk gini."
Ivan Taruko : "Kosakata bahasa indonesianya jelas dan gampang dimengerti..sangat baik"
Sue Klaus Mikaelson : "Aku suka filem ini . . ada pengajaran yg aku dapat. . . Friendship, Sisterhood, Kasih Syg, Kekeluargaan dan Cinta "
Agnes Sunengsih : "Saya kelahiran Agustus 85, saya tadinya cuma liat diberanda seliweran gambar film ini, lama-lama penasaran saya liat mpe habis. JUJUR filmnya bagus banget "
kotimah karsam : "Baju dresnya bagus bagus . . . jaman dulu msh banyak wanita yg berpakaian rok, dres"
Kimjoohans : "Maaf ni saya salah fokus ,cuma fashion style nya keren keren yaampun, kaya bukan indonesia kaya eropa gitu bagus banget, coba aja sekarang banyak yang begaya kaya gini pasti keren."
Suchaou Uzumaki : "Saya baru tahu dialog di tlp dengan menggunakan kata - kata "KEREN" ternyata sudah ada di tahun 1958 . . . saya kira KEREN dialog prokem jaman now!"
Enny Khurniasari : "Ketika Bahasa Indonesia belum kecampur which is-which is an"
Hugo Lekahena : "Untuk produksi film tahun 1958 Sinematografi film ini bagus banget, Â Lighting, set dan wardrobe nya juara.!!!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H