Maksud Yesus jelas: kamu harus memberikan kepada kaisar apa yang ada gambar kaisarnya, dan kepada Allah apa yang ada "gambar Allah".Â
Sekarang, bagaimana aplikasi praktis dari prinsip tersebut?
Gambar dan tulisan siapakah yang tertera di setiap rupiah kita? Logo Bank Indonesia dan Garuda Pancasila. Bukan pak Jokowi. Jadi, setiap orang Kristen wajib mengembalikan uang yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pajak bagi Republik Indonesia.
Ada dua implikasi dari perintah Yesus tersebut. Pertama, bahwa pajak yang harus dibayarkan tidak bergantung pada rezim apapun. Tidak ada indikasi bahwa Yesus mengizinkan murid-murid-Nya tidak membayar pajak hanya karena mereka tidak suka dengan pemerintahnya.
Bukan karena orang Kristen takut kepada pemerintah yang berkuasa, melainkan karena mereka takut kepada Allah.
Ini sesuai dengan ketetapan Allah di bagian-bagian Alkitab yang lain. Dalam perikop "Kepatuhan kepada Pemerintah" (Roma 13:1-7), misalnya, rasul Paulus mengingatkan, "Barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah" (ay. 2).Â
Paulus tidak memilah-milah rezim manapun. Mengapa? Sebab, alasannya, "tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah".Â
Orang-orang Kristen memiliki paradigma dual-citizenship di dalam dirinya. Secara daging ia adalah warga bagi negaranya; secara rohani, ia adalah warganegara surga. Seorang Kristen harus menunjukkan kepatuhannya kepada dua tanah air itu.
Kedua, audience yang mendengarkan Yesus, yaitu orang-orang Yahudi, paham betul bahwa manusia diciptakan menurut gambar Allah (imago-Dei). Doktrin itu tertulis di dalam kitab Torah (Kejadian 1:26).
Jika pada diri manusia terdapat gambar Allah, maka, seperti halnya koin Romawi, manusia harus memberikan diri mereka kepada yang empunya gambar itu, yaitu Allah.Â
Jadi, bukan sekadar persepuluhan, pak Arief!