Mohon tunggu...
Philip Manurung
Philip Manurung Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

lahir di Medan, belajar ke Jawa, melayani Sulawesi, mendidik Sumatera; orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Decacorn Titanicum, Bila Raksasa Startup Tenggelam Seperti Titanic

10 April 2019   16:40 Diperbarui: 11 April 2019   10:09 1391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: akamaized.net)

Mengenang Moralitas Titanic

Pada hari ini, tepat 107 tahun yang lalu, kapal RMS (Royal Mail Ship) Titanic mengangkat jangkar dan memulai pesiar perdananya. Dengan percaya diri, kapal terbesar pada zamannya itu meninggalkan Southampton, Inggris menuju New York. Hanya empat hari berselang, kapal yang diyakini unsinkable itu menabrak sebuah gunung es di lepas pantai Newfoundland dan tenggelam.

Sampai kini masih belum jelas apa penyebab sebenarnya dari bencana yang merenggut nyawa setidaknya 1.500 penumpang dan awak kapal tersebut.

Beberapa orang menyalahkan Kapten E. J. Smith yang menginstruksikan kapal berbobot 46.000 ton itu melaju dengan kecepatan tinggi (22 knot). Padahal, pada musim itu perairan Atlantik Utara penuh bongkahan es. 

Yang lain meyakini operator radio bersalah karena mengabaikan peringatan maha-penting tentang kehadiran gunung es. Beberapa menyalahkan pabrikan kapal, sebab tiga juta paku yang melekatkan pelat-pelat lambung Titanic diketahui terkontaminasi terak (slag). Ini mempercepat pelemahan integritas lambung kapal yang terbentur.

Apapun spekulasinya, hasil investigasi terhadap bangkai Titanic menunjukkan bahwa raksasa logam sepanjang 265 meter itu dikalahkan oleh serangkaian kebocoran kecil, bukan satu lubang besar.

Apapun spekulasinya, hasil investigasi terhadap bangkai Titanic menunjukkan bahwa raksasa logam sepanjang 265 meter itu dikalahkan oleh serangkaian kebocoran kecil, bukan satu lubang besar.

Tragedi Titanic menyesapkan ajaran moral menyangkut keangkuhan dan ketelodoran manusia. Para insinyur, yang begitu angkuh meyakini kapal ciptaannya tidak akan tenggelam, dipermalukan oleh hukum Archimedes yang sederhana.

Kini, nama Titanic menjadi tugu peringatan bahwa teknologi yang begitu canggih pun harus tunduk kepada ketidakpastian.

Decacorn di Atas Awan Disrupsi

Ketidakpastian merupakan ciri dari Revolusi Industri (RI) 4.0. Segala jenis bisnis dan industri bersifat disruptif. Perubahan terjadi begitu cepat, hampir tidak menyisakan cukup waktu untuk beradaptasi.

Di era disrupsi ini lahirlah berbagai perusahaan rintisan (start-up) yang dengan cepat meraksasa. Salah satunya adalah PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (AKAB), atau yang akrab disebut GoJek. Penyedia layanan ride-hailing tersebut baru-baru ini dinobatkan berstatus decacorn. Didanai sejumlah investor (Google, JD.com Inc, Tencent, Mitsubishi Corporation, Provident Capital, dsb.), valuasi GoJek ditaksir mencapai US$ 10 miliar.

(Sumber: shopify.com)
(Sumber: shopify.com)

Pesatnya perkembangan bisnis decacorn dimungkinkan dengan utilisasi e-wallet. Fitur e-wallet berbeda dari e-money yang berbasis kartu. Karena berbasis server, penggunaan e-wallet hanya memerlukan aplikasi dan PIN. PT AKAB memiliki aplikasi e-wallet terpisah bernama GoPay.

Pada awalnya, GoPay dimaksudkan untuk mempermudah pembayaran cashless oleh para pengguna GoJek. Namun, sang pendiri, Nadiem Makariem, berhasil mentransformasi GoPay sehingga menjadi sebuah provider e-wallet mandiri berskala Titanic.

Dikutip dari cnbcindonesia.com, transaksi pengguna GoJek pada tahun 2018 mencapai US$ 9 miliar (Rp 125 triliun); hampir setara dengan valuasi decacorn itu sendiri. Sementara itu, transaksi menggunakan GoPay berkontribusi sebesar 69,6%, atau senilai US$ 6,3 miliar (Rp 87 triliun). Fantastis!

Pendapatan masif ini hanya dimungkinkan setelah GoJek menggurita. Tidak kurang dari 2 juta mitra pengemudi, 400.000 merchant, 1,5 juta agen, dan 600.000 penyedia jasa menjadi tangan-tangannya untuk melayani kebutuhan penduduk negeri.

Besarnya skala bisnis GoJek membuatnya harus melepaskan diri dari kaidah-kaidah kuno. Perusahaan-perusahaan dari generasi sebelumnya cukup puas bila memiliki jaringan distribusi multi-channel. Sebuah produsen fast moving consumer goods (FMCG), misalnya, umumnya memberdayakan kanal ritel tradisional, agen, ritel modern, hotel-restaurant-cafe (horeca), dan komunitas. Itu saja.

GoJek tidak bisa begitu. Ia adalah sebuah aplikasi super (super-app) omni-channel. Kanal-kanal distribusi dan layanan jasanya tak terbatas. Saat ini ia memiliki layanan transportasi, pengiriman makanan, pijat, entertainment, salon, consumer-retail, medis, pembayaran BPJS, PLN, pulsa, voucher games, dsb. Antara produk dan agen hampir tidak lagi dapat dibedakan. Hanya Tuhan yang tahu entah layanan apalagi yang nanti ditawarkan.

GoJek adalah sebuah aplikasi super (super-app) omni-channel. Kanal-kanal distribusi dan layanan jasanya tak terbatas.

(Sumber: akamaized.net)
(Sumber: akamaized.net)

Dengan sejumlah prestasi dan rekor tersebut, para pemangku jabatan tentu layak mengharapkan GoJek-corn terus berjingkrak di atas awan. Gelar "Hectocorn" pun bukan mustahil diraih. Namun, kita tidak boleh menafikan kemungkinan bahwa di atas awan disrupsi, kuda magis itu masih bisa terjungkal.

Belajar dari Tumbangnya Para Raksasa 

Belajar dari buku Blue Ocean Strategy (2005) ada tiga hal yang seringkali dapat merobohkan perusahaan-perusahaan raksasa.

1. Tidak fokus

Godaan terbesar top-management adalah melakukan diversifikasi. Setelah sebuah perusahaan start-up sukses dengan satu produk, biasanya mereka mencoba peruntungan di bidang atau produk lain. Sayangnya, menurut W. Chan Kim dan Rene Mauborgne, langkah ini merupakan resep menuju kehancuran. Contoh yang paling membekas adalah perusahaan Kodak.

Godaan terbesar top-management adalah melakukan diversifikasi.

2. Munculnya kompetitor "blue-ocean"

Ancaman tidak selalu datang dari kompetitor pada industri yang sama (source of business). Seringkali, kinerja penjualan suatu perusahaan dipengaruhi oleh industri baru yang berbeda. Ada banyak contohnya. Menurunnya penjualan merek teh tertentu diakibatkan munculnya jenis minuman yang baru: cola. Ada masa ketika raksasa piranti keras IBM takluk kepada perusahaan piranti lunak Windows.

Perkembangan teknologi di era disruptif dapat dengan cepat mematikan suatu industri, bukan hanya satu perusahaan. Kehadiran Stadia, pelopor cloud-gaming, otomatis mengancam industri konsol permainan berbasis blue-ray. Bisa jadi kemunculan teknologi 5G, 6G, dst., akan merangsang temuan lain menggantikan fitur e-wallet andalan Gojek.

Perkembangan teknologi di era disruptif dapat dengan cepat mematikan suatu industri, bukan hanya satu perusahaan.

3. Keengganan berinovasi

Dalam tahun-tahun awal kemunculan Android, Nokia masih merupakan rajanya ponsel. Namun, jajaran direksi perusahaan asal Finlandia itu meremehkan potensi sistem operasi baru yang berbasis Linux. Mereka lebih nyaman dengan Symbian. Setelah para pesaingnya ramai-ramai mengadopsi Android dan unggul di pasaran, barulah mereka tersadar. Sayangnya, semua sudah terlambat.

Ketika suatu pasar mengalami saturasi, kompetisi di dalamnya menjadi berdarah-darah (red-ocean). Lihat saja BukaLapak, Tokopedia, JD.ID, Shopee, Lazada, dan sejenisnya. Dalam situasi demikian, tiba-tiba muncul ceruk pasar yang baru. 

Biasanya, kesuksesan perintis pasar yang baru segera diikuti kemunculan perusahaan-perusahaan start-up. Sementara itu, pasar yang lama menjadi out-dated dan ditinggalkan.

Berkaca dari tenggelamnya Titanic, saya sungguh merasa bahwa perusahaan-perusahaan decacorn bisa mengalami nasib yang sama. Tidak perlu sebuah lubang besar untuk menenggelamkan Titanic; begitu pula, tidak perlu sebuah kesalahan besar untuk meruntuhkan sebuah decacorn.

Berkaca dari tenggelamnya Titanic, saya sungguh merasa bahwa perusahaan-perusahaan decacorn bisa mengalami nasib yang sama.

Derajat perubahan dalam era disrupsi begitu hebat sehingga industri yang baru (blue-ocean) bisa muncul dengan cepat. Tidak peduli seberapa banyak inovasi dan perbaikan telah dilakukan, bila zaman memang sudah berubah, maka perusahaan itu, beserta pasarnya, akan lenyap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun