Mohon tunggu...
Philip Manurung
Philip Manurung Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

lahir di Medan, belajar ke Jawa, melayani Sulawesi, mendidik Sumatera; orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ketika Orasi Menjadi "Onani Politik"

8 April 2019   16:12 Diperbarui: 8 April 2019   21:27 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://khalilcenter.com 

Setelah puas makan puja-puji, mereka pun pulang. 

Tidak ada ide, tidak ada inspirasi. Tidak ada kerja, tidak ada hasil. Persis seperti masturbasi.

Mekanisme dan Motivasi Masturbasi

Secara psikologis, ada banyak alasan mengapa seorang bermasturbasi. Tekanan hidup, kekosongan, kekecewaan dan luka batin menimbulkan krisis bagi seseorang. Tak tahan menghadapi krisis, orang-orang tertentu mencari sarana untuk katarsis, semacam mekanisme pembelaan diri (defense-mechanism). Untuk mengalihkan rasa sakit, mereka lari ke dunia fantasi.

Orang-orang yang pernah mengalami trauma psikis, atau sexual abuse, sering didapati lari kepada obat-obatan atau penyimpangan seksual. Sekali mengalami kenikmatan dari aktivitas tersebut, seorang akan terjebak dalam sebuah kecanduan. Kita telah melihat contohnya pada kasus Andi Arief beberapa waktu lalu.

Baca: https://www.kompasiana.com/philipmanurung/5c7e6310677ffb3b9530cfa6/mengapa-bang-andi-harus-nyabu

Ilmu kedokteran memberi penjelasan tentang mekanisme di balik masturbasi yang mencandu. Kegiatan swalayan ini memicu hipotalamus melepaskan sejumlah senyawa kimia, seperti dopamin dan oksitosin, sebagai reward. Hormon-hormon ini menghasilkan segala perasaan kenikmatan dan kenyamanan. Kekurangannya, efeknya memiliki masa kadaluarsa.

Setelah beberapa waktu, otak akan kembali normal. Namun, sebuah pola baru terbentuk. Otak akan mencari (craving) reward yang sama. Maka, terciptalah sebuah lingkaran setan.

Sumber gambar: https://khalilcenter.com 
Sumber gambar: https://khalilcenter.com 

Ironisnya, kekecewaan terbesar yang bisa kita dapat terjadi di dalam keluarga. Orangtua yang otoriter kuat dalam pengawasan tetapi lemah dalam dimensi kehangatan dan komunikasi. Anak-anak mengalami relasi yang renggang dengan orangtua jenis ini. Tanpa disadari, mereka tumbuh menjadi pribadi yang tertutup dan rentan terhadap kecanduan.

Ceritanya akan berbeda seandainya si anak merasa self-sufficient. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun