Mohon tunggu...
Philip Manurung
Philip Manurung Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

lahir di Medan, belajar ke Jawa, melayani Sulawesi, mendidik Sumatera; orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

HP Sabtu-Minggu, Cara Kami Menangkal Serangan Sinar Biru

5 April 2019   10:36 Diperbarui: 5 April 2019   18:36 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sabtu pagi pukul enam. Pintu kamar diketuk. Masih setengah sadar tetapi saya sudah tahu apa yang akan terjadi: keponakan-keponakan saya meminta handphone (HP) mereka dikembalikan. Mereka tidak sabar mau bermain PUBG.

Satu bulan telah berlalu sejak kami, paman dan bibi mereka, memutuskan menerapkan aturan "HP Sabtu-Minggu". Ini adalah cara kami mengetatkan penggunaan HP pada anggota-anggota termuda di rumah kami. Yang kecil masih duduk di kelas 4, sedangkan kakaknya di kelas 7. Kami harus melakukannya, sebab ayah mereka, single parent, jarang di rumah.

Awalnya memang sulit sekali. 

Mengekang nafsu bermain games mereka ibarat mencoba menutup mulut buaya muara hanya dengan dua tangan. Baru dua hari terpisahkan dari ponsel, anak-anak itu sudah menunjukkan tanda-tanda sakaw: uring-uringan, mati gaya, dan tidak bergairah. 

Namun, harus begitu demi kebaikan mereka di masa depan. Lagipula, kami tidak rela mereka lekas menggunakan kacamata.

Sinar Biru Si Pengganggu

Sebenarnya kami sudah mengetahui tentang bahaya sinar biru (blue-light) sejak tahun lalu. Menurut suatu penelitian yang kami baca, barangsiapa memakai HP atau tablet beresiko terpapar radiasi sinar biru (blue-light radiation) yang berbahaya bagi mata. Namun, seperti orang Indonesia pada umumnya, kami tidak menganggapnya sesuatu yang mendesak.

Kami baru tersentak ketika suatu kali keponakan-keponakan itu dibawa ke pemeriksaan mata gratis di sebuah gereja lokal. Dokter yang memeriksa mereka langsung memberi vonis: kurangi main games di ponsel atau segera pakai kacamata. And, guess what, ia merujuk istilah yang sama sebagai penyebabnya: sinar biru.

Naluri sains mendorong saya untuk menyelidiki apa gerangan sinar biru ini. Kita tahu cahaya atau sinar adalah sebuah spektrum gelombang elektromagnetis. Sinar biru adalah satu bagian yang kelihatan dari spektrum itu selain mejikuhiniu (merah, jingga, kuning, hijau, nila, ungu).  Lantas, masalahnya apa?

Sinar biru memiliki panjang gelombang yang sangat pendek sehingga menghasilkan energi yang lebih besar di antara yang lain. Pabrikan layar LED memanfaatkan sinar biru artifisial untuk meningkatkan intensitas terang semua gawai yang kita gunakan: televisi, laptop, tablet, dan ponsel. Di antara semuanya, layar tablet dan ponsel-lah yang berinteraksi paling dekat dengan mata kita.

Penelitian menunjukkan bahwa terpapar sinar biru artifisial dalam waktu lama dapat menyebabkan berbagai masalah: mata kering, sakit kepala, kerusakan retina, hingga memicu kanker, diabetes, dan penyakit jantung  (bluelightexposed.com). 

Celakanya, keponakan kami terbiasa bermain ponsel 5 hingga 6 jam nonstop setiap hari.

Sumber: bluelightexposed.com
Sumber: bluelightexposed.com

Dr. Jim Kokkinakis, salah satu peneliti yang mengungkap bahaya sinar biru ini, mengatakan bahwa mata anak-anak paling rentan terdampak bahaya sinar biru. 

Seiring bertambahnya usia, lensa mata kita perlahan menguning, sehingga secara alami dapat menangkal sinar biru. Karena mata anak-anak masih berkembang, sinar biru dapat menembus lebih dalam hingga ke retina mata (dailytelegraph.com.au; 25 Agustus 2014).

Beberapa Antidot Sinar Biru

Sebelum menerapkan aturan "HP Sabtu-Minggu", sebenarnya ada beberapa opsi yang kami pertimbangkan untuk menyelamatkan mata keponakan-keponakan kami.

1. Mengganti setiap gawai dengan produk berteknologi Low Blue Light.

Beberapa perusahaan elektronik mulai memproduksi layar televisi atau komputer yang memancarkan radiasi sinar biru minimal. Salah satunya, BenQ, raksasa piranti komputer dari Taiwan. Namun, ketersediaan produk demikian di Sulawesi Utara masih amat jarang. Lagipula, kami belum mampu mengeluarkan banyak uang untuk membeli perangkat-perangkat baru.

2. Membeli kacamata anti sinar biru.

Sumber: bluelightexposed.com
Sumber: bluelightexposed.com

Membeli kacamata penangkal sinar biru tampaknya alternatif yang masuk akal. Di Jepang, telah banyak toko ritel menjual kacamata anti sinar biru tanpa resep dokter. Di dalam negeri, kacamata jenis ini telah banyak dijual secara online. Harganya berkisar dari Rp 150 ribu hingga 250 ribu. Optik Seis menjualnya dengan harga Rp 261 ribu (optikseis.com).

Namun, mengingat tingkat keaktifan dan keteledoran keponakan-keponakan kami, opsi ini harus dianulir. Terlalu banyak barang atau mainan rusak di tangan mereka.

3. Mengurangi waktu terpapar sinar biru

Opsi ini tampaknya yang paling murah dan efektif. Membatasi waktu yang dihabiskan anak-anak bermain HP otomatis akan mengurangi waktu mereka terpapar sinar biru. Kuncinya ada pada pengawasan orang tua atau wali.

Mengingat tingginya daya adaptasi keponakan-keponakan kami, maka diputuskan bahwa pengurangan waktu bermain HP akan dilakukan secara ekstrem: dari 7 hari seminggu menjadi 2 hari. Itupun, dengan jeda (break) pada tengah hari untuk tidur siang.

Manfaat Aturan "HP Sabtu-Minggu"

Setelah satu bulan berjalan, kami mengevaluasi dampak yang dihasilkan dari aturan tersebut. Seperti yang saya katakan di awal, hari-hari pertama tidaklah mudah. Beberapa kali kami mendapati mereka pergi ke rumah temannya untuk menonton temannya bermain HP.  Namun, setelah dua minggu, anak-anak itu pun bosan. Mereka kembali bermain di rumah.

Secara keseluruhan, kami mulai menuai beberapa dampak positif dari diet ketat "HP Sabtu-Minggu".

1. Keluhan pusing berkurang

Keponakan yang lebih tua dulu sering mengeluhkan sakit kepala dan mual-mual, terlebih pada hari libur. Itu adalah hari ketika mereka biasanya memuaskan diri bermain HP. Kini, ia tidak pernah mengeluhkan hal itu lagi. Mengurangi jam terbang bermain games terbukti memulihkan kesehatan mereka.

2. Belajar menjadi lebih fokus

Beginilah ritual belajar keponakan-keponakan kami sebelum aturan "HP Sabtu-Minggu" diberlakukan: buka buku, baca 10 menit, lihat HP, ditegur, baca 10 menit, lihat HP, ditegur, and the story goes on and on. Dan, ketika membaca, mereka sering terlihat mengucek-ucek mata. Ini menegaskan hasil penelitian bahwa mata lebih jarang berkedip ketika kita menatap layar HP. Akibatnya, mata menjadi kering dan perih.

Setelah pemakaian HP dibatasi, anak-anak itu lebih nyaman belajar. Mereka lebih fokus. Tangan mereka tidak lagi "gatal" ingin memegang HP.

3. Lebih banyak aktivitas luar ruangan

Dua ekor anjing peliharaan kami adalah korban dari gadget-addiction. Selama keponakan-keponakan itu bermain games, mereka jarang dibelai. Setelah ketergantungan mereka bermain HP berkurang, mereka lebih sering menghabiskan waktu bermain dengan Twitter dan Bruno. Ada perasaan senang ketika melihat anak-anak itu bermain dengan anjing mereka lagi.

Saya menyadari bahwa langkah yang kami ambil tidak serta-merta dapat diimplementasikan pada semua keluarga. Masing-masing orang tua tahu seberapa besar daya adaptasi anak-anak mereka. 

Aturan "HP Sabtu-Minggu" adalah perubahan yang terlalu drastis untuk diterima banyak anak. Hasilnya pun mungkin berbeda. Namun, manfaat yang akan didapat anak-anak itu jauh lebih besar dari pengorbanan yang harus mereka tanggung.

Mari, selamatkan mata anak-anak kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun