Kata yang ilahi ternyata menubuh. Sang Kata yang kekal mengenakan suatu dimensi yang fana. Mungkinkah?
Di India, para penganut Sikh memuliakan Guru Granth Sahib sebagai guru yang terakhir dan tertinggi. Ia adalah guru spiritual yang kekal bagi kaum Sikh dan seluruh umat manusia. Guru Sahib berwujud sebuah buku.
Manusia telah lama menyaksikan metamorfosis kata. Kata-kata tidak lagi sekadar didengar atau dibacakan.
Kata dapat dilihat. Sebelum aksara dan abjad ditemukan, manusia prasejarah menggunakan lukisan untuk menyampaikan gagasan. Demikianlah ide yang dibawa mati oleh manusia-manusia gua bisa diketahui dan diapresiasi oleh manusia modern.
Kata dapat dicium. Aroma atau wewangian tertentu membawa kenangan terhadap seseorang, suatu tempat atau peristiwa. Dupa dipakai dalam sejumlah kebaktian agama guna menciptakan metanarasi mistis yang merujuk kepada ilahi yang transenden.
Kata dapat dikecap. Perayaan Ekaristi membuktikannya. Di rumah-rumah ibadah kaum Nasrani dimaksudkan agar umat berkesempatan untuk mencicipi sang Kata dalam rupa roti dan anggur. Â
Kata dapat diraba. David Eagleman, ilmuwan saraf di Kolese Kedokteran Baylor, Houston, membuat alat yang dapat menolong penyandang tunarungu memahami perkataan. Kata-kata verbal dikirim sebagai data secara nirkabel dan mengaktifkan rompi khusus yang dipakai tuan tunarungu. Melalui latihan tertentu, penyandang tunarungu dapat mengartikan pola-pola vibrasi yang dirasakannya melalui rompi tersebut.
Sesuai perkembangan zaman, manusia mengenakan kepada kata-kata modus-modus indrawi. Pertama, kata ditempatkan menurut relief intonasi dan menghasilkan puisi. Lalu, kata-kata digandengkan dengan alunan nada dan menghasilkan lagu. Sejak zaman modern, kata dikawinkan dengan gambar atau lukisan. Jadilah poster, komik, atau novel bergambar.
Selanjutnya, teknologi multimedia mengambil alih; meracik kata-kata dalam kombinasi lagu dan gambar. Kini kita menikmati sinema, dengan video-musik sebagai turunannya.
Saat ini puncak dari metamorfosis kata dapat ditemukan pada konser atau pertunjukan hidup. Pada momen-momen itu seluruh pancaindra manusia dilibatkan untuk menghayati kata-kata.
Jika demikian, apakah yang dapat kita katakan sekarang? Hendaknya kita mulai men-sakralkan kata. Tujuan politik yang fana janganlah sampai menggagahi dan memperbudak kata-kata yang rupanya bersumber ilahi. Setiap kata menuntut pertanggungjawaban ketika sang Kata datang menghakimi.