Keanekaragaman jenis hewan di Indonesia sangatlah tinggi namun saat ini populasi beberapa spesies hewan telah menurun secara drastis. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu rusaknya habitat asli, adanya perburuan liar illegal (overhunting), perubahan iklim yang ekstrim, pembukaan lahan demi kepentingan manusia, dan adanya spesies invasif yang mengancam eksistensi spesies lainnya.Â
Faktor-faktor tersebut telah menyebabkan banyak spesies hewan yang berada dalam status extinct (punah), critically endangered (kritis), endangered (terancam), vulnerable (rentan), dan least concern (berisiko rendah).Â
Salah satunya adalah spesies Presbytis rubicunda atau dikenal sebagai lutung merah yang  memiliki habitat asli di pulau Kalimantan dan dapat ditemukan juga di Malaysia serta Kepulauan Karimata. Lutung merah biasanya disebut dengan kelasi atau khalasi oleh masyarakat Kalimantan. Lutung merah  merupakan  hewan  arboreal yang memiliki  ekor panjang dan rambut berwarna kemerahan.
Berdasarkan IUCN Red List dan CITES, spesies lutung merah ini dikategorikan dalam status least concern dan appendix II yang berarti bahwa spesies ini kepunahannya berisiko rendah atau rentan terhadap gangguan yang ada namun dapat mengalami kepunahan apabila tidak adanya perlindungan terhadap spesies tersebut. Walaupun spesies ini masih tergolong dalam status least concern bukan berarti manusia tidak perlu memperhatikan keadaan lutung merah.Â
Bagaimanapun lutung merah juga termasuk spesies unik yang merupakan bagian dari Indonesia maka dari itu masyarakat Indonesia sudah seharusnya menjaga kelestarian spesies ini. Terlebih lagi maraknya kebakaran hutan di pulau Kalimantan yang dapat membahayakan kelestarian spesies lutung merah dan sangat memungkinkan berpengaruh besar terhadap penurunan populasinya.Â
Dengan melihat adanya faktor-faktor pengancam keberadaan lutung merah ini, pemerintah kota di Kalimantan telah berupaya melakukan pelestarian lutung merah dengan melindunginya didalam Cagar Alam Tanjung Putting dan Suaka Margasatwa Pelaihari Tanah Laut. Namun, masyarakat sekitar belum melakuan upaya khusus terhadap pelestarian spesies lutung merah ini. Maka dari itu, perlu adanya upaya konservasi yang lebih dikhususkan bagi satwa dan ekosistem yang dihuni oleh satwa tersebut.
Lutung merah memiliki ciri khas yaitu pada rambutnya yang berwarna cokelat kemerahan, ekornya yang panjang melebihi ukuran tubuhnya, dan wajah berwarna abu-abu kebiruan. Spesies ini merupakan hewan herbivora yang biasanya memakan biji-bijian, dedaunan, buah-buahan, dan beberapa bunga. Lutung merah memiliki habitat di kawasan hutan hujan, namun lutung juga sering  dijumpai di daerah perkebunan karet, hutan primer pegunungan, hutan mangrove,  dan hutan sekunder daerah perbukitan hingga 600m dari permukaan laut.Â
Lutung termasuk hewan siang hari (diurnal) dan sangat aktif pada pagi dan sore hari. Spesies ini hidup di pohon secara bergerombol antara 2-13 ekor yang secara komunal membesarkan anaknya. Lutung jantan dewasa pada kelompok tersebut akan melindungi kelompok dan wilayahnya dari lutung-lutung yang lain.Â
Lutung merah memiliki tingkah laku khusus dalam mencari makan, grooming, reproduksi, lokomosi (pergerakan), dan vokalisasi.  Lutung merah merupakan hewan pemakan tumbuhan, biasanya satwa  ini memakan dedaunan, biji-bijian, buah-buahan, dan beberapa jenis bunga. Dedaunan dan bunga yang dimakan oleh lutung merah ini biasanya yang masih muda sehingga perlu memanjat dan menuju ke cabang pepohonan untuk mendapatkan pucuk daun tersebut.Â
Adapun tingkah laku lainnya yaitu grooming yang merupakan perilaku khas dari satwa primata yaitu tingkah laku menyisik dan mencari kutu pada tubuhnya atau tubuh lutung lainnya. Tingkah laku sosial ini telah dibiasakan sejak masa kecil lutung oleh indukannya.
Lutung merah jantan biasanya tidak hanya mengawini satu lutung betina saja tetapi dapat mengawini beberapa lutung betina sekaligus bahkan dapat terjadi perkawinan yang berlipat ganda. Biasanya lutung betina melakukan pendekatan terlebih dahulu kepada lutung jantan secara berirama. Pada umumnya pergerakan lutung dibedakan menjadi empat jenis, yaitu quadrapedal, leaping, climbing, dan arm-swinging.Â
Pergerakan lutung merah ini termasuk dalam jenis quadrapedal yang menggunakan keempat tungkainya untuk berjalan dan berlari juga. Lutung merah merupakan hewan arboreal yang berarti hidup di atas pepohonan sehingga dalam berkomunikasi pun diperlukan suara yang cukup terdengar dari jarak yang cukup jauh.Â
Jenis vokalisasi yang dilakukan oleh lutung merah terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu suara yang keras dan panjang dengan tujuan untuk menunjukan batas wilayah dari sekelompok lutung merah, dan panggilan peringatan yang menunjukan bahwa lutung merah merasa terganggu serta melihat penyusup atau hewan asing  atau kelompok lutung lainnya.
Di dalam ekosistemnya, lutung merah memiliki nilai yang cukup bermanfaat yaitu persebaran biji dari suatu tumbuhan. Dengan begitu dapat membantu persebaran flora dalam suatu wilayah merata dan juga dapat membantu proses dormansi biji karena lutung merah ini juga memakan biji-bijian sehingga dapat membantu proses regenerasi hutan.Â
Sedangkan, dalam konteks ekonomi, satwa ini diperjualbelikan sebagai bahan obat tradisional bagi masyarakat sekitar. Jadi dapat dikatakan bahwa lutung merahmemiliki nilai ekologi dan ekonomi yang cukup tinggi. Namun, populasinya justru terancam karena maraknya kebakaran hutan di pulau Kalimantan yang menjadi salah satu faktor terbesar kepunahan satwa yang berada di suatu ekosistem hutan. Hal ini tidak hanya membahayakan lutung merah tetapi juga membahayakan satwa lainnya yang mungkin statusnya lebih mengkhawatirkan dibandingkan dengan satwa primata ini.Â
Adapun faktor-faktor lainnya yang dapat membahayakan keberadaan lutung merah, yaitu penebangan hutan dan pembakaran hutan dengan sengaja demi pembangunan lahan dalam skala besar, perburuan liar, perdagangan illegal, dan pemanfaatan yang berlebih. Pemerintah kota Kalimantan dan beberapa pihak telah melakukan upaya konservasi bagi lutung merah, yaitu dengan cara relokasi lutung merah ke kawasan cagar alam Tanjung Putting dan Suaka Margasatwa Pelaihari Tanah Laut.Â
Konservasi lutung ini tidak dapat dilakukan dengan sembarangan karena untuk perawatannya sendiri perlu dilakukan oleh seseorang yang ahli dalam perawatan primata. Karena hewan primata sangat sensitif dan mudah tress sehingga memerlukan perlakuan khusus seperti suhu dan kelembaban yang cocok sebagai tempat tinggal lutung merah.
Keseimbangan antara pemanfaatan dan upaya konservasi lutung merah belum cukup memadai dan belum efektif  karena pemanfaatannnya melanggar peraturan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.Â
Satwa yang dilindungi tidak boleh untuk diperjualbelikan sedangkan lutung merah telah diperjualbelikan demi kepentingan manusia sehingga ini telah menyalahi upaya konservasi yang seharusnya lutung merah perlukan. Seharusnya tidak hanya pemerintah yang memiliki kesadaran akan pelestarian satwa primata ini melainkan perlunya kesadaran masyarakat sekitar untuk menjaga eksistensi lutung merah. Upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah dengan memonitor kawasan hutan dimana lutung merah berada. Karena apabila habitat lutung terjaga maka kemungkinan punahnya spesies ini akan lebih kecil.Â
Penjagaan (monitor) hutan ini dapat dilakukan oleh masyarakat atau dengan menugaskan beberapa orang khusus. Upaya ini cukup efektif  karena membebaskan lutung merah untuk hidup di habitat liarnya sehingga spesies ini tidak terganggu dan merasa stress oleh lingkungan baru. Jika dengan upaya relokasi lutung merah maka satwa primata ini perlu beradaptasi terhadap lingkungannya dan spesies-spesies lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H