Mohon tunggu...
Stephanus Suryanto
Stephanus Suryanto Mohon Tunggu... -

Guru musik, yang selalu berusaha berpikir agar otak ga pikun.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pernikahan dan Perceraian Kehendak Siapa?

5 Mei 2010   20:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:23 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernikahan itu kehendak siapa? Manusia atau Tuhan?
Perceraian itu kehendak siapa? Manusia atau Tuhan?

Seorang kawan dari teman saya pernah berseloroh,"Pernikahan itu (maaf) perzinahan yang dilegalkan/ada izinnya. Jadi kalau mau berzinah sepuas-puasnya, menikahlah".
Saya jadi agak bingung, pikiran dia ga salah, tapi ga benar juga.
Lalu yang saya pikir, mungkin dia nikah ga ada "rasa cinta". Tapi rasa cinta itu gimana yah? Manis, pahit, kecut?

Bagaimana dengan pria-menikah yang suka "jajan"?
Mungkin dia ga puas dengan istrinya.
Kalau saya lihat istri dari kawan teman saya ini sama sekali tidak ada kekurangan (saya sebagai lelaki kalau lihat wanita dari luarnya selalu begitu). Katakanlah, tubuh istrinya tinggi semampai, berisi, cantik, dan seterusnya (kalau istri saya baca komentar ini, anda tau responnya bagaimana?). Singkat kata, saya merasa "rumput tetangga sebelah lebih hijau warnanya".

Kembali lagi pada istri kawan dari teman saya. Meski saya merasa istrinya itu "lebih oke", kadang saya berfikir kenapa dia masih suka "jajan"?
Mungkin juga kawan dari teman saya ini berfikir sama terhadap saya, kok saya suka “jajan”? Nah loh!!! Apa sih yang dicari?!

Kalo saya bisa bilang, cari "SENSASI".

Ga cuma artis yang bisa cari sensasi. Semua manusia bisa dan berhak bikin sensasi. Mungkin lebih enak dibilang "bikin ulah". Bikin ulah dari yang 'cetek' sampai yang 'dalem'.

Artis yang ini bikin ulah selingkuh. Artis yang itu bikin ulah bercerai. Artis yang lain bikin ulah apalagi ga tau. Semua tetap berakhir pada kata sensasi. Saya pun belum tau pasti arti kata SENSASI, harus baca kamus besar bahasa Indonesia.

Kembali ke tulisan yang agak diatas. "Pernikahan itu (maaf) perzinahan yang dilegalkan/ada izinnya. Jadi kalau mau berzinah sepuas-puasnya, menikahlah".

Saya jadi ingat pembantu dari tetangga saya, dia menikah sirih, lalu teman-temannya bersungut-sungut karena tidak setuju.
Nah kawan dari teman saya ini berkata “biar ga dibilang zinah, emang harus begitu”. Saya cuma diam saja, ga mau ikut campur deh. Cuma kalo mau “begituan” ya ga usah nikah. Kan tau harus kemana?

Seperti cerita-cerita film, saat pernikahan tiba, semua bahagia. Saudara, teman, kerabat diundang untuk ikut berbahagia. Janji dihadapan para saksi, dan atas nama Tuhan.
Kalo ada orang sirik tanya macem-macem, pengantin ini jawab,”Allah yang mempertemukan kami, dan menyatukan kami”.

Singkat kata ini kehendak yang di “Atas”. Orang sirik ga bisa komentar lagi. Hayo, anda mau ngomong apa kalo tanya macem-macem terus jawabannya itu?
Yang di”Atas” menurut saya Tuhan.

Mungkin kalau kawan dari teman saya bilang, yang di”atas” itu langit-langit, genteng, kabel listrik, atau apalah.

Kembali ke drama hidup pernikahan.
1 tahun, 5 tahun, 10 tahun, atau beberapa tahun setelah itu, hidup pernikahanpun amblas, hancur berantakan. Diinvestigasi, diselidiki, atau apa istilahnya, akhirnya pasangan pengantin kemarin dulu ini ditanya,”Kok bisa?”
Merekapun berkata,”Ini sudah jalannya” atau “Ini kehendak yang diatas” atau “Yang diatas punya rencana”.

Maaf, tata bahasa Indonesia saya masih kacau.
Tapi kalau kata “nya” dari “jalannya” dan “atas”dari “diatas” itu huruf kecil, terbersit arti langit-langit, genteng, kabel listrik, itu ga masalah bagi saya.

Tapi kalau kata “Nya” dari “jalanNya” dan “atas”dari “diAtas” itu terbersit kata untuk Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa, ini agak menjadi masalah dalam hati saya.
Berani sekali mereka menyalahkan Tuhan.

Jaman sekarang manusia semakin berani menuduh Tuhan macam-macam. Seakan-akan kalau dilihat dari konteks ini, kesedihan dunia itu Tuhan yang buat. Wong, manusia yang memutuskan dan melakukan kok ‘nyalahin’ Gusti Allah.

Kawan dari teman saya ini pernah berkata juga,“Tak ada manusia yang sempurna, tapi tetaplah berusaha untuk menjadi sempurna, dan selalu berusaha menjadi lebih baik”.

Wah, masih ada juga sisi positifnya.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun