Mungkin kalau kawan dari teman saya bilang, yang di”atas” itu langit-langit, genteng, kabel listrik, atau apalah.
Kembali ke drama hidup pernikahan.
1 tahun, 5 tahun, 10 tahun, atau beberapa tahun setelah itu, hidup pernikahanpun amblas, hancur berantakan. Diinvestigasi, diselidiki, atau apa istilahnya, akhirnya pasangan pengantin kemarin dulu ini ditanya,”Kok bisa?”
Merekapun berkata,”Ini sudah jalannya” atau “Ini kehendak yang diatas” atau “Yang diatas punya rencana”.
Maaf, tata bahasa Indonesia saya masih kacau.
Tapi kalau kata “nya” dari “jalannya” dan “atas”dari “diatas” itu huruf kecil, terbersit arti langit-langit, genteng, kabel listrik, itu ga masalah bagi saya.
Tapi kalau kata “Nya” dari “jalanNya” dan “atas”dari “diAtas” itu terbersit kata untuk Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa, ini agak menjadi masalah dalam hati saya.
Berani sekali mereka menyalahkan Tuhan.
Jaman sekarang manusia semakin berani menuduh Tuhan macam-macam. Seakan-akan kalau dilihat dari konteks ini, kesedihan dunia itu Tuhan yang buat. Wong, manusia yang memutuskan dan melakukan kok ‘nyalahin’ Gusti Allah.
Kawan dari teman saya ini pernah berkata juga,“Tak ada manusia yang sempurna, tapi tetaplah berusaha untuk menjadi sempurna, dan selalu berusaha menjadi lebih baik”.
Wah, masih ada juga sisi positifnya.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H