Mohon tunggu...
Phadli Harahap
Phadli Harahap Mohon Tunggu... Freelancer - Aktif di Komunitas Literasi Sukabumi "Sabumi Volunteer"

Seorang Ayah yang senang bercerita. Menulis dan Giat Bersama di sabumiku.com

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Ker Ngeret Tangan si Mawar Kata Anak Kelas 6 SD itu

12 September 2023   10:28 Diperbarui: 12 September 2023   17:13 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ker ngeret tangan si Mawar," Kalimat itu artinya ke dalam bahasa Indonesia adalah "Lagi ngiris tangan si Anu" (bukan nama sebenarnya). Saya terkejut karena didapat dari grup WhatsApp yang ada nama anak saya di dalamnya. Dituliskan oleh seorang temannya dari sekolah lamanya. Siswa yang masih duduk di tingkat sekolah dasar (SD). Semakin kaget karena dibalas teman lainnya, "harus na jeng si Una (bukan nama sebenarnya)." Itu artinya "Harusnya sekalian sama tangan si Una.

Sempat berpikir dua hari, apa yang harus dilakukan sebagai orangtua. Sementara anak saya tampaknya tidak mudeng atau tidak peduli dengan isi WhatsApp tersebut. Setelah diskusi sama istri soal isi WA menjurus tindakan kekerasan tersebut, maka diputuskan diceritakan ke salah satu orangtua di sekolah lama anak saya. Responnya positif, menyarankan anak saya ganti nomor atau diblok saja teman-teman di sekolah lamanya.

Saya memilih untuk memblokir nomor handphone teman-teman dari sekolah lamanya. Anak saya juga tahu kalau handphone yang dipegangnya bukan miliknya hingga dia kelas 3 SMP nanti (setelah usia 13 tahun nanti). Jadi keputusan tentang komunikasi dan isi handphone-nya masih otoritas saya sebagai orangtuanya.

Tidak apa-apa, meski itu artinya anak saya akan kehilangan kontak dengan teman-teman lamanya. Daripada mengikuti grup yang bikin terkejut begitu. "Mengiris tangan si Anu." Apa yang dipikirkan anak-anak kelas 6 SD ketika menuliskannya. Itu yang saya coba telaah. Kok bisa?

Hikmah yang Bisa Dipetik dari Kalimat Kasar Tersebut

Pelajaran dari kasus ini bagi saya adalah orangtua sebisa mungkin mengontrol dan memeriksa apa saja yang dikomunikasikan anak di handphonenya. Baik itu dari isi pesan singkat, telepon ke teman, atau komunikasi saat bermain game. Sehingga, sebagai orangtua mengetahui apa saja yang dilakukan anak-anak. Tidak lupa, tetap membicarakan kenapa tindakan itu dilakukan orangtuanya.

Sementara itu di sekolah baru (anak saya pindah ketika naik kelas 5 ke sekolah baru dengan alasan pekerjaan ibunya), belum terjadi hal serupa. Beberapa grup anak di sekolah baru cenderung membicarakan kegiatan dan pelajaran sekolah. Guru-guru juga aktif berkomunikasi dengan anak-anak. Kalau pun ada tindakan atau omongan kasar tentu saja tetap dikontrol dan jika terjadi hal negatif, tinggal laporkan ke pihak sekolah. Lalu, akan ditangani dengan cepat.

Hal ini yang membuat saya berpikir kalau pindah sekolah tidak merugikan, malah cenderung menjadi pilihan yang tepat. Tindakan, cara komunikasi, dan apa saja yang dilakukan oleh anak, menjadi tanggung jawab orang tua dan perhatian dari pihak sekolah juga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun