Ramai persoalan "Wisuda Sekolah" memang tidak bisa dibiarkan. Karena acaranya benar-benar menguras isi dompet.Â
Bayangkan saja, anak yang belum lulus sekolah pun ikut ketiban apes. Misal, siswa kelas 5 ikut juga mengeluarkan uang untuk bayar biaya gedung, makan, dll.Â
Belum lagi kalau mau ikut menampilkan tari-tarian, orang tua terpaksa sewa baju dan pernak-perniknya. Jadi ya bayarnya dobel-dobel.
Kalau dipikir-pikir biaya wisuda nan mahal itu tidak diperlukan, apalagi pengeluarannya diluar kebutuhan pendidikan seharusnya.Â
Bukan sepenting untuk membayar pembelian buku sekolah dan kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Namun, uang yang dikeluarkan malah bisa bikin orang tua pusing tujuh keliling.Â
Sayangnya, kegiatan acara yang sebenarnya untuk perpisahan dan kelulusan siswa ini bukan hanya terjadi di sekolah swasta. Melainkan di sekolah negeri juga.Â
Bukan hanya sekolah diperkotaan, namun di perdesaan juga yang notabene-nya banyak berstatus "keluarga miskin". Jadi, orang tua dari keluarga miskin pun harus mengeluarkan biaya wisuda yang tidak murah tersebut.
Seperti yang terjadi di Sukabumi, biaya acara kelulusan siswa atau disebut "samenan" ditambah biaya untuk karnaval.Â
Samenan di Sukabumi berlangsung meriah dilakukan dengan arak-arakan ke jalan raya hingga perayaan puncak resmi wisuda para siswa.Â
Beban Orang tua Membayar Biaya Wisuda Sekolah nan Mahal itu
Untuk menyiasati biaya wisuda sekolah yang tentu saja tidak murah. Orang tua pun bersiasat. Mereka mengumpulkan jauh-jauh hari, dari kelas 5. Salah satunya caranya adalah orang tua siswa menabung uang kas sekolah dari sebelum kelas 5.Â
Nantinya sisa iuran kas kelas 5 tidak dikembalikan ke siswa, tetapi disimpan untuk tambahan biaya wisuda kelas 6 kelak. Meski, tetap saja bukan berarti meringankan beban biaya orang tua kelak. Wong, tiap tahun biayanya semakin naik kok.Â
Bagaimana Kalau tidak ada uang kas kelas? Jawabannya orang tua harus berhutang. Di  sekolah tingkat SD di Sukabumi biaya wisuda sekolah bisa mencapai di atas Rp500.000.Â
Orang tua harus mengeluarkan uang sebanyak itu. Padahal biaya SPP atau iuran sekolah bulanannyasaja gratis.Â
Hal tersebut tentu saja aneh, kok bisa SPP sekolah gratis kok biaya perpisahan bisa ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Jadi, biaya tersebut dapat membebani para orang tua.
Meski Kemendikbud sudah bersuara kalau wisuda sekolah tidak boleh memaksa orang tua, tetap saja acara terus berjalan. Tidak memaksa, tetapi membuat orang tua terpaksa. Jadi tidak heran kalau kegiatan tersebut menjadi polemik hingga viral di media sosial.
Kemendikbud sepertinya harus melakukan penelitian seberapa membebankan acara wisuda siswa, agar bukan hanya bersuara demikian, tetapi membuat aturan agar biaya pendidikan lebih ringan, dan tidak perlu mengeluarkan biaya yang tidak penting-penting amat bagi siswa.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H