Kalau diingat-ingat dulu, suara Ayah dan mamak menjadi "alarm hidup" membangunkan anak-anaknya berpuasa. Jika mamak tak ampuh lagi, maka Ayah berteriak, "kek mananya ini mau puasa kau?" Maka, harus berdiri tegak dan segeara keluar dari kamar.
Begitulah kedua orang tua saya selalu membangunkan 6 orang anaknya untuk berpuasa dari kecil. Seingat saya, sejak kelas 1 SD sudah belajar berpuasa. Tanpa dipaksa, tetapi mencontoh dari kedua orang tua serta kakak dan abang.
Ayah tak banyak bicara dan jarang mendikte anak-anaknya untuk harus berpuasa dan shalat. Dia lebih memberi contoh. Ketika makan sahur, Ayah biasanya makan dalam rentang satu jam sebelum sahur. Mamak akan menyajikan ikan, sayuran, dan tentu saja nasi. Kami jarang makan ayam. Kalau pun ada seminggu sekali, menu ayam itu seperti makanan mewah waktu kecil dulu.
Ayah selalu makan dengan santai sambil mengobrol dan bercanda dengan anak-anaknya di meja makan. Dulu, ada meja makan dari kayu di ruang makan. Setiap orang duduk dengan rapih di meja makan. Kai makan bersama sekeluarga. Jadilah obrolan satu meja bersautan-sautan dari satu anak dengan anak lainnya.
Tak jarang anak yang lebih kecil menangis karena diusilin abang dan kakaknya. Kami sering makan hingga batas waktu imsak. "Enggak usah cepat-cepat kali makan sahur, biar kuat kalian puasanya," kata Ayah menjelaskan kenapa makan sahur hingga batas waktu imsak kepada anak-anaknya.
Selepas makan sahur, Ayah tak langsung tidur. Melainkan, melaksanakan salat subuh. Dia terkadang shalat berjamaah ke masjid dan sering pula menjadi imam melaksanakan salat bersama anak-anaknya.
Setelah anak-anaknya mulai remaja, Ayah lebih sering shalat sendiri atau pergi ke masjid. Karena anak-anaknya mulai memilih masuk ke kamar setelah makan sahur dan tertidur tanpa shalat subuh.
Selepas shalat subuh, Ayah dan Mamak terus beraktivitas. Kalau mamak lebih kegiatan domestik sebagai ibu rumah tangga. Dari bersih-bersih rumah, mencuci baju, dan mengurus anak-anaknya. Sedangkan Ayah adalah sosok seorang bapak yang bertanggung jawab mencari nafkah.
Sebelum mulai berkerja. Ayah biasanya lari pagi atau jalan pagi. Dia terbiasa olahraga pagi dalam jarak yang cukup jauh. Pergi sekitar pukul 5.30 dan kembali setelah pukul 07.00 wib. Olahraga pagi selalu konsisten dilakukannya paling sedikit dua kali seminggu.
Hingga usianya menjelang 70 tahun, Ayah masih tampak segar dan kuat, dan jalannya masih tegak. Kalau kata Ayah, biar puasa pun harus olahraga. Orang yang puasa bisa sambil olahraga itu justru membuat semakin kuat. Bukan bikin haus dan lapar.
Setelah berolah raga, melakukan pendinginan tubuhnya. Ayah pergi mandi dan siap-siap mulai berkerja. Ayah bukan pekerja kantoran. Dia berkerja di rumah dan mempunyai usaha bengkel sendiri. Dari bengkel itulah, dia menghidupi anak-anaknya, dan membiayai sekolah hingga semuanya menjadi sarjana.
Meski seharian berpuasa, Ayah tetap kuat kerja di bengkel membuat pagar, pintu, jendela rumah yang bahannya terbuat dari besi. Ayah berkerja tidak maruk, tidak menghabiskan seluruh waktu siangnya di bengkel.
Kalau jam istirahat waktu zuhur. Ayah akan istirahat sebentar untuk shalat dan tidur siang. Tidur siang secukupnya biasanya paling satu jam. Baginya, tidur siang untuk memulihkan tenaganya. Berkerja bengkel itu melelahkan, apalagi ketika bulan puasa. Dia harus berhadapan dengan mesin las yang panas, mengukur, dan memotong besi hingga menjadi pintu, jendela dan pagar sesuai pesanan konsumennya.
Waktu kerja Ayah biasanya sampai shalat Ashar. Setelah itu, dia pergi  mandi dan pergi nongkrong  ke warung kopi. Dia menyisakan waktu untuk berkumpul bersama teman-temannya. Dia bisa bermain catur, mengobrol, minum kopi hingga menjelang waktu magrib. Sebelum waktu berbuka, Ayah akan kembali ke rumah. Sebagian besar waktu berbuka puasa bersama anak-anaknya. Ayah sangat senang bisa berkumpul bersama anak-anaknya.
Menjadi Contoh untuk Menjaga Stamina Saat Berpuasa
Cara ayah menjaga staminanya selama berpuasa akhirnya menjadi contoh. Dia bisa tetap bugar hingga masa tuanya dari berolahraga. Tubuhnya tak pernah tampak layu saat berpuasa, meski harus berkerja seharian menguras tenaganya di bengkel. Saya meniru beberapa hal yang dilakukannya setelah berkeluarga untuk menjaga stamina dan kesehatan tubuh selama berpuasa, antara lain:
- Selalu makan dengan menu yang lengkap, seperti nasi, sayur, dan ikan.
- Tidak langsung tidur setelah sahur, melainkan memilih untuk berolahraga pagi hari.
- Menyediakan waktu beristirahat pada siang hari. Kalau tidak bisa tidur siang, cukup dengan istirahat sejenak dari beban pekerjaan.
- Menyelesaikan pekerjaan sampai sore hari saja. Tidak mengerjakaan pekerjaan di rumah.
- Menyediakan waktu berkumpul untuk berkumpul bersama anggota keluarga. Dapat membagi waktu bersama keluarga adalah hakikat kebahagiaan dan membuat jiwa raga tetap sehat.
Nah demikianlah cara menjaga stamina selama berpuasa berdasarkan yang dilakukan oleh Ayah. Dia menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya, dari semangat hidupnya termasuk dalam hal menjaga kesehatan tubuhnya disela-sela mencari nafkah untuk anggota keluarganya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H