Mohon tunggu...
Phadli Harahap
Phadli Harahap Mohon Tunggu... Freelancer - Aktif di Komunitas Literasi Sukabumi "Sabumi Volunteer"

Seorang Ayah yang senang bercerita. Menulis dan Giat Bersama di sabumiku.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tentang Buku yang Tak Dibaca

4 April 2016   20:33 Diperbarui: 5 April 2016   09:04 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Buku Koleksi untuk Taman Baca, Sumber : Foto Pribadi"][/caption]Saya senang mengumpulkan buku, tetapi jujur saja tak begitu sering membacanya. Sebagian besar buku teronggok dirak dan sebagian lagi saya simpan rapih di dalam lemari. Kalau sudah begitu jadilah buku-buku tersebut tak menjadi jendela dunia, wong jarang disentuh. Sejak kuliah saya mengumpulkan satu per satu buku tersebut, dari karya besar peneliti antropologi, penulis besar sekaliber Promoedya Ananta Toer, penulis secantik Ayu Utami, Dan Brown pun saya punya. Banyak judul buku yang sudah terkumpul.

Kebiasaan itu masih berlangsung sampai sekarang. Setelah menikah buku semakin banyak. Rak tak cukup lagi, hingga lemari baju pun menjadi lemari buku. Suatu kali teman yang berkunjung ke rumah bertanya, “untuk apa buku sebanyak itu lo simpan?” Saya jawab sekenanya saja, “Untuk anak, biar dia punya perpustakaan sendiri.”Saya puas, mengumpulnya meski buku-buku itu tetap tampak baru, jarang dibaca.

Hingga, saya dihadapkan pada sebuah kenyataan. Suatu kali saya menerima pekerjaan untuk melakukan penelitian singkat di Sebuah Desa di Sulawesi Selatan. Penelitiannya berkaitan dengan pendidikan. Dari penelitian itu mata saya seolah dibuka lebar-lebar oleh fakta masih begitu banyak orang yang buta huruf, dari anak kecil hingga orang dewasa. Bahkan orang-orang yang seumuran saya, usianya masih sekitar 28 – 40 tahun tidak bisa membaca, terutama kaum perempuannya. 

Penelitian tersebut membuat isi kepala saya sebagai orang yang dijejali isu tentang pendidikan seolah lumpuh. Kenyataan pendidikan yang sebenarnya ternyata begitu pahit. Dari masalah sekolah yang jaraknya jauh dari permukiman warga, ketidakmampuan membeli seragam, dan masalah rendahnya ketersediaan buku di sana.

Masalah ketersediaan buku ini menjadi benang merah dalam tulisan saya ini. Dari penelitian singkat tersebut saya mulai berpikir. Sebagai salah seorang yang beruntung bisa mengumpulkan buku, saya menyadari begitu banyak anak-anak di luar sana yang tak mampu membeli dan tak memiliki buku dengan mudah. Sementara saya bisa mengumpulkan buku tetapi jarang membacanya. Dunia serasa tak adil dan lucunya saya sendiri menciptakan ketidakadilan itu sendiri. Tak adil antara si mampu pembeli buku dan bagi mereka yang tak memiliki buku.

Berlaku Adil Dari Bukumu

Terngiang-ngiang terus dipikiran saya, “apa yang bisa aku lakukan?” Syukurnya, pertanyaan itu terjawab dituntun oleh nasib baik. Kami sekeluarga berpindah ke Sukabumi karena perihal pekerjaan. Di Sukabumi, saya menemukan pemuda-pemuda pejuang literasi. Istri saya mengenalkan salah seorang dari mereka. Lalu bergulirlah pertemanan dengan banyak pemuda lainnya.  

[caption caption="Pejuang Literasi Sukabumi, Sumber Foto : Relawan Buku Sukabumi"]

[/caption]

Dahsyat. Mereka adalah para pengumpul buku, begitu banyak buku. Para pemuda baik hati yang menghabiskan waktunya untuk mencari buku dan meminta bantuan dari para donatur. Setelah dikumpulkan, buku-buku tersebut disalurkan ke banyak rumah buku. Perlahan tapi pasti, ada 12 rumah baca yang sudah didirikan di kampung yang berbeda. Jumlahnya tentu tak begitu banyak, makanya mereka tak henti mengumpulkan buku sejak 2 tahun lebih.

Dari pertemuan inilah, saya mau berlaku adil. Daripada buku-buku itu tak terbaca dan hanya tersimpan di lemari, lebih baik dibaca oleh banyak orang. Saya pun mengatakan kepada teman-teman baru tersebut ingin membuat taman baca juga di rumah. Saya mau berlaku adil dengan membiarkan buku saya dibaca oleh banyak orang. Dijamah oleh mereka yang kesulitan membeli buku.

Selain membuat taman baca, saya juga membantu taman baca lainnya mencari buku, menuliskan berbagai permintaan di wall facebook saya, mengirimkan sejumlah pesan ke teman, dan menodong mereka yang saya tahu dengan senang hati menyumbangkan buku. Dari usaha saya mencari donatur buku, saya menjadi tahu begitu banyak orang yang mau berlaku adil. Mereka mau menyumbangkan buku yang mereka miliki dan malah beberapa orang berniat mengirimkan bantuan dalam bentuk uang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun