Musisi tak beda dengan jurnalis yaitu sama-sama sebagai pewarta. Kalau jurnalis mewartakan kesaksiannya lewat bahasa tulisan, sedang musisi merekam hasil amatannya lalu diolah dengan segenap imajinasi seninya kemudian diekspresikan dan dituangkan lewat bahasa musik, lagu, dan nyanyian.
Bagi musisi, musik itu sendiri tak bedanya sebagai media komunikasi yang bisa bermakna lebih dari sekadar rangkaian instrumentasi bunyi.
Dengan bahasa musik, ia mengekspresikannya, apa itu lewat ungkapan puitisasi syair lirik lagu -- atau nada-nada itu sendiri -- yang mana didalamnya bisa berupa tuangan cerita, pesan, harapan, kritik, bahkan pernyataan sikap, atau apapun itu.
Bagaimana kita diingatkan pada momentum historis Kongres Pemuda Indonesia II -- 28 Oktober 1928. Â Bagaimana kala itu, untuk kali pertama lagu Indonesia Raya diperdengarkan dihadapan publik peserta konggres oleh WR Supratman yang dimainkan secara instrumentalis hanya dengan gesekan biola.
Keikutsertaan WR Supratman di ajang kongres pemuda ini adalah satu-satunya perserta yang hadir bukan dari kalangan tokoh pergerakan. Ia mewakili dirinya atas nama sebagai seorang seniman musisi, seorang komponis.
Kalau peserta kongres yang didaulat maju semuanya tampil bicara menyampaikan pidato politiknya, tidak halnya dengan WR Supratman. Ia memilih berpidato versi gayanya sendiri mewakili kapasitas pribadinya sebagai seorang seniman musik yaitu melantunkan lagu Indonesia Raya dengan diiringi gesekan biolanya.
Siapa sangka, hanya dengan gesekan biola ternyata resonansi nada-nada radikal; 'Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya', bagai magnet yang membangunkan jiwa dan membangkitkan semangat patriotisme peserta konggres akan arti kemerdekaan.
Siapa sangka Indonesia Raya yang saat itu dimainkan hanya dengan instrumentalis gesekan biola tanpa disertai lirik dan vokal, resonansi nada-nada radikal lagu tersebut mampu getarkan jiwa bangkitkan semangat patriotisme akan arti kebangsaan dan akan arti kemerdekaan.
Bahkan bisa jadi saat itu sang komponis tidak membayangkan bahwa lagu ciptaannya, Indonesia Raya di kemudian hari menjadi lagu kebangsaan bangsa Indonesia, lagu perekat pemersatu bangsa Indonesia.
Pada masa kemerdekaan, lagu Indonesia Raya dan lagu bernafaskan perjuangan lainnya yang lahir di era itu memberi subangsih ikut menjadi penyemangat mengawal spirit patriotisme rakyat Indonesia, seperti Maju Tak Gentar, Garuda Pancasila, Berkibarlah Benderaku, Bagimu Negeri dan Halo-Halo Bandung. Dan banyak lagi lagu-lagu bertemakan kebangsaan atau kecintaan kepada tanah air Ibu Pertiwi yang terlahir di era perjuangan kemerdekaan.
Lagu-lagu itupun kemudian menjadi magnet perekat sosial rakyat Indonesia untuk mewujudkan satu harapan dan cita-cita Indonesia merdeka. Hal ini menunjukkan bahwa musik tidak sekadar media hiburan semata, juga punya pengaruh cukup kuat dalam kehidupan, termasuk di bidang kehidupan bernegara.