Mohon tunggu...
Alex Palit
Alex Palit Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Membaca Bambu Mengungkap Makna

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Prabowo Subianto Antara Black Campaign dan Trial By The Press

26 Januari 2019   08:30 Diperbarui: 26 Januari 2019   10:23 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tabloid Indonesia Barokah (foto dok. Alex Palit)

Apa yang tersembunyi di balik beredarnya tabloid Indonesia Barokah. Adakah semua ini bagian dari bentuk gebukan black campaign yang dilayangkan ke Prabowo Subianto.

Buat Prabowo, ragam black campaign ini sebetulnya bukan kali pertama. Sudah acapkali dilakukan rupa-rupa serangan black campaign, baik secara terang-terangan, tersembunyi yang berselubung dusta, atau yang dilakukan dengan cara-cara trial by the press seperti lewat pembentukan opini publik.

Walau tidak terlihat penampakan wujudnya secara kasat mata, tapi tentu dengan mudah dapat ditebak adanya para "sontoloyo" pelaku black campaign ini tidak lepas dari perhelatan kontestasi politik Pilpres 2019.

Walau tidak terlihat penampakan wujudnya secara kasat mata, tapi tentu dengan mudah dapat ditebak adanya "genderuwo" pelaku black campaign ini tidak lepas dari perhelatan kontestasi politik Pilpres 2019.

Karena penggunaan cara ini bisa dianggap sebagai bagian dari instrumentasi politik untuk menggebuk bikin keok yang dilakukan oleh para "sontoloyo" atau "genderuwo" lawan politik atau pihak-pihak yang tidak menghendaki mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad ini memenangi Pilpres 2019.  

Beragam penghalalan cara inipun dilakukan guna mengganjal melajunya Prabowo yang diprediksi secara elektabilitas dari hasil survey bakal memenangi Pilpres 2019. Sehingga membuat lawan politiknya kalap.  

Penyebaran kembali narasi memprasangkakan Prabowo sebagai orang paling bertanggungjawab atas penculikan aktivis pro demokrasi ultra kanan 1997/1998, penembakan mahasiswa Trisakti, otak penggerak Kerusuhan Mei 1998, atau tuduhan hendak melakukan kudeta Mei 1998, lebih berupa opini ketimbang fakta sebagai pembunuhan karakter (character assassination) dan fitnah atas dirinya.

Walau ini lagu lama dan basi, tapi kemudian diaransemen ulang dinyanyikan kembali, padahal isu ini sudah basi dan sudah tidak lagi laku dijual.

Kalau api kita lawan dengan api, maka akibatnya adalah api yang lebih dahsyat. Api harus kita lawan dengan air. Mereka yang menebarkan kebencian, pasti akan rugi, tulis Prabowo di akun fesbuknya. "Mari kita berkomitmen terhadap demokrasi dan mari mengurus masalah-masalah Indonesia yang konkrit dan mendasar," ajaknya.

 Atas segala bentuk black campaign yang digempurkan ke dirinya, Prabowo menjawabnya dengan mengatakan sebagai tanda-tanda orang panik, adanya kepanikan didalamnya.  

"Orang tidak mau berpikir baik, selalu berpikir jelek. Jangan biasakan berpikir jelek. Berpikir berbuat yang baik. Jangan suka fitnah. Jangan suka menyebarkan fitnah," tandasnya.

Termasuk kepanikan itu ditunjukkan dengan menggunakan akses media sebagai instrumentasi politik untuk menjatuhkan lawan politiknya lewat cara-cara trial by the press.

Di dunia jurnalistik, istilah trial by the press ini sering digunakan sebagai bentuk peradilan lewat pengunaan publikasi atau pemberitaan media yang tak jarang mengabaikan cover by the side, pemberitaan berimbang, tidak berat sebelah. 

Tak jarang dalam pemberitaan trial by the press lebih didasari sebuah asumsi, dugaan dan prasangka yang belum tentu teruji kebenaran faktanya atau masih perlu diverifikasi lagi. Dan cara-cara ini bisa digunakan sebagai instrumentasi politik untuk menjatuhkan lawan politiknya.

Sementara kini rakyat sudah punya logikanya sendiri dalam membaca, menafsir, menterjemahkan dan menyikapi segala isu-isu politik yang ada, mana itu fakta, mana itu fiksi, atau mana cerita yang sengaja diada-adakan dalam rangka pencitraan diri.

Setidaknya dari sini kita diajarkan pada kebajikan hidup; apa yang ditanam itu yang akan dituai, dan siapa menabur angin akan menuai badai, serta satu lagi; semakin tinggi pohon, semakin kencang angin menerpah. Semoga!

Alex Palit, citizen jurnalis Jaringan Pewarta Independen #SelamatkanIndonesia

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun