Adapun keunikan alami bambu-bambu inipun kita sebut sebagai kitab tanpo waton, tanpo tinulis neng diwoco (kitab tak terlihat, tidak ditulis tapi bisa dibaca) yang memuat pesan dari gambaran simbol-simbol atau bahasa tanda yang ada.
Lewat ngaji deling ini pula kita diajak membaca bahasa tanda berupa pesan simbolik dari setiap spesifikasi keunikan bambu unik yang terbentuk secara alami untuk kemudian diterjemahkan. Membaca bambu mengungkap makna.
Lewat simbol-simbol atau bahasa tanda ini kita diajak membaca, menterjemahkan dan memberi arti dari makna pesan yang tersembunyi didalamnya untuk kemudian dipahami oleh tindakan batin atau pengalaman batin, dan kemudian dimaknai lebih jauh lagi dalam tindakan di tengah kehidupan.Â
Dalam khasanah budaya, ngaji deling inipun oleh leluhur nenek moyang kita dipakai sebagai sarana ajaran budi pekerti sebagai kitab nyoto seng alami sejareno laku urip, kitab nyata yang alami sebagai pedoman hidup.
Dari bahasa simbol-simbol atau bahasa tanda yang tersirat di bambu unik inipun kita diperkenalkan dengan simbolisasi makna dan nilai-nilai yang terkandung, tersurat dan tersirat didalamnya sebagai sarana pedoman ajaran budi pekerti.Â
Bahkan banyak pula bahasa simbolik kearifan-kearifan lokal pedoman hidup warisan budaya nenek moyang yang kita kenal hingga kini direpresentasikan seperti di penamaan pada bambu unik.
Itulah uniknya bambu unik. Selain memiliki nilai artistik sebagai karya seni alami, bambu-bambu unik ini juga tersembunyi simbol-simbol atau bahasa tanda yang berisi "pesan-pesan SangHyang Alam" yang harus dibaca oleh manusia sebagai kitab tanpo waton, tanpo tinulis neng diwoco.
Menurut filsuf eksistensi Karl Jasper, bahasa tanda disebutnya sebagai chiffer. Adapun chiffer itu sendiri adalah bahasa tanda yang bisa berupa tanda-tanda rahasia yang ditulis oleh "SangHyang Alam" yang masih tersembunyi bahkan diliputi misteri yang harus dicari sendiri dan dibaca oleh eksistensi manusia itu sendiri, kendati itu berupa dari sepotong bambu unik.
Lewat ngaji deling ini pula kita pun akan terus diantarkan pada ngaji roso dan ngaji diri kepada kesejatian diri kita sendiri.
Inti dari ngaji deling tak lain adalah memahami sejatinya jatidiri kita sendiri yaitu ngaji diri. Ora bakal ngerti gustine lamuto ndak ngerti jatidirine. Makanya dalam konteks pemahaman tentang ketuhanan sangatlah penting mengenal dulu jatidiri kita yaitu ngaji sangkan paraning dumadi.
Dengan ngaji deling diharapkan akan menuntun kita pada yang disebut oleh sebagai perjalanan spiritual "memahami sejatinya diriNya" sebagai sang pencipta Tuhan Semesta Alam.