Dalam ngaji deling, selain membaca bambu mengungkap makna, sebagai pembolang kita pun akan terus diantarkan pada ngaji roso dan ngaji diri kepada kesejatian diri kita sendiri. Sampai pada akhirnya akan menuntun kita pada yang disebut oleh sebagai perjalanan spiritual "memahami sejatinya diriNya".
Dari ngaji deling ini pula  kita pun dituntun untuk memahami jatidiri kita yaitu ngaji diri, ora bakal ngerti gustine lamuto ndak ngerti jatidirine. Makanya dalam konteks pemahaman tentang ketuhanan sangatlah penting mengenal dulu jatidiri kita yaitu ngaji sangkan paraning dumadi.
Kendati lewat sepotong bambu, itulah uniknya bambu unik. Di sini lewat sepotong bambu unik, kita pun diajak membaca dan mengagumi tanda-tanda kebesaran alam, sekaligus menjadi bukti atas kebesaran dan kuasa Sang Maha Pencipta, kendati itu lewat sepotong bambu.
Manusia tidak akan mampu menjangkau membuka tabir misteri Dzat Allah, tapi cukup dengan mentafakuri. Lewat tanda-tanda kebesaran alam walau hanya dari sepotong bambu ini akan semakin menebalkan keimanan dan ketakjuban kita akan kebesaran Tuhan Semesta Alam sebagai Sang Maha Pencipta.
Itulah uniknya bambu unik. Selain memiliki nilai artistik sebagai karya seni alami, bambu-bambu unik ini juga tersembunyi simbol-simbol atau bahasa tanda yang berisi "pesan-pesan SangHyang Alam" yang harus dibaca oleh manusia sebagai kitab tanpo waton, tanpo tinulis neng diwoco.
Lewat pring -- deling ini pula kita diajarkan untuk senantiasa kandel eling marang sing peparing, selalu ingat dan bersyukur kepada Sang Maha Pemberi. Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H