Alhamdulillah akhirnya film "Wage" yang disutradari Jhon De Rantau menyapa bangsa Indonesia. Di sini saya tidak ingin mengomentari secara filmis atas film yang mengisahkan perjalanan sosok seniman musik WR Supratman, kebetulan saya sendiri belum nonton film tersebut. Di sini saya hanya menuliskan ulang artikel yang pernah saya tulis tentang pecipta lagu Indonesia Raya.
Di sini sejarah mencatat, bahwa sejarah perjuangan bangsa Indonesia tidak lepas dari peran seniman ikut andil di dalamnya. Salah satunya adalah komponis Wage Rudolf Supratman, pencipta lagu Indonesia Raya.
Lewat bahasa musik yang ia tuangkan dalam lagu Indonesia Raya,WR Supratman menunjukkan kepada kita semua akan arti kemerdekaan, akan arti kecintaan dan pengorbanan kepada tanah air, serta akan arti persatuan dan kesatuan.
Begitupun setiapkali memperingati Hari Sumpah Pemuda -- 28 Oktober, kita diingatkan kembali pada kenangan peristiwa bersejarah Konggres Pemuda Indonesia II, 28 Oktober 1928, yang melahirkan Sumpah Pemuda; bertanah air, berbangsa dan berbahasa satu -- Indonesia.
Momentum historis lainnya tak kalah pentingnya terlahir dari peristiwa tersebut yaitu lahirnya lagu Indonesia Raya, untuk kali pertama diperdengarkan dihadapan publik peserta konggres oleh WR Supratman yang dimainkan secara instrumentalis hanya dengan gesekan biola.
Keikutsertaan WR Supratman di ajang konggres pemuda ini adalah satu-satunya perserta yang hadir bukan dari kalangan tokoh pergerakan, ia mewakili dirinya atas nama sebagai seorang seniman musik, seorang komponis. Kalau perserta konggres yang didaulat maju semuanya tampil bicara menyampaikan pidato politiknya, tidak halnya dengan WR Supratman.
Ia memilih berpidato versi gayanya sendiri mewakili kapasitas pribadinya sebagai seorang seniman musik yaitu melantunkan lagu Indonesia Raya dengan gesekan biolanya. Siapa sangka, hanya dengan gesekan biola ternyata resonansi nada-nada; 'Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya', bagai magnet yang memancarkan semangat kebangsaan peserta konggres.
Siapa sangka Indonesia Raya yang saat itu dimainkan hanya dengan instrumentalis gesekan biola tanpa disertai lirik dan vokal, resonansi nada-nada lagu tersebut mampu menggetar jiwa dan membangkitkan semangat rasa kebangsaan.
Bahkan bisa jadi saat itu sang komponis tidak membayangkan bahwa lagu ciptaannya, Indonesia Raya di kemudian hari menjadi lagu kebangsaan, lagu pemersatu bangsa Indonesia.
Di sini mencatat bahwa sejarah perjuangan bangsa ini juga tidak bisa dilepaskan dari peran seniman musik yang telah ikut andil menyumbangkan karya-karyanya yang dipersembahkan sebagai ungkapan rasa kebangsaan, kecintaan kepada tanah air. Spirit ini yang harus kita jaga hingga kini, dan kapanpun.
Kehadiran musik memberi peran dan pengaruh cukup kuat dalam kehidupan manusia, masyarakat dan bangsa. Bahkan musik berfungsi sebagai medium yang bisa menjadi media perjuangan. Musik sebagai ekspresi jiwa, menjadi bagian tak terpisahkan dari ruang kesadaran penciptanya akan nilai-nilai kehidupan dan realitas sosial kondisi masyarakatnya.
Sebagaimana dicontohkan lagu Indonesia Raya yang mampu membangkitkan semangat dan membangun kesadaran rakyat Indonesia bahwa di depan kita ada bangsa, ada negara, dan ada kedaulatan yang harus direbut, digenggam dan dipertahankan.
Semoga dengan diputarnya film "Wage", generasi zaman now diingatkan kembali oleh sejarah panjang bangsa ini dari momentum historis bukan sekedar apa dan siapa WR Supratman, tapi juga bagaimana menghayati perjalanan panjang bangsa ini lewat momentum historis yang melahirkan lagu Indonesia Raya dan ikrar Sumpah Pemuda. Â
Alex Palit, citizen jurnalis, pendiri "Forum Apresiasi Musik Indonesia" (Formasi), dan penulis buku "God Bless and You: Rock Humanisme" penerbit Elex Media Komputindo (2017)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H