Mohon tunggu...
Alex Palit
Alex Palit Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Membaca Bambu Mengungkap Makna

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nyanyian "Balada Sejuta Wajah" Buat Anies-Sandi

1 November 2017   21:44 Diperbarui: 1 November 2017   21:48 1087
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sini saya tidak ingin mengomentari atau mengulas prihal pelontaran kata "pribumi" oleh Gubernur DKI Jakarta ke 19 -- Anies Baswedan -- saat pidato perdana di gedung Balai Kota. Di sini saya juga tidak ingin mendikotomiskan berapa presentase warga Jakarta yang pribumi dan non pribumi yang berdomisili di Jakarta. Karena bagi saya -- yang juga warga Jakarta -- bahwa Jakarta adalah pluralis, majemuk, dan bhinneka.

Jakarta sebagai kota metropolitan dengan berbagai ragam predikat yang disandangnya telah menjadikannya tumpuhan harapan bagi warganya, termasuk magnet bagi warga pendatang, yang ingin mengadu hidup, kehidupan dan penghidupan.

Tak ada yang beda, semuanya berpacu dan berlomba agar bisa survive agar tidak tergilas oleh kejamnya Jakarta. Kalau perlu bagaimana bisa menaklukkan Jakarta yang sering diplesetkan bahwa Jakarta lebih kejam dari ibu tiri.

Hura-hura pesta demokrasi Pilkada DKI Jakarta 2017 telah usai dengan terpilihnya pasangan Anies -- Sandi sebagai gubernur dan wakilnya. Pesta demokrasi ini sekaligus menempatkan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta ke 19.

Kini saatnya Anies -- Sandi bekerja menepati janji-janji kampanyenya, dan warga Jakarta pun menunggu realisasi perwujudan janji-janjinya tersebut.

Di sini saya pun tidak ingin mengurai satu-persatu janji-janji manis apa saja yang pernah disampaikan kala kampanye. Sebagai warga Jakarta pastinya akan mengawal -- bahkan mengejar -- janji-janji yang pernah dilontarkan Anies -- Sandi.

Sebagai warga Jakarta penyuka musik, di sini saya hanya akan mengapresiasi janji-janji Anies -- Sandi lewat bahasa nyanyian lagu milik grup rock legendaris God Bless berjudul "Balada Sejuta Wajah".

Karena lagu ciptaan Ian Antono dan liriknya ditulis Theodore KS ini lebih pas guna merepresentasikan wajah Jakarta, ketimbang Jakarta harus direpresentasikan dalam dikotomi pribumi dan non pribumi.

Di mana dalam lirik lagu ini, kota (baca: Jakarta) adalah tumpuhan harapan warga kota mengadu hidup, kehidupan dan penghidupan. Di tengah gemerlap kehidupan kota, semua berkejaran berpacu mengejar mimpi-mimpi dan harapan-harapan hidup.

Kemiskinan, pengangguran, penggusuran, ketidakadilan akibat kepincangan sosial adalah potret buram balada sejuta wajah, sebagaimana pada cuplikan lagu "Balada Sejuta Wajah";

Sejuta janjimu kota

Menggoda wajah-wajah resah

Ada di sini dan ada di sana

Menunggu di dalam tanya, tanya?

Mengapa, semua berkejaran dalam bising

Mengapa oh mengapa

Sejuta wajah engkau libatkan

Dalam himpitan kegelisahan

Adakah hari esok makmur sentosa

Bagi wajah-wajah yang menghiba

Sebagai warga Jakarta, kita hanya berharap realisasi janji Anies -- Sandi; maju kotanya bahagia warganya dan Jakarta untuk semua. Semoga!

Alex Palit, citizen jurnalis, penulis buku "God Bless and You: Rock Humanisme" penerbit Elex Media Komputindo (2017)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun