Mohon tunggu...
Cokie Sutrisno
Cokie Sutrisno Mohon Tunggu... Jurnalis - Pewarta blogging

Barlingmascakeb

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tinggalkan Fasilitas Kerjaan, Malah Perdalam Hobi

13 September 2018   08:59 Diperbarui: 2 November 2019   21:36 611
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyumas - Sekedar berbagi, Keputusan saya mengundurkan diri dari pekerjaan terakhir di sebuah perusaahaan besar yang berpusat Jakarta, pada pengujung 2012, terbilang nekat. Pasalnya, saya di situ mendapatkan semua fasilitas yang lumayan, mulai dari tunuangan pensiun, rumah, listrik, dan semua fasilitas dinas luar yang lebih dari cukup.Namun saya memang bukan manusia yang senang bekerja dengan terikat waktu pergi pagi pulang sore.  

Berbekal jaringan, saya langsung mendapatkan pekerjaan sebagai penulis dari beberapa kenalan editor dalam dan luar negeri. Walau saya tidak pernah sekalipun mendapatkan atau kerennya tidak dikasih peluang dengan apa yang dinamakan uji komptensi wartawan( UKW ) bukan hal yang penting buat saya, yang terpenting bagiku adalah mampu berkarya demi kepuasan bathin yang berprinsip tidak merugikan orang lain. Toh sekelas wartawan Jaman dulu pun tidak mengenal UKW.

Kerja yang saya lakoni kurun 1998 -2009 sebagai penyiar yang selalu harus membuat naskah siar, lalu bekerja dibidang berbeda, dan tahun 2012 hingga kini terbilang lebih berwarna.Saya tak lagi menjalani hari-hari yang monoton: melewati jalan, mendatangi kantor dan menemui rekan kerja yang itu-itu saja. 

Saya lebih bebas ke sana kemari, mengatur jadwal kerja yang fleksibel, dan beroleh penghasilan lebih baik.Sebagai penulis berita, saya, yang sebelumnya berfokus pada pekerjaaan dengan target pekerjaan yang tinggi, harus membiasakan diri membuat tulisan dengan berbagai isu, dari kesehatan, anak-anak, arsitektur, kuliner sampai fesyen.

Semula, tidak mudah menuliskan isu-isu tersebut mengingat saya tidak terbiasa. Namun pekerjaan sebagai penulis berita menuntut saya menempa diri. Dan memang benar peribahasa yang menyatakan: di mana ada kemauan, di situ ada jalan.

Tak lagi menerima gaji tetap yang lumayan dengan berbagai fasilitas yang mungkin jarang orang dapatkan , mau tak mau agar bisa bertahan hidup, saya menerima apa pun tawaran dari editor atau klien yang menggunakan jasa saya sebagai penulis  berita, termasuk menjadi ghost writer, penulis bayangan koran cetak harian lokal.  

Selain itu saya menjadi seorang pembuat website atau webblog, dan ternyata disini saya juga menemukan jalan bahwa seorang yang mampu membuat dan mengelola sebuat website di berikan reward yang tinggi, hal ini karena di perlukannya ketelatenan.Saya pikir, tak apalah tak tercantum akreditasi nama, toh yang terpenting saya masih bisa menulis berita dan membagi inspirasi.

Ritme pekerjaan saya sebagai penulis berita dan pembuat web baik umum maupun pemerintahan  sangat menyenangkan. Tak ada "tegangan tinggi" layaknya di kantor, Melihat seorang penjual lotek Mak Nunung  di Jalan wilis, saya pun menggambarkannya dengan kata-kata yang tak kalah campur aduknya. 

Belakangan saya menyadari, pedasnya lotek maupun kata-kata itu tak selaras dengan misalnya karakter sang pembuat lotek , walau terasa pedas loteknya namun manis hati ketika mengulek bumbu lotek.Untuk itu, penulis berita  harus bersikap tegas. 

Segala bentuk komunikasi dengan berbagai pihak---klien, editor maupun narasumber--- sebaiknya dicatat atau direkam, bukan sekadar lisan. Hal ini berguna bila kelak terjadi "force majeure" di mana pihak lain bisa saja sewaktu-waktu mangkir dari tanggung jawab. 

Bukti tertulis sangat membantu jika kelak mengajukan suatu keberatan. Terlepas dari "drama" itu, pekerjaan sebagai penulis berita  memang menyenangkan. Namun tak cocok bagi mereka yang mengejar karier dan biaya perlindungan pekerja.

Penulis berita atau bahkan penulis lepas  bekerja sendiri. Jika terjadi apa-apa pun kadang  ditanggung sendiri. Penulis lepas tidak bisa bergantung pada satu pintu rezeki atau satu klien saja dan harus rajin menabung.Buka jaringan dan cari klien atau narasumber sebanyak yang bisa ditangani. 

Terlalu banyak klien juga menyebabkan pekerjaan tak bisa terselesaikan dengan baik, bahkan mengacaukan jadwal lain.Dengan banyak klien maka pemasukan sebagai penulis berita tidak terputus. Karena bagian paling menakutkan bagi penulis berita  adalah saat tak ada klien sama sekali atau klien tak puas dengan hasil pekerjaan. Itu pertanda yang buruk bagi penulis berita. 

Yang tak kalah penting: memelihara hubungan baik dengan klien atau narasumver, walaupun proyek atau urusan berita sudah selesai. Jangan sungkan bertegur sapa via SMS atau media sosial. Biarkan nama penulis berita melekat di benak para klien ataupun narasumber. Dengan begitu, pekerjaan sebagai penulis berita bisa berkelanjutan.(*)

Note: Tulisan ini pernah di buat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun