Mohon tunggu...
Ikhwan Wahyudi
Ikhwan Wahyudi Mohon Tunggu... Administrasi - membaca menambah wawasan, menulis menuangkan pemikiran, berdiskusi mengasah gagasan

membaca menambah wawasan, menulis menuangkan pemikiran, berdiskusi mengasah gagasan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lagu Souqy Lecehkan Penyandang Autis

12 Januari 2015   04:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:20 687
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignnone" width="225" caption="Grup Band Souqy"][/caption] Entah apa yang ada dalam pikiran grup band Souqy dengan menciptakan lagu berjudul Autis. Tidakkah sebelum menjadikan autis sebagai bahan lagu mereka,  hanya akan semakin menyebarkan anggapan dan pandangan yang keliru terhadap apa arti autis yang sebenarnya. Apakah mereka tidak pernah berpikir bagaimana perasaan para penyandang autis beserta keluarganya, ketika autis dijadikan bahan olok-olok dalam lagu mereka. Padahal siapa pun di dunia ini  tidak akan pernah menginginkan anak dan saudaranya  terlahir sebagai seorang autis. Tahukah Bento Syauqi selaku pencipta lagu, bagaimana perjuangan para penyandang autis dan keluarganya agar mereka bisa hidup normal dan layak  sebagaimana manusia biasa lainnya. Adalah kebebasan berekspresi dan berkarya yang kebablasan ketika menjadikan autis bahan candaan. Ketika ada sekelompok individu yang sejak lahir dikaruniakan keterbatasan  dari sang Pencipta  untuk terlahir sebagai autis, mereka dengan seenak perut menyebut orang normal yang cuek terhadap lingkungan sebagai autis. lirik Duh senangnya hari ini pertama ku jumpa duh asiknya hari yang ku tunggu telah tiba namun ternyata semua tak seindah yang ku kira sepanjang hari sama saja ku jalan sendirian dasar kau autis, dipanggil-panggil tak rungu dicolek-colek tak hiraukan, kau malah asik sendirian ku banyak bicara sampai-sampai mulutku berbisa namun kau tetap saja begitu, tetap saja asik sendirian menyebalkan dirimu sangatlah menyebalkan membosankan dari pagi siang hingga malam kau abaikan, diriku tak pernah kau hiraukan sepanjang jalan sama saja ku jalan sendirian dasar kau autis, dipanggil-panggil tak rungu dicolek-colek tak hiraukan, kau malah asik sendirian ku banyak bicara sampai-sampai mulutku berbisa namun kau tetap saja begitu, tetap saja asik sendirian dasar kau autis, dipanggil-panggil tak rungu dicolek-colek tak hiraukan, kau malah asik sendirian ku banyak bicara sampai-sampai mulutku berbisa namun kau tetap saja begitu, tetap saja asik sendirian Mengusung genre musik pop melayu dalam video klip berdurasi 4.08 menit tersebut dikisahkan seorang pria berwajah oriental yang akan bertemu dengan seorang pujaan hatinya di sekolah. Dengan hati yang senang gembira akhirnya ia bertemu dengan perempuan yang diidamkannya. Namun, tak seindah yang dibayangkan setelah berjumpa dengan perempuan tersebut, sang pria kecewa karena cewek itu lebih sibuk dengan aktivitas melukis, membaca buku di perpustakaan dan aktivitas lainnya. Akhirnya si pria menyebut perempuan itu dasar autis  karena merasa diabaikan sejak berkenalan. Agaknya Souqy perlu bertemu dan melihat langsung bagaimana keseharian penyandang autis yang sebenarnya. Pernahkan mereka melihat penyandang autis mengamuk hingga membenturkan kepala ke tembok karena terganggu dan orang tuanya sudah kehabisan akal untuk menenangkannya. Atau kisah seorang anak penyandang autis yang tinggal bersama neneknya kemudian  ditabrak mobil di jalan raya akibat ia lari dan tidak sadar akan bahaya yang mengancamnya. Demikian, juga kisah orang tua yang anak autisnya seminggu tidak pulang ke rumah karena tidak tahu jalan pulang kemudian terlunta-lunta karena tidak makan di jalanan. Lalu kisah seorang ibu rumah tangga yang harus berjuang membesarkan anak autisnya karena ditinggal pergi oleh suami karena tidak siap menghadapi kenyataan. Belum lagi beban sosial yang harus ditanggung akibat pandangan miring dari lingkungan sekitar terhadap anak dan keluarga penyandang autis. Mendidik anak autis butuh perjuangan bukan hanya materi namun juga perasaan dan jiwa yang harus tegar. Tak jarang para orang tua autis selalu bertanya kepada sang Pencipta kenapa mereka dikaruniakan anak yang spesial berbeda dari yang lain. Tahukah Souqy para penyandang autis itu sangat tidak ingin terlahir demikian, namun semua itu diluar kehendak mereka. Jika setiap anak menikmati masa kecil yang indah dan menyenangkan serta disayang orang sekelilingnya,  hal itu tidak  berlaku bagi penyandang autis. Mereka tumbuh berbeda dibanding anak sebayanya. Selain tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial tak jarang menerima perlakuan yang kurang menyenangkan. Kemudian  tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan oleh orang tua penyandang autis agar anaknya bisa kembali normal untuk melakukan terapi dan sekolah khusus. Tidakkah mereka peka bagaimana masa depan seorang yang hidup dengan autis, siapa yang akan menjamin kelangsungan hidupnya, bagaimana dengan jodohnya. Bayangkan jika salah seorang personel grup band Souqy anggota keluarganya  yang paling disayangi menyandang autis (semoga tidak) apakah mereka masih nyaman menjadikan kata autis sebagai bahan ejekan dalam lagunya. Tidak hanya itu agaknya produser dan semua yang terlibat dalam proses terciptanya lagu itu telah luput dan merasa karya yang dihasilkan itu adalah murni sebentuk hasil kreatifitas tanpa peka dengan kondisi yang ada. Semoga  mereka  berpikir ulang bahwa menjadikan autis sebagai bahan ejekan dalam lagu  adalah salah satu kekeliruan terbesar yang melukai perasaan banyak orang. Pemerhati autisme  dr Kresno Mulyadi, Sp.KJ menerangkan autis merupakan gangguan perkembangan neurobiologis  berat pada anak sehingga menimbulkan masalah dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Gejala Autis dapat dikenali dengan ciri-ciri  minimnya interaksi  dan  emosi yang labil serta buruknya kualitas komunikasi penyandangnya pada tiga tahun pertama kehidupannya.Selain itu, penyandang autis memiliki keterbatasan minat serta sering melakukan gerakan berulang disertai  respon sensorik yang menyimpang. Mengunakan kata autis secara tidak  tepat dalam lagu tersebut dalah salah satu bentuk bulying kepada para penyandangnya, juga kepada keluarganya. Bukankah kita yang normal  dan penyandang autis hidup dalam dunia yang  sama. Mereka tidak butuh dikasihani, hanya perlu diberi ruang agar dapat tumbuh dengan normal dengan keistimewaaan yang dimiliki. Stop menjadikan autis sebagai bahan candaan dan ejekan. https://www.youtube.com/watch?v=iLWa9HkkU70

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun