Ini catatan saya yang kedua untuk tulisan Pandji soal-soal Pilkada. Pertama saya tulisa di blog pribadi. Dan ini catatan untuk tulisannya yang berjudul “Pikiran anda” yang bisa dibaca di blog Pandji judulnya "Pikiran anda". (Selain beberapa kata yang saya pakai, kata atau kalimat yang saya gunakan dari tulisan Pandji, saya buat miring).
Pengantarnya tidak perlu dibahas, terlalu bertele-tele. Tidak adapun tidak jadi soal.
Tulisan ini (meski kosong) bisa jadi merupakan tulisan politis terbaik (seumur hidup Pandji). Kuantitas kata-katanya, bertele-telenya, logika terbaliknya, termasuk desain blog-nya sedikit.
Pertama, setuju dengan Pandji, seperti yang dia bilang sendiri “adegan (Orang dengan identitas Islam, melakukan aksi massa yang rusuh, membawa spanduk “Ganyang Cina”) itu tidak salah. Adegan itu pernah terjadi di Jakarta. Tidak perlu menoleh jauh ke 98, kejadian tersebut baru baru ini terjadi di Jakarta. Rasanya menolak itu pernah ada, hanya terjadi karena 2 hal: Buta sejarah atau berpura pura demi politik saja. Bukan di situ letak kesalahannya.”
Setuju betul. Saya setuju sama Pandji. Tidak ada yang masalah soal itu.
Anehnya, Pandji tiba-tiba bilang, ”Letak kesalahannya, adalah pesan yang tidak sengaja tersampaikan secara tersirat dalam iklannya”.Pandji bilang lagi, “Justru karena tidak sengaja, makanya berbahaya”.
Maksudnya apa ‘pesan yang tidak sengaja tersampaikan secara tersirat’? Saya mulai bingung. Bukannya pesannya jelas betul, tidak ada tersirat segala. Semua pesannya tersurat dan terkatakan.
Saya bisa menangkap jelas-jelas maksud videonya. Anda tidak bisa? Atau sudah terpengaruh tulisan Pandji yang sebenarnya menyelipkan banyak pesan tersirat (yang bukan hanya berbahaya, tetapi sangat berbahaya?
Saya ikut-ikutan Pandji, “Mari saya jelaskan”! (Khusus Pandji: baca pelan-pelan, pahami baik-baik!)
Pandji tanya, “Yang diinginkan iklan itu, adalah agar kita memilih Kebhinnekaan?” Betul, pesannya jelas (bukan tersirat): Pilih Keberagaman.
Apa yang salah? Bahwa keberagaman memang dari sono-nya sudah menjadi ciri warga Jakarta. Kalau kita pilih keberagaman, kok dibilang salah? Keberagaman, kebhinekaan, perbedaan memang an sich di Jakarta. Diterima.
Kata Pandji “Yang jadi masalah tidak pernah kebhinnekaannya, yang jadi masalah adalah Persatuan dari kebhinnekaan itu tadi.”
Ada dua hal yang memperlihatkan terbaliknya nalar Pandji. Pertama, baik keberagaman/kebhinekaan dan juga persatuan itu bukan masalah, sama sekali bukan masalah. Kalimatnya, “... yang jadi masalah adalah persatuan dari kebhinnekaan itu tadi”, bukannya menunjukkan Pandji melihat persatuan sebagai masalah?
Malahan video itu tidak menunjukkan kebhinnekaan sebagai masalah, justru karena kebhinnekaan/keberagamaan itu hal yang penting, maka dalam video itu dipesankan: pilih keberagamaan! Kalau, seperti kata Pandji yang mengasumsikan bahwa seakan-akan video itu mengatakan kebhinnekaan/keberagaman itu masalah, masa iya tim Pak Basuki ajak pilih masalah dalam suasana kampanye begini?
Kedua, yang jelas (melalui pesan tersirat tulisannya) Pandji bilang bahwa semangat mereka yang rusuh-rusuh itu (tanpa perlu berdebat soal identitas SARA), semangat yang suka intoleransi, semangat yang suka pilih penyeragaman itu, mereka adalah bagian dari makna “kebhinnekaan/keberagaman” di Jakarta. Ini yang bahaya!
Bukan karena memilih keberagaman, harus lalu diartikan lalai memperjuangkan persatuan. Sebab dengan memilih keberagaman saja, berarti semangat persatuan sudah sudah lebih dulu ada. Bagaimana mungkin ada senang melihat orang lain yang berbeda, kalau dalam hati anda ada sentimen membenci dan tidak suka? Memperjuangkan persatuan itu dimulai dari diri sendiri, ke kelompok terkecil, lalu bicara soal lingkup negara.
Kota ini jadi ramai dan bersekat-sekat itu justru karena banyaknya orang-orang yang tidak mau, bahkan anti memilih keberagaman/kebhinnekaan. Ngerinya, AB tahu betul soal ini, kehadiran mereka bak “jatuh nila setitik, rusak susu sebelanga”. Meski cuma jumlahnya kecil, tapi karena suaranya lantang betul, jadi mengancam persatuan.
Berhadapan dengan yang begini, kok cuma bilang: persatuan itu penting, ayo berjuang untuk persatuan? Lah, jelas-jelas mereka menolak persatuan. Makanya, perlu disadarkan lagi dong, bahwa keberagaman itu perlu. Dalam konteks ini, jangan dianggap harus meninggalkan atau menyingkirkan mereka.
Bisa diandaikan begini: idealnya semua manusia sehat, tapi tidak bisa dihindarkan beberapa menjadi sakit. Karena sakit mereka jadi “berbeda”: harus dirawat di rumah sakit, harus minum obat supaya sembuh. Apa mereka harus dibunuh saja, supaya tidak bergabung lagi dengan yang sehat? Tidak. Tapi diperjuangkan supaya sembuh dan kemudian leluasa lagi berkumpul dengan yang sehat.
Kelompok-kelompok anti toleransi, yang tidak mau pilih keberagaman/kebhinnekaan (sebagai kenyataan), dan Pandji tidak bisa menolak kalau mereka ini ada, adalah mereka yang sedang “sakit”. Mereka terjangkit virus yang melawan sebuah kenyataan di masyarakat bahwa keberagaman bagaimanapun tidak bisa dihindari. Salah satu untuk menyembuhkan mereka ini justru dengan membantu mereka bagaimana supaya paham bahwa keberagaman itu adalah hal yang sejatinya diperlukan di masyarakat, sebuah fakta yang memperkuat masyarakat. Salah satunya ya dikampanyekan: Pilih Keberagaman!
Memperjuangkan persatuan, seperti AB dan Pandji umbar baru-baru ini, tidak bisa dipisahkan dari perlunya membangun kesadaran masing-masing orang bahwa keberagaman yang adalah fakta itu sebagai sebuah hal yang sangat penting. Ditanam baik-baik dalam hati dan pikiran. Orang harus sepakat dulu bahkan dengan dirinya sendiri bahwa membenci atau menolak keberagaman tidak akan membawa dia sampai pada persatuan dengan orang lain.
Kalau begitu barulah tepat apa yang dikatakan Pandji “Bukan sekadar Kebhinnekaan yang kita perjuangkan, tapi justru persatuannya”. Catatannya: perjuangan persatuan tidak bisa dilakukan cuma dengan AB yang bertemu ini itu, sana sini. Tapi membangun kesadaran masing-masing bahwa keberagaman itu yang harus dipilih, supaya persatuan kita dapatkan.
Pandji bilang, “Hal yang paling kita hindari, adalah, mendorong orang menjauh dan membangun tembok pemisah. Terutama dalam situasi politik yang panas ini”.Saya setuju betul. Tapi tidak ada relevansinya kalau itu dikaitkan dengan video, seakan-akan video mengatakan sebaliknya, seakan-akan video itu mendorong orang menjauh dan membangun tembok pemisah. Kalau kita lihat, tentu itu sebenarnya tidak ada, at all.
Tidak ada dalam video itu sebuah garis batas yang jelas tentang “ini kita, ini mereka” dalam konteks sama-sama warga Jakarta, sama-sama bangsa Indonesia. Yang ada adalah garis batas yang jelas tentang “ini pentingnya keberagaman, ini tidak pentingnya keberagaman”. Kalau “ini pentingnya keberagaman” menang, maka “ini tidak perlunya keberagaman” tidak akan bisa menang.
Bukan sebagai orangnya, tetapi soal adanya penyakit akut intoleransi dan anti keberagaman yang sangat mengganggu. Dan kalau-kalau Pandji tidak setuju dengan ini, kita tahu siapa yang sakit (otaknya).
Tidak ada juga kesan (kalau saya sebagai penonton) bahwa saudara-saudara umat Muslim menjadi “mereka” dalam bahasa Pandji. Ini pikiran negatif saja, sebab yang disasar dalam video ini adalah semua, tanpa terkecuali. Semua perlu sama-sama sepakat pilih keberagaman untuk persatuan. Kok suka sekali berpikiran negatif?
“Jakarta tidak butuh konflik”, kata Pandji. “Makanya jangan menyulut potensi-potensi konflik, apalagi cuma karena pilkada”, kata saya.
Jakarta tidak butuh cara pandang “Kita vs Mereka”, kata Pandji. “Tapi kita perlu jujur bahwa memang jelas ada cara pandang “ini pentingnya keberagaman, ini tidak pentingnya keberagaman”. Ini perlu diakui dengan jujur, supaya kita bisa mencari sama-sama solusinya. Jangan suka sembunyi-sembunyi.
Pandji lagi-lagi tanya, “Kalau ini gaya kampanyenya, ketika mereka(Basuki-Djarot)menang, bisakah dibayangkan apa yang tersisa darinya?” Bukannya mudah saja jawabnya? Yang jelas keberagaman akan dijaga, keberagaman akan diperjuangkan supaya tidak saling senggol, dan sejalan dengan itu persatuan bisa kita nikmati.
Cara pandang “Apakah anda memilih berpihak pada penyeragaman, radikal serta intoleran, atau memilih berpihak kepada keberagaman dan Bhinneka Tunggal Ika” adalah tekad yang tegas untuk memperjuangkan persatuan, sebab kita diajak bersama-sama untuk melawan segala bentuk pola pikir yang menolak fakta kebergamaan. Yang diwaktu yang sama, menolak persatuan.
Saya tahu mereka bicara kepada anda dan ingin mengajak anda masuk dalam barisan yang mereka sebut “Keberagaman dan Bhinneka Tunggal Ika”, tapi itu berarti mereka meninggalkan bahkan mendorong jauh orang orang yang tidak memilih mereka dengan melabeli orang tersebut sebagai “Penyeragaman, radikal dan intoleran”.Soal kalimat ini adalah tafsiran Pandji sendiri, yang menurut saya prematur, negatif dan cenderung provokatif. Kita bisa menyikapinya masing-masing.
Pandji tidak perlu bingung juga harus menyatakan kekecewaannya atas video itu ke siapa. Lebih baik Pandji duduk tenang, tonton video itu baik-baik, coba hilangkan subyetifitas sejenak sebelum menonton, refleksikan apa benar anda harus kecewa karena isi video itu? Apa kecewa karena itu video dari calon lain yang tidak Anda dukung? Tapi memang susah dengar hati nurani, kalau pikiran sudah mengambil posisi tidak suka duluan.
Pandji, kita ini mau memilih Pemimpin lho! Commander In Chief. The Leader. The guy with the vision.
Masa mencari pemimpin yang bisa membawa persatuan itu harus punya kuasa dulu tentang kemana arah kampanyenya? Anda sehat?
“Sekarang, pertanyaan terpenting: Apa yang kita harus lakukan agar tercipta persatuan? Dengan mencoba memahami, sebelum membenci.”Tapi bukan memahami pemicu konflik saja, tapi pahami betul-betul apa makna keberagamaan untuk mencapai persatuan. Pahami kenapa, pertama-tama kita memang harus bersikap tegas untuk memilih keberagaman agar kita bisa mencapai persatuan.
Untuk Pandji, pahami dulu betul-betul apa yang mau disampaikan dalam video itu soal “Pilih Keberagaman”, supaya tidak ada lagi tulisan-tulisan anda yang begini (semua logika diputar balik). Bukan Anda bilang sendiri, “Karena seringkali ketika kita akhirnya memahami, tidak lagi kita membenci.”?J
Anda tahu dimana pesan tersirat (yang sangat berbahaya) dari tulisan Pandji ini, seperti yang saya sampaikan? Pesan tersirat itu ada di akhir tulisannya, dalam sebuah pengandaian yang absurd dan provokatif. Dia berandai-andai begini:
“Ketika kondisi Jakarta memanas, lalu ada potensi konflik antar agama akan terjadi di Jakarta, siapa yang anda utus untuk bertemu mereka agar konflik mereda? Basuki Tjahaja Purnama atau Anies Baswedan?”
Anda tahu yang saya maksud absurd dan provokatif?
Silahkan jawab saja di surat suara Anda tanggal 19 nanti.
Tapi saya bisa menerka jawaban di hati nurani anda.
His article is SO long. But it is SO short at the same time alias panjang kata-kata dan asumsi negatifnya, pendek pola pikir sehatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H