1. Pengantar
Media sosial adalah ruang publik di mana setiap individu dapat mengekspresikan pendapat dan berinteraksi dengan orang lain. Namun, kebebasan berekspresi di media sosial tetap harus dibatasi oleh norma-norma etika dan hukum yang berlaku, terutama ketika menyangkut penghinaan atau pelecehan terhadap orang lain. Ketika sebutan seperti "otak udang" digunakan untuk merendahkan atau menghina seseorang, hal ini dapat memicu perdebatan apakah istilah tersebut tergolong sebagai ujaran kebencian. Persoalan ini menjadi semakin serius jika kata-kata tersebut diucapkan oleh seorang Kepala Sekolah berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN).
2. Pengertian Ujaran Kebencian
a. Definisi Ujaran Kebencian
Ujaran kebencian adalah setiap bentuk ekspresi yang merendahkan, menghasut, atau memicu diskriminasi terhadap individu atau kelompok berdasarkan karakteristik tertentu, seperti suku, agama, ras, antar-golongan (SARA), atau kondisi fisik. Di Indonesia, ujaran kebencian diatur oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta berbagai peraturan lainnya.
b. Istilah "Otak Udang" dalam Konteks Hukum
Secara harfiah, "otak udang" adalah ungkapan yang digunakan untuk merendahkan kecerdasan atau kapasitas berpikir seseorang. Istilah ini, meskipun tidak secara eksplisit menyerang karakteristik SARA, dapat dianggap sebagai bentuk penghinaan atau pelecehan verbal. Arti ungkapan OTAK UDANG kerap ditemukan atau diucapkan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari.Istilah ini biasanya digunakan untuk mengejek seseorang yang kurang daya tangkapnya.
Menurut KBBI, memang otak udang adalah sebuah kiasan yang berarti sukar mengerti atau bodoh. Ungkapan ini sering digunakan untuk menggambarkan kebodohan karena otak udang sangatlah kecil. Udang juga tidak menggunakan otaknya sebagai pusat kendali, tidak seperti manusia yang bisa mengendalikan tubuhnya sendiri. Â Jadi otak udang = nggak dipakai buat mikir (BODOH). Â Penggunaan istilah ini untuk menghina seseorang di media sosial dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap Pasal 27 Ayat (3) UU ITE, yang melarang distribusi konten yang mengandung penghinaan atau pencemaran nama baik.
3. Kepala Sekolah ASN dan Etika Bermedia Sosial
a. Tanggung Jawab Kepala Sekolah sebagai ASN
Sebagai seorang ASN, kepala sekolah terikat oleh Kode Etik ASN yang mewajibkan mereka untuk bersikap profesional, jujur, dan bertanggung jawab dalam setiap tindakannya, termasuk dalam bermedia sosial. Menyebut seseorang dengan istilah yang merendahkan seperti "otak udang" melanggar prinsip-prinsip ini dan dapat merusak citra kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan.
b. Dampak Etis dan Moral
Penggunaan bahasa yang merendahkan oleh seorang kepala sekolah di media sosial memiliki dampak yang luas. Ini tidak hanya merusak reputasi pribadi tetapi juga dapat menciptakan lingkungan yang tidak sehat di sekolah dan komunitas. Sebagai pemimpin dan teladan, kepala sekolah diharapkan mempromosikan nilai-nilai positif, termasuk rasa hormat, kesopanan, dan keadilan.
c. Konflik Antara Prinsip Pribadi dan Kewajiban Profesional
Jika seorang kepala sekolah beralasan bahwa menggunakan istilah seperti "otak udang" adalah bagian dari "prinsip hidupnya," ia mengabaikan kewajiban profesionalnya sebagai ASN dan pemimpin pendidikan. ASN harus memahami bahwa ekspresi pribadi tidak boleh mengorbankan etika dan tanggung jawab publik yang melekat pada jabatan mereka.
4. Konsekuensi Hukum dan Disiplin
a. Potensi Pelanggaran Hukum
Penggunaan istilah "otak udang" di media sosial, jika dianggap sebagai penghinaan, dapat menimbulkan konsekuensi hukum bagi pelakunya, termasuk kepala sekolah yang berstatus ASN. Pasal 27 Ayat (3) UU ITE memberikan dasar bagi korban penghinaan untuk mengajukan tuntutan hukum.
b. Sanksi Disiplin bagi ASN
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku yang tidak pantas oleh ASN, termasuk kepala sekolah, dapat dikenai sanksi disiplin. Ini bisa berupa teguran, penurunan pangkat, atau bahkan pemecatan jika dianggap serius.
5. Penutup
Menyebut seseorang dengan sebutan "otak udang" di media sosial, apalagi dilakukan oleh seorang Kepala Sekolah berstatus ASN, adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dari segi etika maupun hukum. Sebagai pemimpin dan teladan, kepala sekolah memiliki tanggung jawab untuk menjaga integritas dan reputasi profesinya.Â
Penggunaan bahasa yang merendahkan tidak hanya merusak citra pribadi tetapi juga mencoreng martabat lembaga pendidikan yang diwakilinya. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, terutama ASN, untuk selalu berhati-hati dalam berkomunikasi di media sosial dan memastikan bahwa setiap ujaran yang disampaikan mencerminkan nilai-nilai positif dan rasa hormat terhadap orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H