Mohon tunggu...
Petrus Punusingon
Petrus Punusingon Mohon Tunggu... Guru - Praktisi dan Trainner

Trainner - Teacher - Influencer - Public Speaker - Marketer - Designer - Photographer - IT Consultan - Early Education Certified Trainner

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Sanksi Hukum terhadap Oknum-Oknum yang Sering Mengklaim Kepemilikan Tanah Berdasarkan Pengakuan Memiliki Kart Tanah Terindikasi HOAKS

28 Agustus 2024   21:46 Diperbarui: 31 Agustus 2024   06:31 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok : Desain Pribadi

Dalam beberapa tahun terakhir, permasalahan sengketa tanah kerap masih menjadi isu yang meresahkan masyarakat Indonesia. Salah satu modus operandi yang sering muncul adalah klaim kepemilikan tanah oleh oknum warga berdasarkan pengakuan memiliki dokumen yang disebut "Kart Tanah," meskipun keberadaan dokumen tersebut tidak pernah ditunjukkan dan seringkali hanya menjadi sebuah hoaks atau kebohongan semata. Hal ini bukan saja meresahkan, tetapi juga menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang benar-benar memiliki hak atas tanah tersebut. Artikel ini akan mengulas sanksi hukum yang dapat dikenakan kepada oknum yang melakukan tindakan tersebut, serta langkah-langkah hukum yang dapat diambil oleh pihak yang dirugikan.

1. Definisi dan Peran "Kart Tanah" dalam Sengketa Tanah
"Kart Tanah" bukanlah istilah yang diakui dalam regulasi pertanahan di Indonesia. Istilah ini sering kali dipakai oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengklaim kepemilikan atas sebidang tanah tanpa dasar hukum yang jelas. Dalam prakteknya, oknum ini mengklaim bahwa mereka memiliki sebuah dokumen yang disebut "Kart Tanah" yang konon memberikan mereka hak atas sebidang atau seluruh tanah tanah yang berada di suatu wilayah hukum tertentu. Namun, saat diminta menunjukkan dokumen tersebut, mereka tidak dapat menyediakannya atau justru menghindar dengan berbagai alasan.

Dokumen yang sah untuk menunjukkan kepemilikan tanah di Indonesia biasanya berupa sertifikat hak milik (SHM) yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), atau bentuk dokumen hukum lain yang diakui dalam sistem pertanahan Indonesia. "Kart Tanah" tidak termasuk dalam kategori dokumen hukum yang diakui oleh BPN, sehingga klaim yang didasarkan pada dokumen ini dapat dianggap sebagai upaya penipuan.

2. Sanksi Hukum untuk Klaim Tanah Berdasarkan Dokumen Palsu atau Hoaks
Klaim kepemilikan tanah dengan dasar yang tidak sah, seperti pengakuan memiliki "Kart Tanah" yang ternyata palsu atau tidak pernah ditunjukkan, dapat masuk ke dalam beberapa kategori pelanggaran hukum:

1). Penipuan (Pasal 378 KUHP): Oknum yang mengklaim kepemilikan tanah dengan menggunakan "Kart Tanah" palsu dapat dijerat dengan pasal penipuan. Pasal 378 KUHP menyatakan bahwa "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan dengan hukuman penjara paling lama empat tahun."

2). Pemalsuan Surat (Pasal 263 KUHP) : Jika "Kart Tanah" tersebut merupakan dokumen palsu yang dibuat untuk mengklaim hak atas tanah, oknum dapat dijerat dengan pasal pemalsuan surat. Pasal 263 KUHP menyatakan bahwa "Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan, atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat-surat tersebut seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun."

3). Penggelapan Hak atas Tanah (Pasal 385 KUHP): Pasal ini mengatur tentang penggelapan hak atas tanah. Dalam konteks ini, oknum yang mengklaim tanah milik orang lain dengan menggunakan "Kart Tanah" palsu dapat dikenakan pasal ini. Pasal 385 KUHP menyebutkan bahwa "Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menguasai hak milik tanah orang lain, baik seluruhnya maupun sebagian, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun."

3. Langkah Hukum bagi Pihak yang Dirugikan
Bagi pihak yang merasa dirugikan akibat klaim palsu ini, ada beberapa langkah hukum yang dapat diambil:

1. Laporan ke Kepolisian: Pihak yang merasa dirugikan dapat melaporkan tindakan penipuan ini ke kepolisian. Pihak yang melapor harus membawa bukti-bukti yang mendukung klaim mereka bahwa oknum tersebut tidak memiliki hak atas tanah yang disengketakan.

2. Gugatan Perdata: Selain jalur pidana, pihak yang merasa dirugikan juga dapat mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri setempat untuk meminta pembatalan klaim kepemilikan yang diajukan oleh oknum tersebut dan menuntut ganti rugi atas kerugian yang dialami.

3. Pengaduan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN):  Jika tanah yang diklaim sudah bersertifikat, maka pemilik sah dapat mengajukan pengaduan ke BPN untuk mendapatkan perlindungan hukum atas kepemilikan tanah mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun