Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membongkar Pelecehan Seksual dalam Tubuh Gereja Katolik di Indonesia

13 September 2024   12:22 Diperbarui: 13 September 2024   12:26 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kekerasan seksual, apa pun bentuknya, yang dilakukan oleh para imam dan atau oleh mereka yang bekerja di sekitar rumah Tuhan, kepada anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa, baik laik-laki maupun perempuan atau yang beriorientasi seksual lain, adalah kejahatan luar biasa, yang sangat merugikan para korban dan Gereja Katolik. Karena itu, para pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di muka hukum dan otoritas Gereja sesuai kewenangannya harus memulihkan para korban."_Petrus Pit Supardi

Menyikapi maraknya pelecehan seksual, yang dilakukan oleh para imam Katolik, Paus Fransiskus pada 20 Oktober 2018 mengeluarkan surat berjudul, "Surat kepada umat Allah." Surat tersebut secara sederhana dan terang-benderang menegaskan kepada seluruh umat beriman untuk mengakhiri budaya klerikalisme. Paus menyadari bahwa relasi kuasa, "imam-umat" acapkali disalahgunakan oleh para imam untuk memuaskan hawa nafsunya! Dampaknya, Gereja Katolik semakin ditinggalkan karena perilaku buruk para imam yang haus akan nafsu seksual.

Paus Fransiskus juga mengajak umat beriman untuk bersatu dalam doa, puasa, dan pertobatan. Bahwa Gereja Katolik sedang terluka dan membutuhkan penyembuhan dan pemulihan. Ada begitu banyak anak-anak, remaja, bahkan orang dewasa, laki-laki dan perempuan telah menjadi korban kebuasan para imam di altar Tuhan! Suatu tindakan dan perbuatan tidak manusiawi, yang telah dilakukan oleh para imam, tanpa merasa malu pada orang-orang kecil, rapuh dan lemah yang semestinya dilayani dengan penuh kasih.

Dalam konteks Gereja Katolik Indonesia, kita menjumpai tidak sedikit imam dan kaum religus Katolik melakukan pelecehan seksual. Ada kasus pedofilia. Ada kasus pemerkosaan. Ada kasus pelecehan seksual. Ada pula tindakan zinah dan cabul terhadap orang dewasa yang dilakukan oleh para imam. Bahkan tidak jarang, istri umat pun dilahap oleh para imam yang terlalu bernafsu tinggi. Sebagian kecil kasus-kasus itu terbongkar dan mendapat sorotan publik. Tetapi, sebagian besar kasus itu terpendam, sengaja didiamkan demi, "nama baik Gereja Katolik!"

Salah seorang awam Katolik, yang selama ini getol membongkar kasus-kasus kekerasan seksual di dalam tubuh Gereja Katolik Indonesia adalah Fransiskus Ristala. Melalui jejaring sosial, facebook, ia berusaha menyampaikan pengalamannya, tetapi juga keluhan dan laporan-laporan terkait kekerasan seksual yang dilakukan oleh para imam Katolik. Usahanya itu, menuai pro dan kontra. Sebagian umat menganggap Ristala tidak waras dan memalukan Gereja Katolik, karena membuka aib. Tetapi, sebagian lainnya mendukung supaya para penjahat kelamin di altar Tuhan segera diseret ke meja hijau!

Kasus kekerasan seksual dalam tubuh Gereja Katolik di Indonesia semakin subur lantaran sikap tertutup para Uskup dan pimpinan Ordo/Tarekat. Ketika seorang imam atau anggota Ordo/Tarekat melakukan kekerasan seksual, Uskup dan pimpinan Ordo/Tarekat tidak langsung memproses sesuai hukum kanonik yang berlaku. Para imam pelaku kejahatan seksual itu, hanya sekedar diindahkan ke tempat tugas lain atau mereka diminta untuk ret-ret pemulihan. Sedangkan para korban dibiarkan melarat dan menanggung sendiri penderitaan akibat perilaku bejat para imam itu!
Sejauh ini, kita melihat bahwa ada imam Katolik yang ketika melakukan kejahatan seksual diberhentikan karena terpublikasi media sosial. Kita ambil contoh kejadian di Keuskupan Ruteng, pada bulan April silam. Seorang imam Katolik, bertamu ke rumah umatnya, kemudian tidur dengan istri si umat. Ironisnya, di rumah itu, ada suami si perempuan itu. Suatu tindakan bejat dan tidak bermoral yang dilakukan oleh seorang imam Katolik, yang telah menempuh pendidikan puluhan tahun!

Kejadian di Keuskupan Ruteng yang terbongkar itu, hanyalah fenomena gunung es. Sesungguhnya, masih terlalu banyak kasus kekerasan seksual yang tersembunyi rapi. Seorang mantan biarawan, yang memilih hidup selibat di luar tembok biara berujar, "di sini, di tempat saya, banyak imam punya anak."

Para Uskup dan pimpinan Ordo/Tarekat bukan tidak mengetahui situasi ini. Mereka tahu dengan sangat baik, tetapi melindungi para imam penjahat itu demi "nama baik Gereja Katolik!" Suatu sikap yang menjijikkan dan jauh dari kehendak Tuhan! Karena sikap demikian, membuat para imam pelaku kejahatan seksual mengulangi lagi perbuatan mereka karena merasa terlindungi oleh Uskup dan pimpinan Ordo/Tarekatnya!

Mengingat Uskup dan pimpinan Ordo/Tarekat bungkam, maka para korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh para imam Katolik di Indonesia perlu membuka suara. Bahwa kejahatan yang dialami oleh anak-anak, maupun orang dewasa, laki-laki maupun perempuan adalah kejahatan kemanusiaan, bukan aib yang harus ditutupi. Para korban harus berani membuka suara dan menyatakan secara lantang tentang perbuatan-perbuatan bejat yang dilakukan oleh para imam terhadap mereka. Protokol penanganan terhadap korban pelecehan seksual oleh para imam yang diterbitkan oleh Vatikan harus segera diterapkan di seluruh Keuskupan di Indonesia dan Ordo/Tarekat tanpa kecuali!

Kekinian, gerakan untuk membongkar pelecehan seksual oleh para imam di Indonesia sedang bergema. Tampak sporadis dan spontan, belum terkonsolidasi secara sistematis dan berkelanjutan. Seiring waktu, kita berharap para korban dan aktivis dapat membentuk wadah untuk mengorganisir dan mengadvokasi para korban pelecehan seksual oleh para imam dan kaum reglius Katolik.

Membuka suara dan berteriak terkait kasus-kasus pelecehan seksual dalam tubuh Gereja Katolik di Indonesia mesti dilihat bersama sebagai upaya memurnikan Gereja Katolik Indonesia yang telah terkontaminasi oleh perilaku bejat segelintir imam yang merusak wajah Gereja Katolik Indonesia. Kita tidak boleh melindungi penjahat kelamin di dalam rumah Gereja Katolik Indonesia! Karena tempat para penjahat kelamin bukan di altar, bukan pula di balik tembok biara melainkan di penjara! [13 September 2024]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun