Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gereja Papua dalam Gempuran Investor Perusak Hutan Alam

27 Juni 2024   12:45 Diperbarui: 27 Juni 2024   13:00 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan," (Yohanes 10:10)

Konversi hutan alam Papua sedang tumbuh laksana jamur. Hutan alam Papua dikonversi dengan perkebunan sawit, perkebunan tebu dan hutan tanaman industri lainnya. Pemerintah dan perusahaan bilang, "melalui kehadiran perusahaan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, pemilik ulayat!" Sebuah ungkapan kamu flase, tipu-tipu saja.

Dalam satu seminar tentang konversi hutan alam di Papua, tahun 2009, yang diselenggarakan di STFT Fajar Timur, Jayapura, seorang Uskup bilang, "Kehadiran perusahaan bisa bawa lampu, telkom, jalan, sekolah, dll." Cara berpikir yang konyol dari Gembala, yang semestinya berpikir, "kalau hutan alam habis, kawanan domba akan menjadi seperti siapa? Melarat, terpinggirkan, tercabut dari akar budayanya, dll."

Dalam tatanan hidup harmoni orang melanesia, hidup selalu rangkap 4, yaitu 1) hidup baik dengan  sesama; 2) hidup baik dengan alam; 3) hidup baik dengan roh-roh leluhur dan 4) hidup baik dengan Tuhan Allah. Keempat aspek ini, berjalan beriringan, tanpa saling memisahkan satu dari yang lainnya.

Apabila hutan alam dirusak melalui konversi dengan tanaman industri, maka tatanan harmoni akan terganggu. Orang mengalami keterpecahan serius. Tercabut dari akar hidupnya. Sebab, hutan alam, bukan sekedar hutan dalam arti harafiah. Ia memiliki makna satu kesatuan dengan manusia, dan leluhur serta Tuhan Allah. Secara sederhana, perjumpaan manusia di bumi dengan roh-roh leluhur di alam baka, banyak kali terjadi di hutan, pada tempat-tempat keramat, leluhur tinggal. Karena itu, tak ada alasan apa pun untuk mengubah hutan alam Papua dengan konversi tanaman industri.

Dalam gema perusakan hutan alam Papua ini, di mana posisi Gereja Papua? Di mana suara kenabian para pimpinan Gereja-Gereja di Papua? Bagaimana sikap Uskup, Pastor, Pendeta terhadap investasi yang menghancurkan hutan alam Papua ini? Gereja, apa lagi Gereja Katolik, perlu hadir dan secara lantang bilang, "Investasi, apa pun bentuknya, mari, kita bicara dulu dengan masyarakat adat pemilik ulayat!" Pimpinan Gereja tidak bisa sekedar bilang, "Investasi itu urusan pemerintah!" Alasannya, karena Gerejalah yang telah membaptis orang Papua menjadi anak-anak Allah, warga Gereja. Karena itu, Gereja melalui pimpinannya memiliki tanggung jawab yang sangat besar untuk memelihara kawanan dombanya, termasuk memastikan bahwa hutan alam Papua, tanah ulayat milik kawanan dombanya, tidak seenaknya diubah menjadi lahan tanaman industri apa pun!

Kekinian, semua mata sedang tertuju ke Papua,  kecuali pimpinan Gereja yang terlelap di istana-istana mereka. Gembala-Gembala tampaknya sedang menikmati riuh samudera dan rintihan kawan domba, tanpa datang melihat, apa lagi menyapa! Seolah-olah konversi ratusan ribu sampai jutaan hektar hutan alam Papua dengan tanaman industri biasa-biasa saja. Padahal, konversi tersebut jelas merusak tatanan harmoni hidup orang asli Papua.

Diamnya suara kenabian pimpinan Gereja, di tengah penderitaan orang asli Papua, yang kehilangan tanah ulayat dan hutannya, kita bertanya masihkah Gereja Papua menjadi harapan orang asli Papua? Ataukah orang asli Papua telah kehilangan segalanya, termasuk kehilangan kepercayaannya terhadap Gereja? Kita masih menunggu dengan penuh harap agar pimpinan Gereja, baik Uskup, Pastor maupun Pendeta bersuara lantang menolak segela bentuk investasi yang merusak tatanan hidup orang asli Papua.

Di sini, di tanah Papua, tampkanya para gembala masih terlelap dalam kenyamanan hidup mereka. Apakah kawanan domba akan gemuk, sehat, apa lagi bahagia, tatkala para gembala terlelap di tengah gempuran investor yang menghacurkan hutan alam di tanah Papua ini? Di tengah kebisuan itu, kita melihat bahwa  dari Salib Tuhan, Dia masih menanti datangnya tangan-tangan yang terulur menolong kawanan domba yang terkepung badai investor di tanah Papua. Dari Salib-Nya pula, kita melihat Dia masih menanti suara kenabian para gembala yang telah diangkat dan ditetapkan-Nya untuk memelihara kawanan domba-Nya! [27-06-2024]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun