"Di sini, di dunia ini, hanya sementara, tetapi menjadi penentu, apakah kita akan memperoleh kebahagiaan kekal atau menuju jurang maut?" [Petrus Pit Supardi]
Setiap awal hari baru, kita bertanya, "Saya hidup hari ini untuk siapa?" Ke mana pun kita melangkah, kita selalu ingat, bahwa kita memiliki arah dan tujuan hidup. Kita hidup, selain untuk diri kita sendiri, tetapi juga harus berdampak positif dan berguna untuk orang-orang di sekitar kita.
Ada tiga jalan agar hidup kita berdampak positif dan berguna bagi diri kita sendiri dan sesama kita. Ketiga jalan tersebut merupakan satu kesatuan. Apa saja ketiga jalan tersebut?
1. Kasih
Kasih adalah dasar seluruh hidup kita. Sebab, "Allah adalah kasih!"(1Yohanes 4:7-21). Apakah kita memiliki kasih? Apakah kasih Allah sungguh-sungguh hidup di dalam diri kita? Kasih kepada Allah menjadi nyata dalam tindakan kasih kepada sesama. Bagaimana mungkin mengasihi Allah sambil menghujat dan menghina orang lain?
Siapakah sesama yang paling dekat dengan kita? Orang tua kita, Bapa, Mama. Lalu, kakak, adik, om, tante, dan tetangga, sahabat dan kenalan kita. Kepada mereka kasih mesti menjadi nyata di dalam tindakan saling menyapa, saling mendengarkan, saling mengulurkan tangan. Tetapi, kalau kita tidak bisa mengasihi orang tua kita dan orang-orang yang terdekat, bagaimana mungkin kita dapat mengalirkan kasih kepada sesama yang lebih luas?
Kita tidak dapat mengasihi Allah, tanpa mengasihi orang tua kita, dan sesama kita. Di dunia ini, selagi masih ada waktu, kesempatan dan ruang, marilah kita menabur kasih dalam tindakan konkret: mendengarkan, mengulurkan tangan dan memeluk erat orang tua dan sesama kita. Â
2. Membasuh Kaki
Sang Guru Agung berkata, "Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi, jikalau Aku membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu." (Yohanes 13:14-15). Mencuci kaki adalah tindakan perendahan diri. Kita diajak dan diminta agar melayani sesama tanpa pamrih. Kita perlu merendahkan diri serendah-rendahnya agar dapat masuk ke dalam hidup orang-orang rapuh dan menolong mereka.
Sekali lagi, cucilah kaki orang tua, bukan saja dalam tindakan fisik mencuci kaki, tetapi melayani mereka dengan penuh kasih. Kalau kita tidak bisa melayani orang tua kita, bagaimana kita dapat melayani orang lain?
3. Menolong Orang Miskin, Terlantar, Sakit
Sang Guru juga berkata, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Matius 25:40).
Di dunia ini, banyak orang mengalami penderitaan. Orang sakit. Orang lapar dan haus. Orang telanjang. Orang dipenjara. Pengungsi. Bagaimana sikap kita terhadap orang-orang yang menderita itu? Apakah kita tergerak menolong atau kita bersikap malas tahu?
Di sini, di rumah bumi ini, mulai hari ini, saat ini, tanamkanlah dan rawatlah kasih, yang mau membasuh kaki sesama dan bersedia memeluk orang terbuang. Sebab, di dalam diri orang-orang kecil itulah, kita menemukan Allah yang sesungguhnya. Dia sedang menunggu kita datang memeluk-Nya, bukan pada kemewahan, melainkan di dalam kemelaratan hidup orang miskin dan terlantar. [Abepura, 09-07-2023; 08.05 WIT]Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H