"Berhentilah sejenak. Di tepi pantai, di bawah pohon rindang, sambil menikmati angin sepoi dan hempasan gelombang, bertanyalah, 'saya sedang mencari siapa dan saya hidup untuk siapa?' Belajarlah pada alam semesta: selalu tenang, tak khawatir dalam situasi apa pun dan siap sedia memberi tanpa pamrih."
Pada alam semesta dan angkasa raya, matahari, bulan, bintang, tanah, air, udara, pohon, semut, kita belajar tentang memberi. Matahari memberikan energinya yang menghidupi segenap makhluk. Udaralah yang membuat manusia bisa bernapas. Air menjadi unsur paling banyak dalam tubuh manusia dan tumbuh-tumbuhan, dst.
Kita melihat mata air jernih tidak pernah berhenti mengalir. Awan menurunkan hujan. Tumbuh-tumbuhan tidak pernah berhenti bertumbuh. Alam semesta memberikan segalanya tanpa menuntut balasan apa pun. Pada alam, kita belajar bahwa memberi tidak akan pernah membuat habis, hilang dan tak kembali.
Kita belajar bahwa memberi tidak akan pernah membuat kita miskin dan melarat. Hukum alam berujar, "kita hanya menuai dari apa yang kita tabur." Siapa menabur banyak, maka banyak pula tuaiannya. Setiap orang yang menabur dan merawat, pasti menuai hasil berlimpah.
Kita sedang menabur apa? Kita sedang merawat apa? Kepada siapa kita menginvestasikan waktu kita? Kita sedang mengarahkan hidup kita kepada apa atau siapa?
Kita perlu melihat ke dalam. Kita sedang mengidam-idamkan apa? Kita sedang mengumpulkan apa? Apakah kita sedang terarah kepada uang, emas, berlian, rumah, mobil?
Di sisi lain, di hadapan kita terpampang orang miskin, melarat, sakit dan tertindas. Kita memiliki pilihan, "atau mau terlelap di dalam kemewahan istana kita, atau kah keluar menjumpai orang miskin dan terlantar?" Pilihan hidup kita akan menentukan sikap batin kita: berpihak pada orang miskin dan melarat atau bersikap apatis, malas tahu!
Seperti alam yang selalu memberi tanpa pamrih, kita pun mendapatkan undangan untuk hadir dan ada bersama orang miskin dan terlantar. Harta kita yang sesungguhnya adalah orang miskin, terlantar, terbuang, orang jompo, anak-anak yatim piatu, dll. Kepada merekalah kita semestinya mengulurkan tangan dan memeluk dengan erat.
Berlian yang telah lama hilang dari dalam hidup kita adalah kasih. Kita lupa mengasihi diri kita dan sesama kita. Bahkan kita juga tidak lagi mengasihi alam semesta. Kita terlalu sibuk mengumpulkan harta dunia sampai lupa mengumpulkan harta abadi.
Kembalilah! Masuklah ke dalam rumah diri sendiri. Temukan berlian yang telah lama hilang itu. Genggam erat. Lalu, pergi keluar membagikan warta sukacita kepada orang miskin dan melarat. Seutas senyum, setetes air atau sepiring makanan adalah obat penyembuh bagi mereka yang malang dan terbuang.
Semoga kita selalu hidup selaras alam, saling berbagi dalam kasih yang melimpah dan bahagia tanpa saling melukai dan mengabaikan. Â