Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemerintah Indonesia Harus Mendengarkan Isi Hati Orang Asli Papua

18 Oktober 2022   05:26 Diperbarui: 18 Oktober 2022   05:32 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembangunan infrastruktur dan pendekatan keamanan di Papua tidak menjamin orang asli Papua hidup damai dan sejahtera. Keduanya, justru menjauhkan orang asli Papua dari rasa memiliki Indonesia. Orang asli Papua semakin tersingkir. Suara perjuangan kemerdekaan semakin membahana.

Meskipun demikian, demi mempertahankan Papua di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pemerintah Indonesia masih tetap menerapkan pendekatan pembangunan dan keamanan di Papua. Padahal, sudah sangat jelas bahwa pendekatan pembangunan dan keamanan tidak mampu membuat orang asli Papua merasa sebagai bagian dari Indonesia. Karena itu, perlu kajian dan evaluasi menyeluruh terhadap proses pembangunan dan pendekatan keamanan yang selama ini diterapkan di tanah Papua, dengan mendengarkan suara hati orang asli Papua.

Pembangunan fisik, terutama infrastruktur jalan, pelabuhan laut, bandar udara, pasar, gedung-gedung pemerintah menjamur di tanah Papua. Infrastruktur itu bertujuan mempercepat peningkatan kesejahteraan orang asli Papua. Kenyataan yang terjadi justru sebaliknya, orang asli Papua semakin tersingkir lantaran melubernya kaum imigran yang membanjiri tanah Papua.

Apa artinya infrastruktur megah tanpa sumber daya manusia orang asli Papua yang memadai? Dampaknya, pendudukan dan penguasaan Papua menjadi lebih nyata. Atas nama mengisi lowongan pekerjaan, kaum imigran harus didatangkan ke Papua. Padahal, kalau sumber daya manusia orang asli Papua disiapkan sejak awal, maka tidak perlu mendatangkan orang dari luar untuk menjadi pedagang, pengusaha, dokter, guru, dan lain-lain.

Penerapan pendekatan pembangunan dan keamanan di tanah Papua telah gagal dalam dua aspek yaitu, pertama, gagal meyakinkan orang asli Papua sebagai bagian dari Indonesia; kedua, gagal menyejahterakan orang asli Papua. Kedua kegagalan tersebut tampak jelas di dalam gerakkan Papua merdeka yang semakin berkobar dan kondisi hidup orang asli Papua yang sangat memprihatinkan di seluruh aspek kehidupan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, ekologi dan politik.

Mengapa pemerintah Indonesia gagal membangun Papua? Pertanyaan ini, melahirkan pertanyaan selanjutnya, "Penerapan pendekatan pembangunan infrastruktur, serta seluruh kebijakan di tanah Papua selama ini berdasarkan apa dan kemauan siapa?" Apakah pemerintah Indonesia telah mendengarkan kehendak rakyat Papua? 

Selama ini, pemerintah Indonesia belum membuka ruang perundingan dan atau dialog untuk mendengarkan isi hati orang asli Papua. Apa kerinduan, kemauan dan kehendak orang asli Papua? Apakah orang asli Papua menghendaki pembangunan fisik? Ataukah orang asli Papua memiliki kehendak sendiri atas masa depan negerinya, tanah Papua? Pada titik ini pemerintah Indonesia perlu membuka ruang dialog sebagai sarana mencari solusi bagi penyelesaian permasalahan Papua secara menyeluruh, adil dan berkelanjutan.

Orang asli Papua bukan objek, melainkan subjek. Apa pun pendekatan yang hendak diterapkan di tanah Papua perlu dibicarakan dengan orang asli Papua, sebagai subjek atas segala kebijakan pembangunan di tanah Papua. Apabila pemerintah Indonesia tidak mendengarkan orang asli Papua, maka sebaik apa pun rancangan program pembangunan untuk tanah Papua pasti gagal. Karena itu, sebelum menerapkan pembangunan untuk tanah Papua, pemerintah Indonesia harus berdialog dengan orang asli Papua: "Orang asli Papua mau apa?"

Pendekatan pembangunan dan keamanan di tanah Papua sudah gagal total karena tidak membuat orang asli Papua menjadi lebih baik (sejahtera) dan tidak membuat orang asli Papua merasa sebagai bagian dari Indonesia. Karena itu, pemerintah Indonesia harus mengubah pola dan paradigma dalam melihat Papua. Apa pendekatan yang perlu diterapkan di tanah Papua pada saat ini dan ke depan?

Pemerintah Indonesia perlu mengubah pola pikirnya tentang Papua. Siapakah Papua di hadapan pemerintah Indonesia? Siapakah orang asli Papua di hadapan Indonesia? Apakah martabat orang asli Papua berbeda dari orang Indonesia lainnya?

Sumber daya manusia orang asli Papua harus mendapatkan perhatian serius. Pembangunan infrastruktur fisik dan pengiriman tentara dan intelijen ke tanah Papua harus diganti pembangunan sumber daya manusia dengan menghadirkan tenaga kesehatan, guru, pendamping ekonomi, ahli pertanian, dan lain-lain. Orang asli Papua harus mendapatkan pendidikan berkualitas sejak di sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dengan demikian, kualitas hidup orang asli Papua menjadi lebih baik sehingga cita-cita hidup sejahtera dapat tercapai.

Saat ini, pemerintah di setiap kabupaten/kota di tanah Papua berlomba-lomba membangun gedung-gedung pemerintah yang mewah, jalan, jembatan, bandara dan lain-lain. Monumen-monumen itu seakan-akan mengatakan bahwa daerah itu sudah maju, rakyatnya sejahtera. Padahal, di kampung-kampung sekolah dasar dan puskesmas pembantu (pustu) sedang tutup. Anak-anak gizi buruk tidak terhitung jumlahnya. Orang asli Papua di kampung-kampung terpencil tidak bisa mengakses layanan pendidikan dasar dan kesehatan, tetapi pemerintah tidak peduli. 

Contoh konkret di kabupaten Asmat, sejak gizi buruk menewaskan ratusan anak di Asmat pada awal tahun 2018 silam, pemerintah bukannya memperbaiki layanan pendidikan, kesehatan dan ekonomi warga di kampung-kampung terpencil, melainkan membangun jalan, jembatan, bandara. Bahkan saat ini, pemerintah sibuk membangun jalan jembatan yang akan menghubungkan Ewer dan Agats. Dana miliaran rupiah habis untuk membangun benda mati, sedangkan manusia-manusia orang Asmat di kampung-kampung terpencil sedang terlantar. 

Buruknya pelayanan pendidikan, kesehatan dan ekonomi orang asli Papua seyogianya menggugah hati nurani pemerintah Indonesia untuk menghentikan pembangunan infrastruktur mewah di atas tanah Papua. Bangun sumber daya manusia orang asli Papua, bukan benda-benda mati. Apabila orang asli Papua memiliki sumber daya manusia berkualitas, maka mereka dapat membangun segala infrastruktur yang diperlukan dengan kualitas terbaik. Karena itu, kini dan ke depan, sumber daya manusia orang asli Papua yang tinggal di kampung-kampung terpencil harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah Indonesia.

Jauh di lubuk hati orang asli Papua terpendam kerinduan ini, "Buka ruang dialog dengan orang asli Papua, pemilik negeri ini; beri kebebasan bagi orang asli Papua dalam membangun negerinya! Bangun sumber daya manusia orang asli Papua, bukan benda-benda mati. Perlakukan orang asli Papua secara bermartabat, tanpa diskriminasi rasial dan stigma buruk!"

Jauh di kampung terpencil di pelosok sampai di kota-kota di Papua, selalu bergaung nasihat bijak, "tamu yang baik adalah tamu yang datang, masuk, duduk bicara dengan tuan rumah sebelum memulai kegiatannya. Ajak tuan rumah bicara, sepakati bersama dan lakukan bersama, tuai hasil bersama." Semoga pemerintah Indonesia bisa introspeksi diri dan mau menjadi tamu terhormat di dalam rumah Papua. Amin. [Sorong, 18 Oktober 2022; 04.12 WIT].

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun