Sumber daya manusia orang asli Papua harus mendapatkan perhatian serius. Pembangunan infrastruktur fisik dan pengiriman tentara dan intelijen ke tanah Papua harus diganti pembangunan sumber daya manusia dengan menghadirkan tenaga kesehatan, guru, pendamping ekonomi, ahli pertanian, dan lain-lain. Orang asli Papua harus mendapatkan pendidikan berkualitas sejak di sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dengan demikian, kualitas hidup orang asli Papua menjadi lebih baik sehingga cita-cita hidup sejahtera dapat tercapai.
Saat ini, pemerintah di setiap kabupaten/kota di tanah Papua berlomba-lomba membangun gedung-gedung pemerintah yang mewah, jalan, jembatan, bandara dan lain-lain. Monumen-monumen itu seakan-akan mengatakan bahwa daerah itu sudah maju, rakyatnya sejahtera. Padahal, di kampung-kampung sekolah dasar dan puskesmas pembantu (pustu) sedang tutup. Anak-anak gizi buruk tidak terhitung jumlahnya. Orang asli Papua di kampung-kampung terpencil tidak bisa mengakses layanan pendidikan dasar dan kesehatan, tetapi pemerintah tidak peduli.Â
Contoh konkret di kabupaten Asmat, sejak gizi buruk menewaskan ratusan anak di Asmat pada awal tahun 2018 silam, pemerintah bukannya memperbaiki layanan pendidikan, kesehatan dan ekonomi warga di kampung-kampung terpencil, melainkan membangun jalan, jembatan, bandara. Bahkan saat ini, pemerintah sibuk membangun jalan jembatan yang akan menghubungkan Ewer dan Agats. Dana miliaran rupiah habis untuk membangun benda mati, sedangkan manusia-manusia orang Asmat di kampung-kampung terpencil sedang terlantar.Â
Buruknya pelayanan pendidikan, kesehatan dan ekonomi orang asli Papua seyogianya menggugah hati nurani pemerintah Indonesia untuk menghentikan pembangunan infrastruktur mewah di atas tanah Papua. Bangun sumber daya manusia orang asli Papua, bukan benda-benda mati. Apabila orang asli Papua memiliki sumber daya manusia berkualitas, maka mereka dapat membangun segala infrastruktur yang diperlukan dengan kualitas terbaik. Karena itu, kini dan ke depan, sumber daya manusia orang asli Papua yang tinggal di kampung-kampung terpencil harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah Indonesia.
Jauh di lubuk hati orang asli Papua terpendam kerinduan ini, "Buka ruang dialog dengan orang asli Papua, pemilik negeri ini; beri kebebasan bagi orang asli Papua dalam membangun negerinya! Bangun sumber daya manusia orang asli Papua, bukan benda-benda mati. Perlakukan orang asli Papua secara bermartabat, tanpa diskriminasi rasial dan stigma buruk!"
Jauh di kampung terpencil di pelosok sampai di kota-kota di Papua, selalu bergaung nasihat bijak, "tamu yang baik adalah tamu yang datang, masuk, duduk bicara dengan tuan rumah sebelum memulai kegiatannya. Ajak tuan rumah bicara, sepakati bersama dan lakukan bersama, tuai hasil bersama." Semoga pemerintah Indonesia bisa introspeksi diri dan mau menjadi tamu terhormat di dalam rumah Papua. Amin. [Sorong, 18 Oktober 2022; 04.12 WIT].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H