Mohon tunggu...
PETRUS PIT SUPARDI
PETRUS PIT SUPARDI Mohon Tunggu... Penulis - Menulis untuk Perubahan

Musafir di rumah bumi Papua

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Penyesat di Ruang Sakral

27 Agustus 2021   07:11 Diperbarui: 27 Agustus 2021   07:19 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku duduk di tepi pantai,

pada pagi yang dingin

Aku bertanya pada laut yang membentang luas:

Bisakah cinta dan kebencian bertumbuh di dalam satu hati?

Sebab, aku mendengar dari ruang-ruang sakral suara menggelegar mewartakan cinta sang ilahi sambil mendendangkan sumpah serapah, merendahkan sesama yang berbeda  iman dan keyakinan, suku dan ras

Bukankah mimbar-mimbar suci di rumah ibadah untuk mengabarkan cinta, kasih sayang, kebaikan dan pengampunan?

Bagaimana mewartakan cinta sang ilahi serentak pula menabur kebencian pada sesama yang berbeda?

Relung jiwa penuh tanya terhentak tatkala mendengar tepuk tangan meriah menyetujui dan menyambut sumpah serapah itu

Aku bertanya bukan lagi pada alam semesta, 

tapi pada diriku sendiri,

pada kemanusiaanku:

Mengapa mimbar menjadi tempat sumpah serapah dan menabur kebencian hanya karena berbeda iman, keyakinan, suku dan ras?
Bagaimana mewartakan iman kepada yang ilahi, sang pencipta sambil merendahkan sesama yang berbeda?

Bukankah semua makhluk berasal dari sang Pencipta yang satu dan sama?

Mengapa harus ada kebencian terlontar dari ruang-ruang sakral?

Aku tertunduk lesuh dan bergumul:

Bagaimana aku dapat menyetujui dan menerima kebencian yang terlontar dari ruang-ruang sakral itu atas nama sang ilahi?

Bukankah ruang sakral itu menyimpan harta tak ternilai: cinta, kebaikan, kasih sayang dan pengampunan?

Aku akan menjadi seperti siapa?

Aku menolak segala warta kebencian dan segala tutur kata dan tindakan yang merendahkan martabat pribadi manusia dan alam semesta

Sebab, kemanusiaanku, hidupku bersama sesama manusia dan alam semesta melampaui kategori apa pun dan tak dapat dihancurkan bahkan atas nama sang ilahi sekalipun!

Di sini, di tanah, di muka bumi ini

Aku lahir berbeda

Aku hidup dalam perbedaan-perbedaan itu

Aku menjadi unik karena aku berbeda yang lain

Aku berbeda dan aku bahagia

Tak seorang pun dapat menghancurkan diriku dan keberbedaanku

Aku akan tetap memeluk erat perbedaan sebagai anugerah sang Pencipta

Aku berharap penyesat di mimbar-mimbar di ruang sakral tak lagi mengingkari keberagaman segenap makhluk ciptaan Tuhan.

Nabire, 27 Agustus 2021; 08.50 WIT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun